"Tidak juga, hanya saja gerak-geriknya menarik perhatianku."
"Sepertinya usianya lebih muda dari kita.""Ya, kurasa juga begitu."Tanpa disadari, iris mata mereka bergerak mengikuti seiring derap langkah kaki perempuan asing itu.Berdiri tepat di samping peti mati yang belum tertutup, air matanya mulai berlinangan. Sepucuk sapu tangan putih diusapkan ke pipinya yang telah basah.Setelah kacamata hitamnya dilepas, dipandanginya sesosok tubuh yang sudah terbujur kaku di dalam peti mati. Seakan tak mampu menahan perasaan sedihnya, tangisnya kembali pecah sehingga mengalihkan perhatian pelayan lain padanya.Lucas yang bertuxedo hitam tiba-tiba muncul dan berjalan mendekat. Lengannya menjangkau bahu perempuan itu. Diusapkannya telapak tangannya ke bahu wanita itu beberapa kali untuk menenangkannya.Tak dapat dipungkiri, terselip rasa cemburu yang berkecamuk dalam dada Charity saat melihat sikap Lucas pada perempuan itu.Perempuan itu masih terdengar menangis sesenggukan saat rombongan pelayat baru mulai berdatangan. Lucas seketika menarik tangan si perempuan agar menjauh dari peti mati kayu dan memberikan kesempatan pelayat lain untuk melakukan penghormatan terakhir mereka pada si jenazah.Pandangan Louise dan Charity masih belum bisa lepas dari Lucas dan perempuan asing itu."Kurasa Lucas sudah sangat mengenal wanita itu dengan baik sebelumnya." sahut Louise saat menatap tangan Lucas yang menggenggam erat tangan perempuan asing itu."Dan dengan adik Lucas tentu saja, tapi siapa dia? Kenapa dia bisa berkaitan dengan keluarganya Lucas?""Entahlah. Sulit untuk menerkanya, apa perlu kita mencari tahu?"***Louise mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan gereja usai melakukan doa, didapatinya ruang gereja sudah agak sepi, hanya ada beberapa orang yang masih tetap disana, sedangkan Charity sudah pulang lebih awal. Diputuskanlah untuk meninggalkan gereja dan segera pulang setelah menyadari hari sudah larut malam.Berulang kali Louise mencoba untuk menyalakan mesin mobil tapi mobil masih juga belum mau hidup. Kehilangan kesabaran, Louise akhirnya keluar dari dalam mobil lalu melakukan pengecekan.Louise hanya bisa menggerutu setelah mendapati tidak hanya mesin mobilnya yang bermasalah tapi juga ban mobilnya yang kempes, ia pun menendang ban mobilnya dengan keras. Louise kembali masuk ke dalam mobil untuk mengambil tas dan beberapa benda penting,Brukkk….Louise dikejutkan oleh bunyi benda yang jatuh di atas atap mobil. Kucuran darah merah segar bercampur bulu-bulu hitam tampak dari balik kaca mobilnya. Dipejamkan matanya seketika sampai ia pun kesulitan menelan salivanya. Dilingkupi rasa penasaran, Louise pun membuka pintu mobil untuk menengok."Ga-gak?"Seekor burung gagak yang sudah mati jatuh secara perlahan, meninggalkan jejak darah di kaca mobil. Bau anyir menusuk hidungnya.Dengan wajah memutih, Louise beranjak menjauhi mobil. Helaan napas berat mengiringi langkahnya untuk mencari tempat penginapan di sekitar area gereja.Sepanjang perjalanan di jalanan yang licin dirasakannya udara berdesir, daun-daun bergemerisik, burung gagak yang berkoak-koak dan gonggongan anjing yang menyalak-nyalak terdengar seperti lolongan serigala. Suasana malam ini terkesan begitu mencekam baginya.Sekelebat bayangan gelap bergerak begitu cepat. Louise melirik ke kanan dan ke kiri. Nihil. Merasa seseorang sedang menguntit dan mengawasinya, sontak Louise pun menoleh ke arah belakang.Dalam radius yang cukup jauh, netranya menangkap sinyal-sinyal bahaya yang sedang mengintainya. Seorang pria berpakaian serba gelap dengan mengenakan topeng berwarna perak yang menutupi seluruh bagian wajahnya tengah berdiri sambil menatapnya dengan mata tajam yang menyala-nyala.Ditelusurinya setiap jengkal dari tubuh pria