Raut kecewa di wajah Anara terus terbayang-bayang di benak Abi. Ada rasa tidak tega, namun dia harus tetap pada logika.
Entah bagaimanapun kehidupan wanita itu saat ini, dia sudah berstatus sebagai istri orang. Dan setahu Abi, suami Anara itu, Pram Sanjaya, bukanlah pria sembarangan.
Meskipun cukup mengejutkan ketika akhirnya Anara memilih untuk menikahi kakak iparnya sendiri. Tapi, siapa juga yang bisa menolak pesona seorang Pram? Meskipun saat itu berstatus duda, kualifikasinya jelas melebihi pria lajang biasa. Dan saat itu Abi jelas tidak ada apa-apanya.
Ya, Anara telah memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pria itu ketimbang pergi bersama Abi ke luar negeri. Jadi kalau sekarang wanita itu masih merengek bahwa dia tidak bahagia, itu bukanlah urusan Abi.
Memang, darah Aryasena semuanya sama saja.
Abi mencibir. Kini, dia harus tetap fokus
"Mau apa waria itu kesini?" Tanya Pram pada Anara yang masih sibuk membereskan kumpulan katalog properti yang berserakan di atas meja di hadapannya."Namanya Sisca. Dia itu temanku!" sahut Anara cuek."Wah, selera pertemananmu cukup unik."Anara masih sibuk membereskan katalognya dan tidak berminat membalas perkataan Pram. Sementara itu, Pram mulai memperhatikan katalog yang sedang dibereskan Anara."Apa kau berniat cari tempat pelarian baru? Mau kurekomendasikan?"Anara mendengus kesal sambil menatap Pram sebal. "Bukan urusanmu!" Ia langsung bangkit, namun ketika melalui Pram, tiba-tiba pria itu menarik tangannya lembut."Apalagi??" Bentak Anara. Pram hanya tersenyum sambil mengusap lembut kepala Anara. "Ada kotoran di kepalamu. Lain kali, keramaslah lebih bersih."Anara melongo tak percaya. Kemudian ia reflek iku
9 tahun yang lalu...Pram berdecak kesal mengutuk kemacetan panjang yang sudah sekitar satu jam melanda. Ia melirik arlojinya. Seharusnya dia sudah tiba di tempat pertemuan setengah jam yang lalu. Namun kemacetan yang tak terduga ini justru membuatnya akan terlambat!Klien yang akan ditemuinya sangat penting, dan bagaimana bisa Pram memberikan kesan buruk dengan datang terlambat pada pertemuan pertama mereka?!Sekretaris Pram, Ammar, Wiguna, menelepon klien tersebut dan memberitahu mengenai perihal keterlambatan mereka. Dan beruntungnya, ternyata sang klien juga sedang terjebak kemacetan panjang di ruas jalan yang berbeda. Keduanya pun memutuskan untuk mengundur waktu pertemuan mereka.Pram menarik napas lega. Ia meminta dokumen yang akan mereka bahas nantinya pada Ammar. Ia ingin mempelajarinya sekali lagi sebelum bertemu dengan sang klien.Tiba-tib
Dua bulan sudah berlalu sejak acara peresmian itu. Dan sudah dua bulan ini pula sesuatu telah berubah dari Pram. Ia selalu tampak kurang bersemangat. Memang ia tetap mengerjakan segalanya dengan baik, namun setelah itu ia lebih sering menyendiri dan terlihat merenung menikmati kesendiriannya.Ammar menjadi khawatir melihat keadaan tuannya. Tentu ia tahu apa penyebabnya.Gadis itu. Anara Aryasena...Perusahaan Sanjaya memang masih mengikutsertakan organisasi Himpunan Pemuda Peduli Negeri dalam setiap kegiatan bakti sosial mereka. Hanya saja Pram-lah yang tidak lagi langsung berpartisipasi. Dia hanya menyerahkan segala urusan pada staffnya saja.Ammar tahu pasti. Pram pasti berat hati untuk bertemu Anara lagi...Ammar tersenyum. Tuannya ini benar-benar sosok yang baik hati. Meskipun cakap dalam berbisnis, namun kalau urusan hati, tuannya ini polos sekali.Anara masih muda. Dan hubungannya dengan pemuda itu m
Pram menyambut kaku uluran tangan dari seorang wanita cantik yang sedang tersenyum di hadapannya. Tangan yang lembut dari seorang wanita berparas jelita dengan rambut panjang bergelombangnya yang dibiarkan tergerai indah. Gaun panjang putih gading bertabur kristal Swarovski dan berpotongan sabrina di atasnya semakin menambah keeleganan wanita ini.Namun sayangnya, tak satupun dari semua keindahan ini mampu membuat Pram berdebar-debar. Sederhana saja, karena wanita di hadapannya bukanlah Anara Aryasena. Melainkan sosok lain bernama Amira Aryasena."Amira ini baru saja pulang dari Korea Selatan. Dia diundang secara khusus oleh Seona Kim untuk berkolaborasi dengannya di acara resital piano miliknya di sana. Ini sungguh suatu kehormatan untuk puteri kami," Ujar Jeanita memperkenalkan puterinya dengan penuh kebanggaan. Amira tersenyum malu sambil curi-curi pandang ke arah Pram di depannya meskipun saat ini raut wajah pria itu justru berubah datar."
