Perkataan dari Angel kemarin begitu membekas di benak Elea. Dia bahkan kurang tidur karena memikirkan hal tersebut semalaman. Alhasil, dia terlambat bangun pagi ini. Untung saja, sang putri segera membangunkannya.
"Nanti pulang sekolah, kalian dijemput oleh nenek, ya. Mommy sedang ada pekerjaan penting di kantor," ujar Elea saat sudah berada di dalam mobil.Angel dan Axel pun langsung mengangguk kecil sebagai tanda jawaban. Tidak ada satu pun yang membuka suaranya kembali selama di perjalanan. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hal tersebut berlangsung hingga mobil sampai di depan gerbang sekolah."Baik, selamat belajar, Anak-anak! Jangan nakal dan menurut pada guru, ya," pesan Elea pada Axel dan Angel yang hendak membuka pintu mobil."Dan satu lagi... Mommy harap pulang sekolah nanti tidak ada luka atau memar baru di tubuh Axel ataupun Angel. Maafkan Mommy, ya karena belum bisa memberi keadilan untuk kalian. Tapi tenang saja, Mommy akan berusaha mengurus semuanya dan memindahkan kalian ke sekolah yang baru," imbuh wanita itu kembali.Axel memegang gagang pintu mobil dengan kuat. Dia sangat tidak suka saat melihat Elea merasa bersalah. "Mommy tidak perlu melakukan apa pun, apalagi memindahkan kami ke sekolah baru. Kami akan belajar dengan baik setelah ini dan akan mengabaikan semuanya," terang Axel.Setelah mengatakan itu, Axel dan Angel pun keluar dari mobil dan masuk ke dalam gerbang sekolah. Elea menatap kepergian anak-anaknya dengan tatapan sendu. Lantas, dia mulai melajukan mobilnya menuju kantor.Beberapa tahun lalu, setelah pergi dari sisi Hugo, Elea pun pergi ke London menuju ke rumah bibinya–Miranda. Kebetulan, wanita paruh baya itu tinggal sendiri dan memiliki toko bunga yang cukup ramai. Akhirnya, Elea tinggal bersamanya dan membantu di sana.Selama mengandung, wanita itu tiba-tiba suka sekali merangkai bunga dan mendekor ruangan. Suatu hari, ada pelanggan yang tertarik menggunakan jasa darinya. Pekerjaannya tersebut menuai pujian. Sejak saat itu, namanya pun dikenal di kalangan kelas atas karena ketelatenan dan hasil pekerjaannya yang sempurna.Setelah Axel dan Angel berumur 2 tahun, Elea mendirikan sebuah perusahaan jasa dekorasi bernama Rois et Anges yang artinya raja dan malaikat. Perusahaan tersebut sudah tersebar di seluruh kawasan Inggris. Alhasil, tak sedikit perusahaan-perusahaan ternama terjun menjadi investor.Selama ini, Elea tidak memerlukan apa pun lagi. Ekonomi sudah stabil, kehidupan sederhana, tapi segalanya tercukupi, dan juga 2 malaikat kecil yang rupawan. Namun, jiwa wanita itu masih merasa kosong. Dia merasa ada sesuatu yang hilang.Belum lagi dengan bullyan yang diterima oleh anak-anaknya. Orang-orang selalu berpikir bahwa mereka adalah anak haram. Akhirnya, tekanan itu membuat Elea berpikir terlalu jauh. Dia terkadang berpikir untuk memberitahu soal ayah kandung Axel dan Angel pada khalayak umum. Namun, otaknya masih berfungsi normal, sehingga hal tersebut tidak sampai terjadi.Sementara itu, si kembar sudah tidak mau bertanya atau mencari tahu soal sang ayah. Pernah sekali mereka bertanya, tapi Elea malah menangis sesenggukan. Hal itulah yang membuat keduanya selalu berhati-hati dalam berbicara soal ayahnya."Hei, Nyonya! Bisa kau perhatikan jalanmu?!" teriak seseorang dan membuyarkan lamunan Elea. Dia tidak sadar kalau mobilnya berada di jalur pesepeda.Akhirnya, wanita itu kembali ke jalur yang seharusnya dan segera melajukan mobilnya ke kantor. Hari ini, dia benar-benar banyak pikiran. Dia bahkan lupa jika ada rapat yang akan dimulai 15 menit lagi.Tanpa pikir panjang, Elea mengebut seperti orang kesetanan. Untung saja, jalanan tidak sedang ramai saat ini. Setelah 