🏵️🏵️🏵️
Sarah anak yang sangat berbakti kepada orang tua. Di samping itu, dia juga selalu memberikan apa yang dibutuhkan sang ayah dan ibu. Berkat prestasi yang diraih saat duduk di bangku sekolah, Sarah memperoleh beasiswa yang akhirnya digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Pak Dimas dan Bu Ratna selalu mengaku bangga memiliki anak seperti Sarah. Mereka bahkan sangat berterima kasih karena sang putri tercinta dengan ikhlas membantu beban keluarga. Sarah sosok yang penurut, pengalah, dan penyayang.
Sarah sering mengabaikan keinginan bahkan kebahagiaannya demi orang tua yang sangat dia cintai. Itu yang Sarah lakukan hingga kini harus mengalami rasa sakit akibat kemauan sang suami yang tidak mampu dia tolak.
Wisnu sama sekali tidak mengerti bagaimana perasaan Sarah yang masih termasuk belia, tetapi harus memenuhi kehendaknya. Apa yang dialami wanita pemilik mata sendu itu adalah bentuk kekasaran dari suaminya.
“Kamu ngapain di dalam?” Wisnu mengetuk pintu kamar mandi sambil berbicara kepada Sarah.
Sarah tidak menyadari bahwa dirinya sudah setengah jam berada di kamar mandi. Dia tidak turut menikmati sarapan bersama keluarga barunya. Dia masih belum mampu menepiskan bayangan tentang kejadian tadi.
“Sarah! Buka pintunya!” Wisnu pun berteriak memanggil nama istrinya sambil mengetuk pintu. Namun, tidak ada jawaban.
Sarah makin larut dalam kesedihan. Air matanya telah menganak sungai dan sulit untuk dibendung. Dia mencoba meraih handuk setelah mendengar suara suaminya. Namun, kakinya terasa lemah untuk melangkah hingga akhirnya terjatuh.
Wisnu terkejut mendengar suara yang berasal dari kamar mandi. Dia pun kembali mengetuk pintu sambil memanggil nama istrinya. “Sarah! Suara apa itu? Buka pintunya!” Laki-laki itu kembali menaikkan suara karena sangat kesal terhadap Sarah.
Ternyata teriakan Wisnu tidak mampu membuat Sarah agar segera keluar dari kamar mandi. Wisnu bahkan tidak mendengar sahutan dari dalam. Dia makin kesal dan penasaran. Tanpa berpikir panjang, dirinya pun mencoba mendobrak pintu.
Setelah Wisnu beberapa kali mendorong pintu dengan tubuh tegapnya, benda keras berwarna cokelat muda itu pun akhirnya terbuka. Wisnu sangat terkejut melihat apa yang terjadi di depan mata. Sarah kini terbaring di lantai.
“Dasar anak ingusan! Ngerepotin aja!” Wisnu sangat kesal. Dia pun segera meraih handuk lalu menutupi tubuh Sarah, kemudian mengangkatnya ke tempat tidur.
Sarah merasa tidak sanggup menghadapi apa yang Wisnu lakukan terhadapnya tadi. Laki-laki itu tidak memberikan kesempatan kepada sang istri untuk istirahat sebelum melaksanakan kehendaknya. Wisnu lupa kalau wanita yang mendampingi hidupnya saat ini baru berusia delapan belas tahun.
“Sarah! Bangun!” Wisnu menggosok-gosok telapak tangan Sarah. Laki-laki itu panik, tetapi juga kesal.
“Baru jadi istri sehari, udah ngerepotin. Bangun!” Dia menggoyang-goyang tubuh sang istri.
“Gimana mau bilang ke Papi dan Mami? Keadaan kamu seperti ini, polos. Kenapa, sih, harus pingsan saat mandi? Benar-benar mengundang amarah!” Wisnu menggerutu sambil terus berusaha membangunkan Sarah.
Wisnu merasa tidak memiliki jalan keluar selain memberikan napas buatan. Pria itu pun melakukan apa yang dia pikirkan. Tidak menunggu lama, Sarah tiba-tiba siuman dan dia terkejut mendapati dirinya berbaring di tempat tidur.