itu, tak dinyana tampaklah kapak berwarna merah menyala tergenggam erat di tangan kirinya, seakan malaikat pencabut nyawa baginya. Menyadari dirinya akan berhadapan dengan bahaya, Louise seketika berlari. Pria berkapak itu tak tinggal diam, ia pun ikut berlari demi mendapatkan perburuan lezatnya malam ini.Hawa dingin menusuk tulangnya, napasnya seketika menjadi tak teratur, bahkan seakan Natsumi bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdebar kencang.Melihat deretan jeep-jeep bekas yang memenuhi area lapangan nan luas, tak pelak membuat Louise memilihnya sebagai tempat persinggahan untuk menyelamatkan diri. Di bawah kolong jeep warna kuning, ia bersembunyi.Samar-samar terdengar suara jejak sepatu dan kapak yang dengan sengaja digesek-gesekkan ke kap mobil jeep untuk menarik perhatian mangsanya.Pranggg….Terdengar bunyi kaleng yang disepakkan ke salah satu kerangka besi mobil.Dengan buliran keringat yang sudah membasahi setiap lekuk tubuhnya, Louise membekap mulutnya sendiri.Tiba-tiba keadaan menjadi sunyi senyap, tak terdengar lagi suara apapun.Untuk sesaat Louise mengintip dari balik kolong jeep untuk memastikan keberadaan peneror itu. Hasilnya nihil.Merasa tempat persembunyiannya tak lagi aman, Louise memutuskan keluar dari kolong mobil. Tubuhnya terhimpit diantara badan mobil jeep-jeep besar yang berjejer-jejer rapi saat menjinjitkan kakinya.Satu langkah… dua langkah… tiga langkah…Empat lang-kah…Si peneror muncul dihadapan Louise dengan sorot mata menusuk. Dilemparkanlah kapak merahnya, berharap dapat segera melumpuhkan mangsanya. Tiba-tiba Louise merasakan tubuhnya membeku dalam kebisuan malam.Eits… Tapi tidak…Lemparan kapak si peneror itu GAGAL, ia hanya mampu mengenai besi atap jeep meski cuma berjarak beberapa inci dari kepala Louise.Tanpa peringatan, Louise kembali melarikan diri. Tak sudi melihat calon korbannya berhasil kabur, pria peneror itu tak tinggal diam, ia bergerak cepat dengan mencabut kapak yang tertancap.Dalam pelariannya, Louise masih dapat mendengar siulan si peneror bertopeng itu seakan memanggil-manggil dirinya."Ahhhh…. Lepaskannnn!!!" teriak Louise saat peneror itu mampu menarik rambutnya dengan keras sehingga membuat beberapa helai rambutnya tercabut dari akarnya.Salah satu tangan pria peneror itu beralih menjangkau leher Louise. Ia mencengkeram leher Louise dengan kencang, sehingga membuat tubuh Louise terangkat ke atas seakan menggapai langit-langit, kaki Louise tak lagi menginjak tanah.Saat jari-jemarinya sibuk melakukan perlawanan, peneror itu malah semakin mengencangkan cengkramannya.Hingga akhirnya satu tendangan yang dihempaskan Louise tepat di bagian depan alat vital mampu membuat si peneror melepaskan jeratan tangannya dari lehernya.Ketika peneror berkapak masih mengerang kesakitan, Louise kabur dari area jeep-jeep rongsokan itu.Tanpa sedikitpun menoleh, ia terus mempercepat langkah kakinya, menjauh tak tentu arah.Namun, naas, di tengah pelariannya ia malah tersandung batu berukuran besar dan potongan kaca tertancap tepat di paha kanannya. Dengan napas tersengal-sengal, Louise berupaya bangkit tapi kakinya yang sudah kesakitan dan berlumuran darah membuatnya kesulitan untuk sekedar bergerak.Tampak pria berkapak itu sudah kembali melangkah mendekatinya.Tak banyak yang dapat dilakukan Louise, dalam keputusasaannya, diambilnya sebongkah batu sebagai penyelamat dan hanya bisa berharap akan datangnya pertolongan."Apa maumu sebenarnyaaaa???!!! Arrrrghhhh…" teriak Louise sambil mengerjapkan mata saat kilatan kapak itu sudah menyala-nyala di depan bola matanya.Sorotan sinar yang berasal dari lampu mobil tiba-tiba menerangi kegelapan. Berulang kali pula terdengar suara klakson sengaja dibunyikan yang memekakkan telinga.Perlahan membuka