10 menit berkendara, dia akhirnya sampai di kantor yang memiliki 14 lantai tersebut."Selamat pagi, Nyonya Spencer. Anda sudah ditunggu di ruang rapat. Pemilik perusahaan Glory Company sudah ada di tempat," sambut Teresa–asisten Elea di lobi.Mendengar hal itu, Elea langsung mengangguk dan berjalan cepat menuju ruang rapat. Dia tidak mau telat dan dianggap tidak kompeten dalam pekerjaan. Setelah beberapa saat, Elea pun sampai di tempat tujuan."Selamat pagi, Tuan McKenzie. Maafkan saya karena agak terlambat pagi ini," sapa wanita itu pada kliennya.Sementara, Helton McKenzie pun tersenyum kecil. "Tidak masalah, Nyonya Spencer. Aku tahu kesibukanmu. Mari, langsung mulai saja rapatnya," timpalnya.Teresa mulai menyalakan proyektornya. Helton kemudian mempresentasikan mengenai bentuk kerja sama yang akan dilakukan dengan perusahaan Elea. Wanita itu terlihat menyimak dengan serius."Sebenarnya, kerja sama kali ini tidak hanya melibatkan Glory Company saja. Tapi, ada salah satu perusahaan besar asal Amerika yang akan ikut bergabung juga," ucap Helton di sela presentasinya.Alis Elea pun tertaut. "Maaf jika saya menyela, Tuan. Lalu, di mana perwakilan perusahaan tersebut? Saya pikir, hanya ada perwakilan dari perusahaan kita berdua di sini," tanyanya."Maafkan saya, Nyonya. Em, perwakilan perusahaan itu sedang tidak ada di tempat. Pemiliknya sedang sakit hari ini. Sementara asistennya mengurusi peninjauan proyek," jawab Helton. Sebenarnya, pria itu sedang berbohong sekarang."Ck, jika rapat pertama saja absen tanpa kejelasan seperti ini, bagaimana dengan yang selanjutnya? Apa kau yakin untuk tidak menggantinya dan menggunakan perusahaan yang lain saja?" tawar Elea.Helton langsung menghela napas gusar. Dia tahu, keputusan bekerja sama dengan Elea adalah hal yang berat. Wanita itu sangat teliti dan juga kritis. Berbeda dengannya yang terlihat biasa dan santai saja."Menurut saya, tidak ada perusahaan real estate lain yang sebaik perusahaan tersebut. Jika saya menggunakan yang lain, kemungkinan kerja sama ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang sempurna. Sedangkan, kita memerlukan sarana dan pra sarana yang bagus dan juga terjamin," sanggah Helton.Setelah mengatakan itu, Elea terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tidak pernah berpikir bahwa rapat kali ini malah jadi sebuah perdebatan. Akhirnya, wanita itu memilih untuk mengalah saja dan tidak mau memperpanjang masalah."Baiklah, Tuan. Kira-kira, kapan kita akan bertemu dengannya? Rapat kali ini tidak akan terasa lengkap tanpa usulan dari penunjang sarananya sendiri," ungkap Elea kembali."Apakah Anda ada waktu kosong malam ini?" tanya Helton. Lantas, Elea pun menggeleng sebagai tanda jawaban."Ah, bagus kalau begitu. Malam ini, kita akan mengadakan pertemuan secara langsung di restoran milikku. Bagaimana?" imbuh Helton kembali.Elea pun tersenyum, lalu berkata, "Baiklah, jam 7 malam di Glorious Restaurant. Aku harap, dia datang kali ini. Jika tidak, kau harus menggantinya dengan yang lain.""Arggh, silau! Tutup tirai jendelanya...," rengek Hugo yang masih memejamkan matanya.Sementara Jay, langsung menatap malas ke arah pimpinannya yang seperti anak kecil itu. Sejujurnya, dia agak jengah menghadapi pria itu. Seenaknya sendiri, otoriter, dan juga keras kepala.Tadi pagi, Hugo bahkan melewatkan meeting penting bersama klien. Alhasil, dia pun kena peringatan dari Helton. Untung saja, pria itu mau memberinya kesempatan dengan meeting ulang di restoran malam ini."Tuan, lebih baik Anda segera bangun sekarang. Anda terkena peringatan dari Tuan Helton dan juga klien kita yang satunya lagi. Anda tidak mau merugi dalam kerja sama ini, kan?" ancam Jay.Perkataan dari pria itu barusan tampaknya berhasil memengaruhi Hugo. Buktinya, dia pun langsung terbangun sambil memegangi kepalanya. Netra hitamnya lantas menatap ke arah sang asisten dengan tajam."Sialan, kenapa kau tidak membangunkanku?!" umpat Hugo.Jay segera menarik napas dalam. "Saya sudah mencoba membangunkan Anda beberapa k