“Kamu itu benar-benar nyusahin!” Wisnu menghardik Sarah setelah wanita itu sadar dari pingsannya.
Sarah tidak memberikan balasan, dia justru menangis lalu membelakangi Wisnu. Sarah tidak pernah menyangka bahwa janji yang telah dia sepakati bersama Wisnu, telah membawanya dalam penderitaan.
🏵️🏵️🏵️
Waktu menunjukkan jam sepuluh pagi. Sarah segera melangkah menuju dapur untuk melakukan apa yang biasa dia kerjakan di rumah orang tuanya. Wanita itu ingin menjalani kegiatan sebagai istri dan menantu.
Sarah menghampiri Bi Inah, ART yang bekerja di rumah Wisnu. Wanita itu mengingatkan Sarah kepada neneknya yang tinggal di Bandung. Dua tahun lamanya, Sarah tidak bertemu dengan perempuan yang telah melahirkan ibunya tersebut. Beliau tidak dapat hadir saat Sarah menikah.
“Mau masak apa, Bik?” Sarah langsung menyapa Bi Inah lalu duduk di sampingnya.
“Non Sarah ngapain di sini?” Bi Inah terkejut melihat keberadaan menantu majikannya tersebut.
“Saya mau bantu Bibik.”
“Jangan, Non. Bibik bisa sendiri.”
“Nggak apa-apa, Bik. Saya biasa bantu Ibu di rumah.”
“Tapi ini tugas Bibik, Non.”
“Nggak apa-apa, Bik. Saya senang bisa bantu Bibik.”
Bi Inah tidak mampu menolak keinginan Sarah. Dia pun akhirnya bersedia menerima bantuan wanita yang kini berada di sampingnya. Bi Inah sangat terharu dengan apa yang dilakukan menantu majikannya tersebut.
“Sarah! Ngapain di sini?” Bu Siska terkejut melihat menantunya membantu pekerjaan Bi Inah.
“Mami di sini? Saya lagi bantu Bibik.” Sarah juga kaget mendengar suara ibu mertuanya.
“Biarkan Bibik yang ngerjain. Suami kamu minta teh. Dia menuju taman belakang.” Bu Siska memberikan penjelasan kepada Sarah.
“Baik, Mih, saya akan buatkan teh untuk Mas Wisnu.” Sarah pun beranjak dari samping Bi Inah lalu menyiapkan apa yang ibu mertuanya ucapkan. Sementara itu, Bu Siska meninggalkan dapur menuju ruang keluarga.
Saat ini, Sarah merasa takut karena akan kembali bertemu dengan sang suami. Dia masih ingat kejadian tadi pagi saat dirinya baru siuman dari pingsan. Wisnu sangat marah kepada Sarah. Laki-laki itu bahkan hampir mendaratkan tamparan di pipi wanita tersebut.
“Bangun!” Wisnu dengan kasar menarik tangan Sarah yang sedang berbaring.
“Saya minta maaf, Mas.” Sarah menyusun sepuluh jari di depan suaminya.
“Jangan sok lemah di depan saya! Siapa yang kasih kamu izin untuk pingsan? Saya benci dengan apa yang terjadi hari ini! Hapus air matamu! Saya nggak akan maafin kamu kalau sampai Papi dan Mami tahu tentang hal ini!” Wisnu mengangkat tangan dan berniat untuk menampar Sarah. Namun, tiba-tiba dia merasa tidak mampu melampiaskan kekesalan yang dirasakan terhadap Sarah.
Kejadian itu membuat Sarah makin takut berada di dekat Wisnu. Dia tidak pernah menyangka kalau laki-laki itu hampir saja menyakiti fisiknya. Namun sekarang, Sarah harus menyuguhkan teh untuk sang suami. Dia pun melangkah menuju taman belakang.
“Ini tehnya, Mas.” Sarah menyodorkan gelas berisi teh buatannya kepada Wisnu. Namun, apa yang laki-laki itu lakukan?
“Pergi dari hadapan saya! Saya lagi malas lihat wajahmu!” Wisnu menerima gelas dari tangan Sarah lalu meminta wanita itu pergi.
“Baik, Mas.” Sarah pun segera membalikkan badan lalu beranjak dari hadapan suaminya.
