Jantungnya serasa mau meledak, Isack tak pernah berada di situasi seperti ini. Berada di hotel dan berhadap-hadapan dengan seorang wanita yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuhnya.
Penampilan Eve sungguh menggoda, handuk yang dia kenakan hanya menutupi dada sampai ke paha sementara rambutnya yang basah berantakan dibiarkan tergerai.Ghm! Isack berdehem mencairkan suara canggung. “Aku membawakanmu pakaian ganti. Kau bisa memakainya.” Setelah mengambil paperbag di ranjang, Isack berjalan mendekati Eve lalu memberikan paperbag tersebut.“Terima kasih.” Eve mengambil alih paperbag dari tangannya. Selalu tertunduk tak berani mengangkat wajahnya membalas tatapan Isack.“Tunggu!” Isack menahan lengannya saat melihat Eve hendak memutar tubuhnya masuk ke kamar mandi.Glek! Isack menelan saliva melihat buliran air sisa mandi di wajah Eve yang mengalir turun ke leher menuju ke dada dan berakhir di handuk. Isack benar-benar dihadapkan dengan cobaan yang menggetarkan iman.Belum lagi ditambah rambut Eve Daphni yang basah dan berantakan menempel di pemukaan kulit wajah serta tubuhnya, menambah tingkat keseksiannya semakin meningkat.Namun semua itu buyar kala Isack melihat sesuatu di leher Eve yang nyaris tertutup rambut basah.“Ya?” Eve kebingungan.Isack mengulurkan tangannya, menyelusup masuk ke sela rambut Eve yang basah.Hal itu tentu saja membuat Eve tersentak, nyaris menghindar tapi tangan Isack yang besar terlanjur meraih lehernya yang mungil.Tentu saja Eve tak bisa menolak, dia terpaksa mengikuti keinginan Isack yang tengah memastikan sesuatu di leher. “Kenapa?” Eve berdebar, merasakan panas sentuhan tangan Isack di leher.Ekspresi wajah Isack tak terbaca, datar. Tetapi aura di sekitar tubuhnya terasa mencengkam. “Detik di mana kau menandatangani surat perjanjian itu ... maka kau telah menyerahkan diri padaku. Jadi, kau harus ingat bahwa sekarang tubuh ini bukan hanya milikmu. Tapi milik keluarga Prishon,!” ucap Isack dipenuhi penekanan di akhir kalimat.Eve hanya diam tak berani menjawab. Sadar karena pemasok uang terbesar untuk pengobatan ibunya saat ini adalah Isack.Sementara itu, Isack masih fokus dengan tanda merah di sana. Hasil dari perbuatan Elezar sebelumnya. Rahangnya menguat menahan diri untuk tidak menggigit leher Eve seperti apa yang saat ini ada di pikirannya. Tentu saja dia berpikir seperti itu agar bekas merah di lehernya menghilang dan berganti dengan bekas miliknya. Tetapi hal itu tak mungkin Isack lakukan.Perlahan Isack menarik tangannya, melepaskan Eve. “Pakai bajumu.”Eve tak langsung masuk ke kamar mandi, sejenak menatap Isack yang telah memunggungi dirinya seolah enggan menatap.~♤~Masih penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh Isack, Eve Daphni segera mendekati kaca setelah berhasil masuk ke kamar mandi.“Ada apa dengan leherku?” Matanya terbelalak melihat bekas merah ada di lehernya. “Elezar? Dia meninggalkan bekas ini.”Eve terdiam, teringat ucapan Isack.‘Detik di mana kau menandatangani surat perjanjian itu ... maka kau telah menyerahkan diri padaku. Jadi, kau harus ingat bahwa mulai sekarang tubuh ini bukan hanya milikmu. Tapi milik keluarga Prishon!’“Arrgh! Aku lupa kalau dia keturunan keluarga Prishon,” gumamnya. “Kenapa dia marah melihat kiss mark ini?”Tak lama Eve keluar mengenakan gaun perdelapan berwarna Moca.