Wanda menelepon Leonard. Dari ujung telepon terdengar suara pria yang sangat rendah, bahkan dingin. "Wanda, ada apa?"Suara Leonard pun terdengar seperti dia sudah menunggu lama."Pak, apa Anda ada waktu beberapa saat ini?" Wanda mengatakan acara yang akan diadakan di taman kanak-kanan dengan singkat, lalu dia berkata, "Aku tahu waktumu sangat berharga, bahkan acara begini nggak di dalam jadwalmu. Hanya saja, aku dan Sasha berharap kamu dan Ziko bisa datang."Orang di ujung telepon itu diam beberapa detik, Wanda pun menahan napasnya. Dia bahkan bisa menebak kalau Leonard sedang mengerutkan alisnya sambil menatap jadwalnya.Saat Wanda mengira Leonard akan menolak dengan lembut, dia malah berkata, "Baik, aku akan bawa Ziko pergi."Dia setuju?!Wanda sangat kaget, tapi merasa masuk akal. Demi membuat Ziko bisa kembali hidup seperti orang normal, Leonard juga melakukan banyak kompromi."Bagus sekali." Suara Wanda terdengar rasa senang.Leonard di telepon mendengar Wanda bilang pada Sasha,
Wanda berbalik badan, lalu melihat Sasha berpakaian baju tidur beruang mengucek mata seperti baru bangun dan dia berdiri di depan dapur.Wanda meletakkan gelas dan berjalan ke sana sambil merapikan rambut putrinya. "Apa tidur semalam nyenyak?""Iya." Sasha mengangguk dengan kuat. "Setelah paman mengantarku pulang, aku langsung tidur."Beberapa saat ini, Sasha sedang belajar skateboard di Pusat Olahraga Provinsi. Saat Wanda tidak sibuk, dia akan mengantar dan menjemput Sasha, atau menemani Sasha latihan. Namun, beberapa saat ini proyek Quantum Tech sudah mendekat, jadi dia setiap hari lembur. Tugas mengantar dan menjemput Sasha diserahkan pada Fabian.Pelatih tim provinsi sangat percaya akan kemampuan Sasha, jadi melatih Sasha dibidang skateboard. Sedangkan Fabian lebih memahami akses teknis olahrada daripada Wanda.Kalau Wanda yang temani, benaran hanya temani saja dan hanya memberi semangat.Sedangkan Fabian bisa langsung melihat kekurangan Sasha, selain itu dia sangat peka terhadap o
Andre menutup pintu kamar tidur dengan lembut, tetapi tidak langsung pergi.Pria itu bersandar pada papan pintu yang dingin, berdiri diam dalam kegelapan selama beberapa detik, baru akhirnya mengangkat tangan dengan agak gelisah untuk melonggarkan kerah bajunya.Di udara seolah masih tersisa aroma lembut dari tubuh Wanda, bercampur dengan uap air hangat yang mengepul dari handuk panas, diam-diam menyelimuti ujung hidung Andre.Pria itu berbalik, lalu berjalan menuju jendela besar di ruang tamu.Di luar jendela ada pemandangan malam kota yang gemerlap. Ribuan lampu rumah bagaikan bintang-bintang yang berserakan. Namun, semua itu tidak mampu menerangi pikiran Andre yang kacau pada saat ini.Dia mengeluarkan sekotak rokok dari sakunya, mengambil sebatang, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Namun, gerakannya berhenti saat menyentuh korek api.Andre menoleh untuk melirik pintu kamar tidur yang tertutup rapat. Akhirnya, dia memasukkan kembali rokok yang belum dinyalakan ke dalam kotak, lalu
Andre mempertahankan postur tubuhnya yang agak kaku, tidak berani bergerak sedikit pun hingga napas orang dalam pelukannya kembali menjadi stabil. Seolah gerakan tadi hanyalah perilaku tidak sadar dalam tidur. Baru pada saat itulah Andre meluruskan pinggangnya dengan sangat perlahan, menggunakan kakinya untuk menutup pintu mobil dengan lembut, lalu menggendong Wanda menuju lift.Wanda sangat ringan.Andre mendesah dalam hati. Wanita dalam pelukannya ini bagaikan sehelai daun gugur. Andre hanya perlu mengeluarkan sedikit tenaganya untuk mematahkan wanita di pelukannya ini.Darah panas mengalir deras dalam tubuh pria itu. Dia sedang menekan dorongan paling primitif.Tubuh Wanda jelas sangat ringan. Bagi pria yang sudah bertahun-tahun mengangkat beban 40 kilogram, menggendong Wanda dengan satu tangan saja sudah lebih dari cukup.Namun, keringat muncul di wajah Andre.Andre melangkah memasuki lift, mengira cahaya di dalam lift akan membuat Wanda terbangun.Pandangan Andre tertuju ke bawah,
Wanda hanya tersenyum. "Arah analisismu benar."Andre berkata, "Berarti tebakanku nggak sepenuhnya benar."Wanda berkata, "Aku baru saja menganalisis data intranet, data internal perusahaan. Semua data ini dikirim ke pusat Grup Lukita, Giana terus memantau data Quantum Tech. Di sisi lain, kalau seseorang nggak memiliki otoritas tinggi seperti Giana, dia hanya bisa menggunakan cara sedikit demi sedikit membawa keluar dokumen Quantum Tech dari perusahaan."Lampu di dalam mobil mati, hanya ada cahaya dari luar menyinar ke wajah Andre sehingga wajahnya ada cahaya yang memesona.Saat mobil berhenti karena lampu merah, Andre menoleh melihat ke arah Wanda yang di sampingnya.Andre tidak melihat ada perasaan cemas atau lelah dari samping wajah Wanda.Andre pun tertawa sambil berkata, "Kamu pasti merasa senang.""Bukankah ini baru menarik?" tanya balik Wanda kepadanya. "Dalam jangka panjang meneliti data adalah hal yang membosankan. Aku tahu Giana akan mempersulitku, tapi tak disangka akan ada
Wanda mengangkat alis ke arah Andre. Ujung matanya terangkat seolah memiliki daya tarik tersendiri, bagaikan mawar harum yang mekar di malam hari, meninggalkan warna cerah yang hidup di dalam pupil mata orang lain."Maaf." Wanda tersenyum sambil menjelaskan, "Aku tahu kalau kamu ingin membantuku, tapi bagaimanapun juga, ini adalah urusan internal Quantum Tech. Aku terbiasa menggunakan orang-orangku sendiri untuk menyelesaikannya."Andre menanggapi, "Wanda, kata-katamu memang benar. Lagi pula, aku belum menjadi orangmu."Kedua staf yang menunggu di samping berharap bisa membenamkan wajah mereka ke dada.Apakah Andre tahu apa yang sedang dia katakan?Apakah mereka baru saja mendengar informasi yang luar biasa?Ternyata putra kesayangan keluarga Setiadi yang terkenal di Kota Jinggara ini belum bersama dengan bos mereka?Meski kedua staf ini selalu mengawasi monitor di ruang kontrol sejak mulai bekerja, mereka tidak pernah melewatkan satu pun gosip tentang presdir mereka.Wanda melirik And