Share

5. Tidak Jadi Berkumpul

Setelah lama menunggu, Lili tidak juga mendapat kepastian dari teman-temannya. Lili yang sejak tadi sibuk mengendarai sepeda MTB-nya tidak kunjung memeriksa ponselnya. Merasa jenuh menunggu, akhirnya Lili memeriksa ponselnya itu. Ia mengeluarkannya dari tas kecilnya kemudian menekan-nekan layarnya.

“Pertemuan kita ditunda sore saja, ya? Mengingat banyak yang ga bisa hadir pagi ini,”

pesan WA yang dibaca Lili.

Lili lalu mekalukan scroll chat ke atas. Tampak di sana beberapa respon dari aggota lainnya yang tiba-tiba memberikan informasi perihal ketidakhadiran mereka.

“Astaga.. Kenapa ga daritadi WAG ini aku buka? Sudah menghabiskan waktu seperti ini. Ah! Menyebalkan sekali. Selain menunggu sia-sia, minumanku pun dirampok oleh orang aneh itu,”

gumam Lili kesal.

Lili lalu langsung dengan cepat mengenakan tas kecil dan helm sepedanya. Ia kemudian pergi dengan mengendarai sepeda dengan kecepatan yang lebih tinggi.

****

Sore hari pukul 16.09.

Lili kembali datang ke kantin tepi kolam itu. Kini kondisi berbeda, ketika Lili sampai maka teman-teman sekelompoknya sudah ada di situ.

Wandi berdiri di depan meja kasir. Ia memesan minuman cola. Dengan tiba-tiba Lili datang mengambil minuman yang baru saja diletakkan oleh petugas kantin itu.

“Anggap saja kamu bayar hutan kopi susu tadi pagi,”

ucap Lili sambil tersenyum kepada Wandi. Ia memberikan sebuah senyuman basa-basi yang dipaksakan.

Wandi lalu mengenyitkan dahi dan menggaruk kepalanya.

“Kok bisa-bisanya saya berhutang sama kamu?”

ucap Wandi kebingungan.

“Astaga, masih mudah sudah pikun. Bibi Sari..”

ucap Lili.

“Ya, Say? Ada apa?”

ucap petugas kantin itu.

“Dia orang yang tiba-tiba merebut kopi susu pesananku bukan?”

tanya Lili kepada Bibi Sari.

“Iya benar. Si Say cantik inilah yang kemudian membayarnya,”

ucap petugas kantin kepada mereka berdua.

“Asssh.. Lupa!”

gumam Wandi sambil mengenyitkan dahi dan mengetuk-ngetuk kepalanya pelan.

“Tidak hanya pikun! Bahkan sekarang pun amnesia. Isss.. Kasihan sekali,”

ucap Lili yang lalu meninggalkan Wandi membawa minuman cola itu. Lili pergi menghampiri teman-temannya yang sudah berkumpul itu.

Wandi kemudian memesan ulang minuman untuknya. Kemudian, ia mendatangi teman-temannya itu dan duduk sedikit berjauhan dengan Lili.

“Sebelum kita benar-benar berangkat. Seperti kelompok lainnya, kita perlu menyurvey lokasi itu terlebih dahulu. Bagaimana menurut teman-teman,”

ucap Ridwan membuka pembahasan.

Sebagian besar anggota pun menyetujuinya sehingga survey pun diputuskan akan dilakukan.

“Saya rasa dua orang saja sudah cukup untu melakukan survey,”

ucap Ronco.

“Dan.. lebih baik dilakukan oleh laki-laki saja,”

ucap Riris.

“Iya, setuju! Laki-laki saja yang berangkat survey,”

ucap Rianti.

“Nah, tadinya gua pikir memang seperti itu. Lebih baik laki-laki yang survey,”

ucap Ridwan.

“Wandi?”

panggil Emmy.

“Ogah! Saya ga mau ikut survey,”

ucap Wandi dengan mata yang tertuju pada ponsel.

“Bukan masalah itu yang gua akan bilang ke elo!”

ucap Emmy geram lalu menggeretak gigi grahamnya.

“Lalu, apa?”

tanya Wandi.

“Hargai kami di sini! Simpan ponselmu itu! Daritadi gua perhatikan elo sibuk main ponsel terus!”

ucap Emmy.

“Oh! Oke! Done!”

ucap Wandi yang telah menaruh ponsel di tasnya.

Mereka pun melanjutkan perbincangan mereka. Lili terpergoki Wandi bahwa Lili tadi memandanginya. Wandi lalu tersenyum meledek ke arah Lili. Lili melirik ekspresi ledekan Wandi itu lalu pura-pura tidak melihatnya.

****

Pertemuan kemudian usai. Pertemuan mereka berikutnya akan membahas mengenai hasi survei yang dilakukan Ronco dan Ridwan.

Lili kemudian hendak beranjak pergi. Ia menegakkan sepedanya yang terparkir dengan bersandar miring pada sebuah tiang.

Tiba-tiba dari arah belakang Wandi menyodorkan seplastik berisi dua buah botol cola dan dua bungkus cokelat batang.

“Apa ini?”

ucap Lili sambil menoleh ke arah Wandi.

“Saya tidak terbiasa berhutang. Ini bayaran atas kejadian tadi pagi,”

ucap Wandi.

“Heh heh... Pikunmu sedang kumat lagi. Bukannya tadi kita sudah impas? Aku sudah mengambil cola pesananmu?”

ucap Lili meledek Wandi.

“Tidak cukup!”

ucap Wandi.

“Apa? Tidak cukup apa?”

tanya Lili heran.

“Saya minta maaf sudah membuatmu tidak nyaman dengan kelakuan saya,”

ucap Wandi yang menyodok bingkisan itu ke lengan Lili.

“Oh! Oke..”

ucap Lili sambil kembali menyandarkan sepedanya.

Lili lalu menerima bingkisan yang diberikan Wandi. Lili mengintip isi plastik berwarna gelap itu.

“Wah? Minuman soda dua, cokelat dua.. Banyak sekali kalori yang akan masuk ke dalam tubuhku,”

ucap Lili.

“Namun, aku akan tetap mengucapkan terima kasih kepadamu. Kamu sudah menunjukkan etikad yang baik,”

ucap Lili sambil melayangkan senyum kepada Wandi.

“Salah,”

ucap Wandi.

“Eh? Salah? Yang mana..”

ucap Lili bingung.

“Itu untuk kita minum dan makan berdua. Tinggallah sebentar lagi di sini. Biarkan mereka semua pergi dulu. Tinggallah bersamaku di kantin ini,”

ucap Wandi.

“Ah! Aku benar-benar tidak mengerti denganjalan pikiranmu! Begitu membingungkan. Apakah semua orang filsafat sepertimu?”

keluh Lili yang berjalan kembali ke tempat duduk di kantin. Wandi pun mengikutinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status