"APA?? MENOLAK AMIRA??!"Suara Sinta terdengar menggelegar ke seluruh ruangan tepat setelah Pram mengatakan maksudnya untuk membatalkan perjodohannya dengan Amira Aryasena. Pengakuannya membuat Sinta berang."Tenanglah sayang," Suaminya, Bakrie Sanjaya berusaha menenangkannya. Ia melirik ke arah puteranya memberi kode agar berhenti membuat ibunya semakin marah."Ibu, bukan Amira yang kucintai. Aku tidak ingin menikah dengannya!" Tegas Pram, mengabaikan kode keras dari ayahnya. Sinta kembali duduk dengan lemas sambil memijit pelipisnya."Tapi Pram, ini semua akan sulit. Perjodohanmu sudah kami atur dan sudah banyak kolega kita yang mengetahuinya," Ujar Bakrie turut membujuk puteranya."Ini masih belum terlambat, Ayah. Kita hanya perlu mengonfirmasi bahwa Ibu telah menjodohkanku dengan gadis yang salah. Ini semua hanya salah paham.""Gad
"Pak Direktur...?"Suara yang lamat-lamat terdengar masuk ke telinga Pram membuatnya perlahan-lahan membuka matanya. Namun pandangannya masih mengabur dan kepalanya sedikit pusing.Ia perlahan bangkit dan tersadar bahwa kini ua sedang berada di atas ranjang, namun ini bukan ranjangnya. Masih dengan mata yang mengabur, ia mengitari pandangannya ke sekeliling ruangan. Ya, ruangan ini asing baginya...Sebenarnya ada di mana dia sekarang...?"Pak Direktur... Sudah sadar?"Sebutan yang sangat familiar bagi Pram namun entah kenapa tidak dengan suaranya. Entahlah apakah ini efek dari kepalanya yang masih pusing.Pram menatap ke sumber suara. Bayangan seorang wanita bergaun midi coklat keemasan dan rambut dikuncir satu ke belakang akhirnya membuatnya familiar."Anara??"Sosok itu semakin mendekat. Pram mengerjapkan matanya berkali-kali untuk mencoba melihat lebih jelas namun gagal."Kelihatannya Pak
Dan pada akhirnya Pram memang harus menikahi Amira!"Nak, percayalah pada Ibu. Meskipun pernikahan ini diawali dengan kurang baik, tapi pasti pernikahan ini adalah yang tepat untukmu. Amira adalah jodohmu. Jadi Ibu mohon lupakanlah perasaanmu untuknya adiknya itu, dan mulailah hidup berbahagia bersama Amira dan calon anak kalian yang sedang dikandungnya."Sinta memeluk puteranya sambil menangis. Meskipun ia tahu Pram tidak bahagia atas pernikahan ini, tapi sebagai seorang ibu dia tetap berusaha untuk membesarkan hati puteranya.Pram membalas pelukan ibunya dengan erat. "Tenanglah, Bu. Aku akan tetap menjalani pernikahan ini dengan baik."Ya, Pram sudah bertekad untuk bertanggung jawab atas segalanya. Dan ia akan melupakan cintanya pada Anara.Pernikahannya dan Amira dilangsungkan dengan begitu meriah. Amira sendiri tampil sangat cantik dengan gaun pernikah
Pram menatap kaku mobil yang sudah hancur di hadapannya. Sejak mendapat telepon dari pihak kepolisian yang mengatakan bahwa istrinya tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, jiwanya serasa mati. Bahkan hingga kini.Pram menatap darah yang tercecer di sekitar mobil yang hancur dengan pilu.Darah Amira.Pram memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya pilu. Dan hatinya menjadi luar biasa sakit. Ia memang tidak menyukai Amira, namun bukan berarti ia menginginkan kematiannya.Untuk pertama kalinya, air mata Pram tumpah karena Amira.Di rumah sakit, sembari menunggu kedatangan para keluarga, Pran merenung sambil menenangkan Lila yang sedang menangis di sampingnya.Amira tidak tewas sendirian dalam kecelakaan itu. Melainkan bersama mahasiswa selingkuhannya. Pram secara khusus meminta Ammar menyelidiki segalanya lebih cepat mengenai