“Hei, Anak Ingusan, mau ke mana?” Jessy melontarkan pertanyaan itu saat bertemu dengan Sarah di depan pintu belakang menuju taman.
“Saya mau bantu Bibik.” Sarah tetap memberikan jawaban dengan lembut.
“Buatin aku jus avocado. Aku tunggu di sana.” Jessy menunjuk ke arah tempat duduk Wisnu.
“Baik.” Sara pun melangkah memasuki dapur lalu menyiapkan permintaan adik iparnya.
Sementara itu, Jessy berjalan menghampiri Wisnu lalu duduk di samping laki-laki tersebut. Dia ingin mencari tahu kenapa sang kakak menikahi Sarah, sedangkan dia sangat tahu seperti apa hubungan pria itu dengan Sandra.
“Ngelamun, Kak? Mikirin apa? Baru juga jadi pengantin baru.” Jessy berusaha menggoda kakaknya.
“Kamu pikir Kakak bahagia menikah dengan anak ingusan itu?” Jessy terkejut mendengar penuturan Wisnu.
“Maksud Kakak? Bukannya dia istri pilihan Kakak?”
“Kakak terpaksa demi Papi dan Mami. Mereka mendesak Kakak untuk segera menikah dan punya anak. Kakak nggak tahu harus berbuat apa.”
“Tapi kenapa harus dia, Kak? Nggak ada yang lebih dewasa?”
“Ceritanya panjang. Kakak malas mau ingat itu.”
“Terserah Kakak, deh. Oh, ya … Kak Sandra belum ada kabar?”
“Jangan sebut nama wanita itu di depan Kakak. Dialah penyebab Kakak harus mengalami penderitaan ini. Menikah dengan cewek yang tidak Kakak cintai.”
“Apa yang akan Kakak lakukan kalau suatu saat nanti Kak Sandra tiba-tiba muncul?”
“Kakak nggak tahu. Tujuan Kakak sekarang hanya satu. Mendapatkan keturunan dari anak ingusan itu.”
Kedua kakak dan adik itu tidak tahu kalau seseorang telah mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Wisnu dan Jessy tidak menyadari kehadiran Sarah yang jaraknya tidak jauh dari mereka. Sarah ingin menangis karena kembali mendengar kenyataan pahit yang sudah dia ketahui dari awal. Dirinya hanya dijadikan alat untuk memenuhi keinginan keluarga sang suami.
================
🏵️🏵️🏵️Mentari pagi ini telah menunjukkan wajahnya. Sinar terang yang dipancarkan selalu mampu menerangi benda yang berada di bawahnya. Makhluk yang ada di bumi juga dapat merasakan kehangatannya. Sungguh agung Zat yang telah menciptakannya.Kehangatan sinar matahari itu seharusnya dapat Sarah rasakan. Namun, hampir setiap hari dirinya selalu merasa menggigil ketakutan karena hardikan sang suami. Walaupun pernikahan Sarah dan Wisnu sudah memasuki usia dua minggu, sikap yang Wisnu tunjukkan justru makin tidak menghargai istrinya.Seperti yang terjadi tadi pagi saat Sarah membangunkan Wisnu. Laki-laki itu dengan kasar mendorong tubuh sang istri hingga terduduk di lantai. Sarah sering bingung, kenapa Wisnu bersikap seolah-olah sangat membenci dirinya. Sikap kasar itu melebihi apa yang dirasakan ketika magang di kantor sang suami kala itu.“Kenapa Mas membenci saya? Apa salah saya?” Sarah pun memberanikan diri melontarkan pertanyaan itu kepada Wisnu.“Karena saya tidak mencintaimu!” Wi
