Share

Bab 2

"Tidak juga, hanya saja gerak-geriknya menarik perhatianku."

"Sepertinya usianya lebih muda dari kita."

"Ya, kurasa juga begitu."

Tanpa disadari, iris mata mereka bergerak mengikuti seiring derap langkah kaki perempuan asing itu.

Berdiri tepat di samping peti mati yang belum tertutup, air matanya mulai berlinangan. Sepucuk sapu tangan putih diusapkan ke pipinya yang telah basah.

Setelah kacamata hitamnya dilepas, dipandanginya sesosok tubuh yang sudah terbujur kaku di dalam peti mati. Seakan tak mampu menahan perasaan sedihnya, tangisnya kembali pecah sehingga mengalihkan perhatian pelayan lain padanya.

Lucas yang bertuxedo hitam tiba-tiba muncul dan berjalan mendekat. Lengannya menjangkau bahu perempuan itu. Diusapkannya telapak tangannya ke bahu wanita itu beberapa kali untuk menenangkannya.

Tak dapat dipungkiri, terselip rasa cemburu yang berkecamuk dalam dada Charity saat melihat sikap Lucas pada perempuan itu.

Perempuan itu masih terdengar menangis sesenggukan saat rombongan pelayat baru mulai berdatangan. Lucas seketika menarik tangan si perempuan agar menjauh dari peti mati kayu dan memberikan kesempatan pelayat lain untuk melakukan penghormatan terakhir mereka pada si jenazah.

Pandangan Louise dan Charity masih belum bisa lepas dari Lucas dan perempuan asing itu.

"Kurasa Lucas sudah sangat mengenal wanita itu dengan baik sebelumnya." sahut Louise saat menatap tangan Lucas yang menggenggam erat tangan perempuan asing itu.

"Dan dengan adik Lucas tentu saja, tapi siapa dia? Kenapa dia bisa berkaitan dengan keluarganya Lucas?"

"Entahlah. Sulit untuk menerkanya, apa perlu kita mencari tahu?"

***

Louise mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan gereja usai melakukan doa, didapatinya ruang gereja sudah agak sepi, hanya ada beberapa orang yang masih tetap disana, sedangkan Charity sudah pulang lebih awal. Diputuskanlah untuk meninggalkan gereja dan segera pulang setelah menyadari hari sudah larut malam.

Berulang kali Louise mencoba untuk menyalakan mesin mobil tapi mobil masih juga belum mau hidup. Kehilangan kesabaran, Louise akhirnya keluar dari dalam mobil lalu melakukan pengecekan.

Louise hanya bisa menggerutu setelah mendapati tidak hanya mesin mobilnya yang bermasalah tapi juga ban mobilnya yang kempes, ia pun menendang ban mobilnya dengan keras. Louise kembali masuk ke dalam mobil untuk mengambil tas dan beberapa benda penting,

Brukkk….

Louise dikejutkan oleh bunyi benda yang jatuh di atas atap mobil. Kucuran darah merah segar bercampur bulu-bulu hitam tampak dari balik kaca mobilnya. Dipejamkan matanya seketika sampai ia pun kesulitan menelan salivanya. Dilingkupi rasa penasaran, Louise pun membuka pintu mobil untuk menengok.

"Ga-gak?"

Seekor burung gagak yang sudah mati jatuh secara perlahan, meninggalkan jejak darah di kaca mobil. Bau anyir menusuk hidungnya.

Dengan wajah memutih, Louise beranjak menjauhi mobil. Helaan napas berat mengiringi langkahnya untuk mencari tempat penginapan di sekitar area gereja.

Sepanjang perjalanan di jalanan yang licin dirasakannya udara berdesir, daun-daun bergemerisik, burung gagak yang berkoak-koak dan gonggongan anjing yang menyalak-nyalak terdengar seperti lolongan serigala. Suasana malam ini terkesan begitu mencekam baginya.

Sekelebat bayangan gelap bergerak begitu cepat. Louise melirik ke kanan dan ke kiri. Nihil. Merasa seseorang sedang menguntit dan mengawasinya, sontak Louise pun menoleh ke arah belakang.

Dalam radius yang cukup jauh, netranya menangkap sinyal-sinyal bahaya yang sedang mengintainya. Seorang pria berpakaian serba gelap dengan mengenakan topeng berwarna perak yang menutupi seluruh bagian wajahnya tengah berdiri sambil menatapnya dengan mata tajam yang menyala-nyala.

Ditelusurinya setiap jengkal dari tubuh pria itu, tak dinyana tampaklah kapak berwarna merah menyala tergenggam erat di tangan kirinya, seakan malaikat pencabut nyawa baginya. Menyadari dirinya akan berhadapan dengan bahaya, Louise seketika berlari. Pria berkapak itu tak tinggal diam, ia pun ikut berlari demi mendapatkan perburuan lezatnya malam ini.