mata, sudah tak tampak lagi sosok pria berkapak yang tadi berdiri tepat dihadapannya. Seolah pria berkapak itu benar-benar telah lenyap.Kepala tersembul keluar dari dalam mobil yang sudah tak asing lagi bagi Louise."Lucas… Lucas… kumohon tolonglah aku… Selamatkan aku… Kumohon…" pekik Louise sambil terisak."Sudah aman… Kau sudah aman Louise, aku bersamamu. Apa yang baru saja menimpamu?!"Seorang gadis merogoh selembar kertas yang sudah tampak lusuh dari dalam tas. Dibacanya sekali lagi surat pemberitahuan yang telah didapatnya dari pihak kampus. Diamatinya dengan cermat jadwal untuk menghadap petugas administrasi kampus untuk memastikan agar tak keliru. Dengan tergesa-gesa ia mengetuk pintu. Di dalam ruangan tata usaha, netranya menatap lurus petugas administrasi yang sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen.Petugas itu menutup map dokumennya saat gadis itu duduk menghadapnya, untuk sesaat ada rasa canggung yang bergelayut dalam dirinya."Kalian tak bisa mendrop-out mahasiswa begitu saja!" teriak gadis itu kesal di tengah percakapan."Kalau begitu segera selesaikan pembayaran uang kuliahmu. Kampus telah melonggarkan kebijakannya demi mahasiswa-mahasiswa seperti kalian, mahasiswa yang tidak taat pada peraturan. Namun, kalian masih saja tetap membandel, menunda-nunda pembayaran uang kuliah dengan berbagai alasan tak masuk akal. Mungkin saja kalian telah menghabiskan jatah
Di luar tidak sedang turun hujan tapi tubuh Obelia seakan tersambar petir yang tenang tapi menggelegar. Disadarinya sumber petir itu berasal dari suara Dokter yang mengaduk-aduk perasaannya dan membuatnya seketika bergemuruh. Dokter telah memvonisnya dengan penyakit paralysis of the left cord. Obelia menepuk keningnya seakan tak percaya, "Ta-Tapi bisa sembuh 'kan, Dok?"Dokter mengangguk sambil menjelaskan kemungkinan untuk kesembuhannya."Lakukan operasi terbaik, Dok, aku tidak akan mempermasalahkan berapapun biayanya."Dokter mengatakan tidak masalah dengan hal itu karena operasi terbaik dapat diusahakannya. Namun, masalahnya ia akan benar-benar beristirahat total dalam bernyanyi untuk kurun waktu yang lama. Kemungkinan terburuknya ia akan pensiun dini menjadi penyanyi. Bahkan, jika tetap ingin dipaksakan, ia harus memulai semuanya dari dasar alias dari nol lagi.Mata Obelia membola.Setelah berdiskusi dan mempertimbangkan dengan singka
Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya."Kau sudah bangun, ya?""Jam berapa sekarang?" tanya Obelia."Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia."Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!""Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?""Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"Tak mampu lagi mengelak, Obelia
"Apaaa?!! Cepat bawa Ayah ke rumah sakit terdekat, Bel, aku akan menyusul kesana." pekik Louise yang terjangkit kepanikan seketika.Setelah mendapat kabar kurang mengenakkan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah yang sedang memburuk dan perlu segera mendapat penanganan khusus dari rumah sakit, tak pelak membuat Louise terpaksa membubarkan kelas ajarnya kemudian meluncur ke rumah sakit Hanguk.Louise tidak bisa duduk dengan tenang, ia terus bergerak gelisah saat menunggu hasil diagnosis sang dokter. Tak berselang lama dokter Liam keluar dari dalam ruang perawatan."Bagaimana, dok?""Ayah Anda secepatnya memerlukan donor ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.""Ta-tapi dimana aku bisa mendapatkan pendonor itu, dok?""Rumah sakit ini bisa membantumu untuk mendapatkan pendonor ginjal yang sesuai, Nona tapi tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saran yang bisa kuberikan untuk saat ini berusahalah dul