“Kau sudah selesai?” Isack duduk di sofa, meletakkan ponsel di meja setelah melihat Eve keluar dari kamar mandi.Uhm! Gumam Eve menanggapi pertanyaannya.“Duduklah, aku sudah memesan makanan untukmu. Sebentar lagi mungkin akan datang.” Isack beranjak berdiri.Eve gugup melihat Isack berjalan kearahnya. Tapi ternyata lelaki itu berjalan melewati dirinya begitu saja. “Eh?” Malu, pipinya bahkan telah merona tapi ternyata Isack masuk ke kamar mandi.Di belakang sana, Isack tersenyum tipis seolah tahu apa yang sedang Eve pikirkan. “Gaun itu sangat cocok untukmu,” ucapnya lirih.Eve merona mendengarnya.~♤~Huuuft! “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau aku kembali ke rumah ... akankah senior mengizinkanku?” Matanya membulat ketika teringat sesuatu. “Bodoh! Aku telah melakukan kesalahan.” Eve memukul keningnya sendiri, mengutuk setelah teringat dirinya memanggil Isack dengan sebutan senior saat di rumahnya. “Bagaimana kalau dia menyadarinya? Ah, tidak ... nyatanya sampai saat ini dia tidak bertanya apa pun padaku.” Eve menenangkan diri.Mulai bingung mencari keberadaan ponselnya tapi ternyata ada di meja dan anehnya di sana juga ada ponsel milik Isack. “Sejak kapan ponselku ada di sini?” Hendak mengambil ponselnya tapi saat itu bertepatan dengan layar ponsel milik Isack yang menyala.Entah pesan masuk dari siapa karena perhatian Eve tertuju ke gambar di layar ponsel milik Isack. “Eh?” Terkejut melihat foto Isack mencium kening seorang perempuan. Sayangnya Eve tak bisa memastikan wajahnya karena foto sengaja di crop dan hanya menampakkan sisi wajah Isack.Akan tetapi jelas terlihat kalau di foto tersebut Isack tengah menutup mata saat mengecut kening perempuan itu.“Siapa?” gumam Eve bertanya-tanya. “Aku yakin dia seorang perempuan, tapi ... jika dia memiliki kekasih kenapa senior tidak mengajaknya menikah dan malah mengajakku? Apa-apaan ini?”Di dalam kamar mandi, Isack tengah mencuci wajahnya. Menatap bayangan diri di cermin. Tangannya mengusap embun di kaca agar wajahnya terlihat jelas di sana.Ting tong! Bunyi bel kamar, tanda seseorang datang mengunjungi kamar itu.Isack hendak keluar tapi samar-samar dia mendengar suara Eve Daphni.“Ya, tunggu sebentar.”Isack terkejut bukan main karena tak mungkin membiarkan Eve membuka pintunya. Dia telah keluar dari kamar mandi, perhatiannya tertuju kepada Eve yang sedang melangkah mendekati pintu.Eve telah meraih hendelnya namun belum sempat membuka pintu karena Isack terlanjur menahan.“Tunggu!” sahut Isack. Entah sejak kapan lelaki itu tiba-tiba berada di belakangnya.Eh! Eve terkejut bukan main. Tangannya yang berada di hendel pintu seketika terasa hangat karena Isack menggenggamnya.Pintu sempat terbuka meski sedikit tapi posisi Isack yang berada di belakang Eve mendorong paksa agar pintu kembali tertutup.Alhasil Eve memutar tubuhnya dan tanpa sengaja mencium dada Isack.Plug! Wajah Eve membentur dada.Brak! Pintu kembali tertutup.Tubuh Eve terhimpit antara pintu dan Isack yang berdiri di depannya.Deg, deg, deg!Bukan hanya Eve, bahkan Isack berdebar tak karuan. Tak ada jarak di antara mereka saling menempel menciptakan hawa panas di sekitar.Perhatian Isack tertuju ke bibir Eve yang basah, seharusnya dia bisa menahan diri tapi terlanjut Eve mengangkat wajahnya, mereka saling menatap.Eh! Mata Eve Daphni mengerjap saat kejatuhan air yang mengalir dari rambut Isack. Air sisa mencuci wajah. Ah! Tangannya refleks mengusap matanya yang terasa perih.