Hawa dingin menusuk tulangnya, napasnya seketika menjadi tak teratur, bahkan seakan Natsumi bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdebar kencang.

Melihat deretan jeep-jeep bekas yang memenuhi area lapangan nan luas, tak pelak membuat Louise memilihnya sebagai tempat persinggahan untuk menyelamatkan diri. Di bawah kolong jeep warna kuning, ia bersembunyi.

Samar-samar terdengar suara jejak sepatu dan kapak yang dengan sengaja digesek-gesekkan ke kap mobil jeep untuk menarik perhatian mangsanya.

Pranggg….

Terdengar bunyi kaleng yang disepakkan ke salah satu kerangka besi mobil.

Dengan buliran keringat yang sudah membasahi setiap lekuk tubuhnya, Louise membekap mulutnya sendiri.

Tiba-tiba keadaan menjadi sunyi senyap, tak terdengar lagi suara apapun.

Untuk sesaat Louise mengintip dari balik kolong jeep untuk memastikan keberadaan peneror itu. Hasilnya nihil.

Merasa tempat persembunyiannya tak lagi aman, Louise memutuskan keluar dari kolong mobil. Tubuhnya terhimpit diantara badan mobil jeep-jeep besar yang berjejer-jejer rapi saat menjinjitkan kakinya.

Satu langkah… dua langkah… tiga langkah…

Empat lang-kah…

Si peneror muncul dihadapan Louise dengan sorot mata menusuk. Dilemparkanlah kapak merahnya, berharap dapat segera melumpuhkan mangsanya. Tiba-tiba Louise merasakan tubuhnya membeku dalam kebisuan malam.

Eits… Tapi tidak…

Lemparan kapak si peneror itu GAGAL, ia hanya mampu mengenai besi atap jeep meski cuma berjarak beberapa inci dari kepala Louise.

Tanpa peringatan, Louise kembali melarikan diri. Tak sudi melihat calon korbannya berhasil kabur, pria peneror itu tak tinggal diam, ia bergerak cepat dengan mencabut kapak yang tertancap.

Dalam pelariannya, Louise masih dapat mendengar siulan si peneror bertopeng itu seakan memanggil-manggil dirinya.

"Ahhhh…. Lepaskannnn!!!" teriak Louise saat peneror itu mampu menarik rambutnya dengan keras sehingga membuat beberapa helai rambutnya tercabut dari akarnya.

Salah satu tangan pria peneror itu beralih menjangkau leher Louise. Ia mencengkeram leher Louise dengan kencang, sehingga membuat tubuh Louise terangkat ke atas seakan menggapai langit-langit, kaki Louise tak lagi menginjak tanah.

Saat jari-jemarinya sibuk melakukan perlawanan, peneror itu malah semakin mengencangkan cengkramannya.

Hingga akhirnya satu tendangan yang dihempaskan Louise tepat di bagian depan alat vital mampu membuat si peneror melepaskan jeratan tangannya dari lehernya.

Ketika peneror berkapak masih mengerang kesakitan, Louise kabur dari area jeep-jeep rongsokan itu.

Tanpa sedikitpun menoleh, ia terus mempercepat langkah kakinya, menjauh tak tentu arah.

Namun, naas, di tengah pelariannya ia malah tersandung batu berukuran besar dan potongan kaca tertancap tepat di paha kanannya. Dengan napas tersengal-sengal, Louise berupaya bangkit tapi kakinya yang sudah kesakitan dan berlumuran darah membuatnya kesulitan untuk sekedar bergerak.

Tampak pria berkapak itu sudah kembali melangkah mendekatinya.

Tak banyak yang dapat dilakukan Louise, dalam keputusasaannya, diambilnya sebongkah batu sebagai penyelamat dan hanya bisa berharap akan datangnya pertolongan.

"Apa maumu sebenarnyaaaa???!!! Arrrrghhhh…" teriak Louise sambil mengerjapkan mata saat kilatan kapak itu sudah menyala-nyala di depan bola matanya.

Sorotan sinar yang berasal dari lampu mobil tiba-tiba menerangi kegelapan. Berulang kali pula terdengar suara klakson sengaja dibunyikan yang memekakkan telinga.

Perlahan membuka mata, sudah tak tampak lagi sosok pria berkapak yang tadi berdiri tepat dihadapannya. Seolah pria berkapak itu benar-benar telah lenyap.

Kepala tersembul keluar dari dalam mobil yang sudah tak asing lagi bagi Louise.

"Lucas… Lucas… kumohon tolonglah aku… Selamatkan aku… Kumohon…" pekik Louise sambil terisak.

"Sudah aman… Kau sudah aman Louise, aku bersamamu. Apa yang baru saja menimpamu?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status