“Axel…Angel!”Miranda berteriak sembari melambaikan tangan pada kedua anak Elea. Si kembar pun menoleh dan membalas lambaian tersebut dengan senyuman.“Nenek!” balas Angel. Lalu, gadis cilik itu berlari kecil ke arah bibi Elea. Berbeda dengan Angel, Axel malah diam saja dan hanya berjalan santai dengan raut wajah datar. Namun, Miranda tidak merasa kaget ketika putra Elea berbuat seperti itu. Dirinya berpikir bahwa anak tersebut memiliki pikiran yang lebih dewasa dan realistis dibandingkan saudarinya.“Baiklah semuanya, ayo kita naik ke mobil. Hari ini, Nenek akan mengajak kalian makan siang di luar,” ajak Miranda dan dibalas sorakan oleh Angel seorang.Mereka bertiga pun segera naik ke mobil dan benda tersebut melaju menembus jalanan kota London yang terlihat senggang siang ini. Selama di perjalanan, keadaan mobil tidak hening sama sekali. Ada sesosok malaikat cantik yang bernyanyi dengan riangnya sambil melihat ke arah jendela.Beberapa detik kemudian, nyanyiannya itu malah berubah
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19:30 tepat. Rombongan Elea pun sudah tiba di tempat tujuan, yaitu Glorious Restaurant milik keluarga McKenzie. Malam ini, wanita itu memakai gaun panjang tanpa lengan berwarna navy yang membentuk lekuk tubuhnya. Sementara itu, Teresa memakai gaun panjang berwarna hitam. “Wah, lebih cepat dari perkiraanku. Selamat datang di restoranku, Nyonya Spencer dan Nona Tere,” sambut Helton di pintu masuk ruangan VIP. Kebetulan pria itu juga baru datang. “Terima kasih atas sambutanmu, Tuan McKenzie. Aku sangat menghargai waktu. Lebih baik datang cepat daripada terlambat,” jawab Elea seraya tersenyum kecil. Helton pun membalas senyuman tersebut. Mata hazelnya sedari tadi tak berhenti menatap wanita yang ada di depannya kini. Sungguh, Elea malam ini sangatlah cantik dan memesona. Aura elegannya sangat terasa sekali. “Baiklah, mari masuk, Nona-nona!” ajak Helton, lalu membukakan pintu untuk Elea dan Tere. Setelah pintu terbuka, mata amber milik Elea langsung t
“Calm down, Dude. Aku pikir tidak baik jika membahas hal tersebut sekarang. Benar kan, Nyonya Spencer?” Helton mencoba untuk mengalihkan topik. Dia takut bahwa Elea akan tersinggung karena pertanyaan barusan. Selama dia mengenal wanita itu, dirinya tidak pernah tahu soal suaminya. Bahkan, banyak kabar bilang bahwa Elea tidak punya suami. Sementara itu, napas Elea mulai terasa sesak. Entah kenapa dunia ini sempit sekali. Dia tidak ingin seorang pun tahu soal kehidupan anaknya, khususnya Hugo. Wanita itu takut jika pria tersebut akan bertindak nekat setelah ini. “Ah, iya. Apakah aku boleh izin ke kamar mandi sebentar?” tanya Elea tiba-tiba untuk menghindari perdebatan yang akan terjadi. “Tentu saja. Silahkan,” balas Helton. Setelah mengatakan itu, Elea pun langsung pergi ke luar menuju toilet yang berada di ujung lorong. Dia mengunci dirinya di dalam toilet untuk meredakan perasaannya. Takut, sedih, marah, dan kenangan masa lalu bercampur aduk menjadi satu. “Bagaimana ini? Kenapa