“Stop! Kau bisa membuat matamu merah.” Isack menahan kedua tangan Eve.“Tapi mataku ....” Eve masih memejamkan mata. Ucapannya terhenti kala pipinya terasa hangat. Ternyata Isack menyentuh wajahnya menggunakan telapak tangannya yang besar.Mengusap mata Eve yang terkena air. Namun tak lama dia justru terdiam karena tak lagi merasakan gerakan. Namun Eve yakin tangan Isack masih berada di pipi.Deg!Entah apa yang dilakukan Isack saat itu, namun Eve merasa sesuatu ada yang mendekat ke wajahnya. Ada hawa panas di sekitar wajahnya, bahkan Eve sangat yakin bahwa Isack tengah mendekati wajahnya saat itu.Harum, wangi maskulin tercium semakin kuat.Glek! Eve menelan saliva.“T–tuan Prishon?” Eve gugup, pipinya merona. Berharap apa yang ada di pikirannya tak akan terjadi.Ada amarah yang tak bisa dia luapkan. Melihat Eve menemui Elezar di cafe tadi, mengingatkan Isack pada beberapa hari yang lalu saat dia ke rumah sakit menjemput Eve.Meski tak begitu yakin, Isack melihat sosok Elezar berjalan menuju ke lorong. Dia yakin jika hari itu mereka berdua bertemu di sana. Berusaha menampik keras bahwa itu hanya bayangannya saja, namun setelah kejadian hari ini membuat Isack yakin jika Eve dan Elezar masih sering bertemu.Dia berdiri di samping jendela koridor menunggu Eve yang tengah berganti baju. Ponsel berada di tangan menjadi satu-satunya pusat perhatian Isack saat ini.Notif dari m-banking membuat Isack berpikir keras. Apa yang membuat Eve harus menghabiskan uang lima puluh juta.Bukan pelit atau perhitungan, karena Isack telah menyerahkan semua uang yang dimiliki kepada Eve. Kartu hitam di berikan kepada Eve adalah kartu utama yang biasanya Isack gunakan. Sementara dirinya sengaja menggunakan kartu kedua yang isinya tak seberapa. Meski begitu nominal y
Drrrt! Perhatian Isack beralih ke layar ponselnya yang menyala. Matanya sempat terbelalak melihat nominal uang yang tertera di layar dalam notif transaksi m-banking. “Apa yang dia lakukan dengan uang sebanyak itu?” gumamnya dalam hati. “Noe?” panggilnya. Noe yang berdiri di seberang meja pun mendekat. “Iya, Tuan?” “Bagaimana mengenai perkembangan ibunya Eve?” “Sampai saat ini masih tetap sama, saya belum mendapat laporan jika perkembangannya lebih baik.” “Mengenai administrasi?” Ekspresi Isack terlalu datar menunggu jawaban Noe, tapi dia sangat berharap apa yang dipikirkan saat itu mengenai Eve adalah salah. “Saya sudah membayar selama beberapa bulan ke depan, tetapi sampai saat ini dari pihak rumah sakit belum memberi kabar mengenai biaya tambahan.” Isack terdiam. “Mungkinkah dia menggunakan uang itu untuk keperluan ibunya?” tanyanya dalam hati. “Mengenai kebutuhan Eve, bagaimana?” “Saya sudah menyiapkan semua seperti yang Anda minta, tanpa ada yang terlewat sedikit pun, Tuan
Eve terperanjat melihat Isack tersenyum kala menjawab panggilan. “Wajahnya terlihat sangat bahagia, apakah kekasihnya yang sedang menelepon?” batinnya. “Uhm, kapan kau pulang?” Bahkan suara Isack sangat lembut. “Iya, aku merindukanmu. Cepatlah pilang.” Entah mengapa Eve sangat kesal mendengar percakapan mereka. Meski belum jelas hubungan Isack dengan seseorang yang meneleponnya tapi Eve yakin jika dia seorang perempuan. Tak bisa lagi mendengar kemesraan mereka, Eve memilih pergi. Tapi Isack sengaja meraih tangannya. Deg! Langkah Eve terpaku, hanya bisa diam tak berani menatap matanya. Sementara itu Isack masih sibuk dengan ponselnya. Matanya melirik mengamati ekspresi Eve. “Hmm, aku akan menjemputmu nanti saat kau sudah sampai di bandara.” Mata Isack bergerak turun ke tangan Eve yang mengepal. Bibirnya lalu tersenyum tipis. “Lepas!” lirih Eve. Isack terdiam, beralih menatap wajahnya. “Kau sedang bersama seseorang?” Suara perempuan itu terdengar meski samar-samar. “Hmm,” gumam