🏵️🏵️🏵️Setelah selesai menikmati makan malam bersama, Wisnu memilih duduk di taman belakang rumah. Laki-laki itu termenung karena ingatannya tertuju kepada wanita yang sangat dia cintai hingga saat ini.Tiga tahun lamanya, Wisnu menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Sandra. Kedua insan itu telah sepakat akan melanjutkan ikatan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan.Akan tetapi, kenyataan kadang tidak seindah harapan. Sandra dan keluarganya tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Satu hal yang Wisnu ketahui kala itu, bahwa perusahaan milik keluarga sang kekasih mengalami pailit.Wisnu tidak pernah mempermasalahkan keadaan keluarga Sandra yang tidak seperti dulu lagi. Laki-laki itu ikhlas menerima sang pujaan hati apa adanya. Dia tetap ingin menjadikan Sandra sebagai pendamping hidupnya.“Apa kamu akan tetap mencintaiku setelah mengetahui keadaan keluargaku yang sekarang, Mas?” tanya Sandra kala itu kepada Wisnu.“Kenapa kamu bertanya seperti itu, Sayang? Aku mencinta
🏵️🏵️🏵️ Cinta itu kadang tidak dapat dimengerti. Ketika Sarah selalu bersabar menjadi pendamping hidup Wisnu, sang suami justru memberikan hatinya kepada wanita lain. Wisnu tidak pernah menganggap Sarah sebagai seseorang yang telah hadir dalam kehidupannya. Sekarang Wisnu justru memiliki niat untuk mengusir Sarah dari rumah setelah mengetahui kehadiran Sandra di Surabaya. Laki-laki itu tidak pernah menyadari bahwa wanita yang sudah dia nikahi ternyata menyimpan cinta untuknya. Sarah tidak mampu menepiskan perasaan yang tiba-tiba tumbuh untuk sang suami. Dia sangat sadar kalau Wisnu selalu menyakiti dirinya hampir setiap hari. Namun, rasa yang telah ada kini tidak dapat terelakkan. Sarah mencoba untuk kuat menerima kenyataan pahit yang terjadi kepadanya. Dia pun memejamkan mata dan berharap segera tiba ke alam mimpi agar dapat mengurangi rasa sakit yang kini datang menghampiri dirinya. “Saya yakin, kamu pasti dengar pembicaraan saya di telepon.” Sarah tiba-tiba terkejut mendengar
🏵️🏵️🏵️ “Aku nggak ada niat sedikit pun menghindarimu, Mas. Aku merasa tersiksa dengan perpisahan kita.” Sandra memegang tangan laki-laki yang sangat mencintainya tersebut. “Kalau kamu merasa tersiksa tanpa diriku, kenapa kamu meninggalkanku? Kamu tiba-tiba hilang dan aku merasa menjadi seseorang yang kehilangan arah.” Sekarang Wisnu yang menggenggam tangan Sandra. “Maafin aku, Mas. Aku telah membuatmu menunggu, tapi ….” Sandra tiba-tiba menggantung kalimat yang ingin dia ucapkan. “Tapi kenapa, Sayang?” Wisnu penasaran mendengar apa yang ingin Sandra sampaikan. “Nggak apa-apa, Mas. Lupain aja. Yang penting sekarang aku ada di sini untukmu.” Sandra mengembangkan senyuman di depan Wisnu. Melihat keromantisan yang Wisnu tunjukkan, Sandra tidak mampu menceritakan apa yang seharusnya dia utarakan kepada laki-laki itu, padahal sebelumnya, Sandra telah berjanji kepada diri sendiri untuk memberitahukan kebenaran yang terjadi terhadapnya kepada Wisnu. “Kita pesan menu favorit kita, ya,
🏵️🏵️🏵️ Seperti biasa, sore ini Sarah melakukan aktivitas bersama Bi Inah, menyiram tanaman. Walaupun Sarah masih sangat sedih mengingat kemesraan yang terjadi antara suaminya dengan wanita lain, tetapi dia berusaha menutupi hal itu di depan semua penghuni rumah Wisnu. Sarah tetap menunjukkan senyumannya di depan Bi Inah. Dia tidak ingin orang lain mengetahui luka yang dia rasakan saat ini. Sarah tetap berusaha tegar walau hatinya menangis karena mengetahui sang suami mampu bersikap mesra terhadap wanita lain. “Sore, Bik, Sarah.” Reno tiba-tiba muncul di dekat Sarah dan Bi Inah. Hampir setiap hari laki-laki itu menunjukkan batang hidungnya di rumah Wisnu. “Eh, ada Den Reno. Non Jessy ada di rumah, kok.” Bi Inah sebenarnya tahu kalau Reno sering mengunjungi rumah Wisnu hanya untuk bertemu dengan Sarah. “Terima kasih, Bik, tapi aku mau ketemu Sarah. Ada yang ingin aku bicarakan padanya.” Reno memberikan balasan yang membuat Sarah risi. “Bibik kirain mau ketemu Non Jessy. Ya, udah