“Oh, ya ampun, El. Selamat pagi, masuklah dulu,” sapa Miranda saat melihat Elea berada di depan rumahnya. Pagi ini, wanita itu ingin menjemput putra dan putrinya. Dia sudah berjanji untuk mengajak mereka berjalan-jalan ke taman. Ya, bisa dibilang sebagai family time. “Terima kasih, Bi. Ngomong-ngomong, apa si kembar merepotkanmu kemarin?” tanya Elea sambil melangkahkan kaki ke arah dapur, mengikuti Miranda. Mendengar hal tersebut, langkah wanita paruh baya itu seketika berhenti. Kemudian, dia menghadap ke arah Elea dengan tatapan sendu. Raut wajahnya juga mendadak berubah. “Mereka tidak merepotkan, El. Hanya saja…,” ujar Miranda sambil menggantung ucapannya, lalu meneruskannya kembali, “Angel menanyakan soal daddynya.”Napas Elea langsung tercekat. Dia sudah menebak akan ada hari di mana si kembar akan menanyakan soal pria itu. Akan tetapi, entah mengapa ketakutan tiba-tiba merasuki jiwanya. Terlebih lagi, kejadian kemarin masih membuatnya syok. Sementara itu, Miranda melihat per
“Tuan, ini adalah foto yang dikirimkan oleh seorang pengawal yang saya suruh. Dia melihat Nyonya El bersama dua orang bocah di taman.”Jay memberikan selembar foto yang ada di tangannya pada Hugo. Tadi pagi, dia menyuruh bawahannya untuk mengikuti Elea pergi. Dia agak terkejut saat mengetahui wanita itu sudah memiliki anak, kembar lagi. Sementara itu, wajah Hugo terlihat menegang saat melihat potret yang tersaji. Bahkan, tanpa sadar dia sudah meremas foto yang dipegangnya. Hatinya berdenyut sakit saat mengetahui fakta besar barusan. Dia tidak menyangka kalau Elea bisa secepat itu melupakannya. “Ke mana suaminya?” tanya Hugo dingin. Mendengar hal itu, tubuh Jay langsung meremang. Suasana di kamar hotel saat ini tiba-tiba jadi tidak mengenakkan. Apakah setelah ini akan ada acara banting-bantingan barang kembali?“Sa–saya belum menyelidiki soal itu, Tuan. Tapi, menurut informasi dari pengawal, Nyonya menjemput anak-anaknya di rumah bibinya. Saya berpikir, ayah si kembar tidak ada,” te
“Oh, ya ampun. Kalian sangat menggemaskan sekali! By the way, Bibi punya hadiah untuk kalian.”Anne memekik seraya memberikan paper bag yang dibawanya tadi pada Angel. Tanpa pikir panjang, gadis tersebut pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, Axel malah merasa bertambah janggal. Perasaannya tiba-tiba mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. “Orang ini sangat mencurigakan,” batinnya.“Wah, ada boneka dan mobil-mobilan! Kakak, ini untukmu,” pekik Angel sambil memberikan sebuah mobil-mobilan berwarna hitam pada Axel. Sayangnya, anak lelaki 5 tahun itu malah menepis tangan sang adik. “Aku tidak mau menerima barang dari orang yang tidak kukenal. Siapa tahu dia mau berbuat jahat lewat barang tersebut,” tuduh Axel. Seluruh orang yang berada di sana pun langsung terkejut, terutama Anne. Wanita itu tidak menyangka akan mendapat penolakan yang mengerikan seperti ini. Namun bukannya marah, pikirannya malah menerawang ke arah lain. Alhasil, bibirnya agak sedikit tertarik ke atas.
Mulut Jay langsung ternganga saat mendengar penuturan dari Hugo. Dia tidak mengerti kenapa pria itu sangat gegabah sekali. Bagaimana kalau kedoknya ketahuan dan berakhir di kepolisian? Bisa gawat!“Apa yang kau lakukan sebenarnya?” tanya Jay yang sudah merasa jengah. Hugo refleks melipat tangannya di depan dada. Lalu, matanya melirik ke arah sang asisten. “Ah, aku hanya ingin tahu rupa anak-anak sialan dari Elea. Siapa tahu juga, kita dapat bonus untuk mengetahui siapa ayah dari mereka,” ungkapnya. Mendengar itu, Jay lantas menepuk keningnya seraya berkata, “Kalau misal anak-anak itu tidak ada ayahnya, mereka sudah bisa dipastikan adalah anakmu.”Sayangnya, Hugo malah tertawa sumbang saat mendengar penuturan dari Jay. Egonya tidak percaya dengan hal tersebut. Namun, hati kecilnya malah berkata sebaliknya. “Kau gila? Elea bilang anakku itu sudah mati! Mereka pasti bukan anakku!” sergah Hugo. “Ck, jangan berkata yang tidak-tidak. Kita harus memastikannya terlebih dahulu untuk mengam