“Kau?” Eve terpaku, kedua tangannya meremas gaun yang dikenakan setelah melihat keberadaan Elezar di sana.“Kenapa terkejut seperti itu? Padahal kita belum lama memiliki hubungan yang sangat baik. Eve, kenapa harus seperti ini?”“E, Elezar ... maaf, tapi aku harus pergi!” Tak ingin mendapat masalah dengan Elezar, Eve memilih pergi begitu saja. Dia berjalan melewati Elezar yang berdiri di depannya begitu saja.Namun langkah Eve terhenti karena Elezar mencengkeram tangannya. “Tunggu!” bisiknya tepat di telinga saat Elezar berhasil menghentikan Eve. “Hmm, apa kau sudah tidur dengannya ... aku bisa mencium aroma sampo yang tak biasa dari rambutmu.”Matanya membulat, cepat-cepat Eve menjauh sembari menepis kasar tangan Elezar. “Itu bukan urusanmu, hubungan kita sudah berakhir. Jadi aku mohon, jangan pernah lagi datang dan mengganggu hidupku!”Cih! Elezar tersenyum sinis. “Sayangnya ... aku justru akan terus mengejarmu.”“Elezar!” geram Eve tertahan karena sadar posisi mereka berada di ruma
Hening, Isack masih terdiam menatap Eve yang berdiri di tengah pintu.Ghm! Dia berdehem, menetralkan perasaan. Mengalihkan perhatian ke puding di tangan. “Duduklah dan habiskan pudingmu.”Eve pun merasa malu karena penampilannya sangat minum, sebagian pahanya terlihat. Dia duduk di kursi yang berseberangan dengan Isack.“Aku sudah meminta Noe menyiapkan semua kebutuhanmu. Jika ada yang kurang kau bisa meminta pada Noe untuk membelikannya.” Isack memulai pembicaraan.“Uhm, terima kasih.” Eve mulai menikmati puding buatan Isack. “Hmm, ini sangat enak. Aku tidak menyangka Senior bisa membuat puding seperti ini,” batin Eve.“Apa ada berkas penting yang tertinggal di rumahmu? Aku akan meminta Noe untuk mengambilnya jadi ... kau tidak perlu kembali ke sana.” Jelas, Isack tak ingin Eve bertemu lagi dengan Elezar. Dia takut lelaki itu akan berbuat hal yang tak diinginkan ketika Eve tidak dalam pengawasannya.“Tidak ada,” jawab Eve pendek, karena semua berkas penting miliknya telah di ambil al
Tok, tok, tok!Deg!Dada Eve berdebar kencang kala mendengar ketukan di pintu. Namun sayangnya Isack masih belum melepaskan ciumannya.Bibirnya masih aktif, melumat dan memainkan bibir Eve.Tok, tok, tok!“Tuan, ini saya ... Emili.” Kepala pelayan di rumah itu tengah menunggu di luar.“Bagaimana ini? Bagaimana jika pelayan itu masuk ke dalam?” racau Eve dalam hati, sementara fokusnya terbagi karena cumbuan Isack membuatnya terbuai. “Aku ingin menghentikannya, tapi kenapa aku tidak bisa?”Ciuman terhenti. “Tenang, Emili tidak akan masuk jika aku tidak mengizinkannya,” bisik Isack sebelum melanjutkan lagi pagutan bibir mereka.“Eh, tidak! Ini sangat bahaya.” Eve semakin kalang kabut ketika Isack menjunjung tubuhnya, membawanya ke sebuah ruangan dan memaksa Eve duduk di atas meja.Deg-deg!Mmh~Tok, tok, tok!“Tuan, mobil sudah siap.”Ngh~Tak peduli seruan Emili, Isack terus mencumbu bibir Eve.Beberapa kali setelah mendapat tepukan di bahu, Isack segera membuka mata dan menghentikan ci