🏵️🏵️🏵️ Sebulan telah berlalu setelah kejadian kesalahpahaman yang terjadi antara Wisnu dan Reno. Sejak saat itu, adik sepupu Wisnu tersebut tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Dia tiba-tiba tidak ada kabar. Jessy bahkan sangat heran kenapa saudaranya itu tidak dapat dihubungi sama sekali. Dia mencoba bertanya kepada Wisnu, tetapi laki-laki itu justru memberikan jawaban yang aneh menurut Jessy. “Kamu nggak perlu bertanya tentang orang itu ke Kakak.” Begitu balasan yang Wisnu ucapakan kepada Jessy tentang Reno. “Kakak kenapa, sih? Gitu banget jawabannya. Kakak ada masalah apa dengan Reno?” Jessy tidak mengerti dengan sikap kakaknya. “Nggak ada, tapi lagi kesel aja sama, tuh, anak.” Wisnu segera menjauh dari Jessy karena tidak ingin mendengar pertanyaan berikutnya dari adiknya tersebut. Wisnu juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba merasa sangat kesal terhadap Reno. Dia sadar kalau dirinya tidak mungkin cemburu melihat kedekatan Reno dengan Sarah karena baginya sang istri ha
🏵️🏵️🏵️ “Kamu kenapa, Sayang?” tanya Bu Siska kepada Sarah dengan wajah heran. “Saya mual, Mih. Mungkin masuk angin karena semalaman nggak tidur.” Sarah merasa yakin kalau dirinya sedang masuk angin. “Kenapa sampai nggak tidur?” tanya Bu Siska penasaran. “Nggak apa-apa, Mih.” Sarah tidak ingin mengatakan yang sebenarnya kepada sang ibu mertua. Dia tidak mampu terpejam tadi malam karena mengingat dirinya akan berpisah dengan Wisnu. “Perginya ditunda aja. Kamu istirahat dulu.” Bu Siska memberikan Saran. “Biarin aja pergi sekarang, Mih. Kenapa harus ditunda?” Tiba-tiba Jessy membuka suara. “Jessy! Kenapa kamu nggak punya perasaan? Kamu juga perempuan, seharusnya mengerti posisi Sarah.” Pak Wildan tidak terima dengan sikap Jessy. “Nggak apa-apa, Pih. Saya pergi sekarang. Saya akan naik taksi.” Sarah pun mencium punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian. Dia juga mengulurkan tangan kepada Wisnu dan Jessy, tetapi ditepiskan. Sarah tidak ingin berlama-lama di tempat tersebu
🏵️🏵️🏵️ “Mas Wisnu lagi sibuk, Yah.” Sarah memberikan alasan. “Tapi hubungan kalian baik-baik saja, ‘kan?” Sang ayah merasakan sesuatu yang aneh dengan kedatangan Sarah tanpa Wisnu. Setelah Wisnu dan Sarah menikah, kedua insan itu belum pernah sekali pun mengunjungi rumah Pak Dimas dan Bu Ratna. Sarah tidak berani mengajak sang suami berkunjung ke rumah orang tuanya. “Iya, Ayah. Ayah tenang aja. Sarah dan Mas Wisnu baik-baik saja.” Sarah berusaha meyakinkan Pak Dimas. “Syukurlah kalau kalian baik-baik saja. Ya, sudah, Ayah berangkat kerja dulu.” Sarah dan ibunya pun mencium punggung tangan Pak Dimas. Laki-laki paruh baya itu segera menyalakan mesin motornya lalu meluncur. Sarah tidak kuasa menahan kesedihannya di depan Bu Ratna. Dia langsung menumpahkan bening kristal dari pelupuk matanya lalu memeluk wanita itu. Sarah pun menceritakan apa yang terjadi sebenarnya hingga dia berada di rumah orang tuanya saat ini. “Apa reaksi mertuamu, Sayang?” tanya Bu Ratna. Dia berusaha menen