"Wah, rupanya aku tak salah memilih orang, kau memang sangat mirip diriku, Hanna." ucap Obelia terkesiap menatap rambut baru Hanna usai keduanya melangkah keluar dari salon. Saat ini rambut dan style penampilan mereka tampak sangat mirip.Hanna menunduk dengan pipi memerah.Diletakkannya kunci apartemen dan mobil di atas telapak tangan Hanna. "Kita bertukar peran, mulai detik ini kau telah resmi menjadi diriku, Hanna. Kau harus siap meninggalkan kehidupan lamamu untuk menjalani kehidupan barumu. Ingat, namamu sekarang berganti menjadi Obelia, Hanna sudah lenyap dari kehidupan fana ini.""Ta-Tapi nona, apa kau yakin ingin aku menggantikan dirimu?"Obelia menganggukkan keras kepalanya, "Aku telah melangkah sejauh ini. Tak akan kulakukan jika tidak seyakin ini, Hanna."Hanna hanya diam membisu."Usai keluar dari mall ini, bersiaplah, kita akan melakukan sesuai rencanaku.""Ba-Baik, nona."Sudut bibir Obel
"Kak, biarkan aku saja yang mendonorkan ginjal untuk Ayah." ucap sang adik, Bellona pada Louise."Tidak akan pernah kubiarkan kau melakukannya, Bel.""Kenapa kau melarang, kak, Ayah sedang sekarat ia membutuhkan bantuan kita secepatnya.""Karena kau masih terlalu muda, Bel, masa depanmu masih panjang. Biarkan aku yang mengurusi kondisi Ayah, kau cukup mengurusi sekolahmu saja, mengerti? Aku harus pergi mengajar sekarang.""Ta-tapi kak…"Diayunkan kakinya mendekati Hanna sambil menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku jaket."Dengan kondisi amnesia yang kau alami tentu akan memudahkanmu untuk masuk ke kehidupanku yang sebenarnya dan bertemu dengan orang-orang di sekitarku. Kau pun akan punya cukup waktu untuk mengenal kepribadian mereka tapi bersiaplah menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi." ujar Obelia sambil menunduk menatap lurus pada kedua mata Hanna yang seakan terpojok ketakutan."Aku rasa tidak akan sanggup melewatinya, aku ingin menarik kembali ucapanku untuk bertukar pe
Hanna telah menginjakkan kakinya di apartemen Obelia. Sebuah surat beramplop yang Iseul berikan mengejutkan dirinya. Dengan tangan bergetar, dibuka dan dibacanya isi dalam amplop itu perlahan."Tidak mungkin!" teriak Hanna usai membaca isi keseluruhan surat lalu menjatuhkannya. Wajahnya memutih sekejap."Kenapa dia tega berbuat itu padaku?! Dia berkata aku akan mendapatkan kenyamanan hidup tapi nyatanya tidak. Ia malah meninggalkan hutang akibat kalah bermain judi lalu membebaniku? Ia sungguh tak waras, aku merasa dijebak olehnya!" Hanna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia merasa harus bertemu dengan Obelia untuk membahas masalah ini tapi tak tahu kemana harus menemukan keberadaannya.Ketukan pintu kamar sekali lagi mengejutkannya. Disisirnya rambut dengan jari-jemarinya agar tampak tak terlalu berantakan. Sophie sudah lebih dulu membuka pintu sebelum Obelia sempat membukanya."Apa ingatanmu sudah mulai membaik setel
Di tengah perjalanan, kedua mata Hanna tertuju pada sebuah plakat yang bertuliskan "Toko Roti Almond 'Sam Dong'." Teringat Sophie pernah membuatkan roti untuknya saat sarapan maka ia pun ingin membalas kebaikannya.Langkah kakinya seketika terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya digenggam dari arah belakang.Belum sempat memalingkan wajahnya, seorang perempuan berparas cantik dengan tinggi melebihi dirinya dan berambut pirang telah berdiri tepat dihadapannya.Hanna menaikkan salah satu alisnya."Kau masih ingat aku, Obelia?" tanya perempuan asing itu sambil memamerkan seulas senyum manisnya.Alis Hanna saling bertautan dengan dahi berkerut. Kepalanya menggeleng perlahan."Aku Freya, teman seperjuanganmu saat audisi menyanyi. Kau ingat 'kan sekarang?!""Aku belum mengingatmu, maafkan aku."Freya seakan tak juga menyerah untuk membuat Obelia palsu itu kembali mengingat sosoknya.Berada di dalam t