Share

Bab 5 Membuat Kesepakatan

"Apa yang akan kamu lakukan, Sabi?" Jaka memperbaiki posisi duduknya lebih memiring menghadap Sabrina.

"Saya akan buat dia kelimpungan," jawab Sabrina. Ia segera menekan kontak bernama 'suamiku' pada layar ponselnya. Berdering dan tak lama langsung dijawab.

"Halo, Sabi. Ada apa?" Suara Hasbi terdengar ketus begitu benda pipih itu Sabrina tempelkan pada telinganya.

"Halo, Mas. Kamu dimana?" Sabrina berbalik tanya sekedar basa-basi. Ia hanya ingin tahu jawaban apa yang akan dikatakan suaminya.

"Bukankah sudah aku katakan kalau aku sedang bertugas." Jawabannya jelas sekali bohong.

"Bisakah kamu pulang, Mas? Ini kan hari minggu," sindir Sabrina. Ia sesekali melirik ke arah Jaka yang tengah mendengarkan percakapannya.

"Hari minggu pun aku tetap bertugas, Sabi. Aku tak bisa pulang, memangnya ada apa?" Suara tegas Hasbi kembali beralasan. Lagi-lagi pria itu berbohong.

"Mas, perutku sakit sekali terasa ditusuk-tusuk. Aku tak dapat bangun dari tempat tidur, aku mohon pulanglah. Bawa aku ke rumah sakit, Mas. Tolong aku, Mas," rintih Sabrina dengan nada suara seperti orang yang tengah kesakitan.

Terdengar Hasbi mendengus kesal, tapi Sabrina seolah tuli. Hasbi memang tahu akan keluhan Sabrina yang sering sakit pada perut bagian bawah. Hasbi juga tahu kalau penyakit Sabrina sudah kambuh, istrinya itu tak akan dapat bangun sama sekali.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang ya." Akhirnya Hasbi menuruti permintaan Sabrina. Sambungan telepon itu berakhir. Ideu Sabrina berhasil.

Sabrina segera menurunkan benda pipih itu dari telinganya dan ia masukan kembali pada tas selempang.

"Kita akan biarkan Mas Hasbi keluar dari rumah itu. Saya penasaran dengan wanita yang bernama Miranda, apa dia mengenal saya sebagai istri Mas Hasbi." Sabrina mengepalkan tangan bersamaan dengan aura panas di dalam dadanya.

"Boleh saja, tapi jangan gegabah, ya. Saya gak ingin terjadi apa-apa sama kamu, Sabi." pesan Jaka mengingatkan lagi. Pria itu tampak menunjukan kekhawatirannya. Pandangannya ke arah Sabrina menunjukan kalau kecemasannya melebihi dari sekedar sahabat.

"Iya, saya paham." Sabrina menganggukan kepala. Ia tak sadar dengan pandangan yang dilayangkan Jaka kepadanya.

Tak lama, keluarlah dari rumah minimalis modern itu, hasbi yang langsung masuk mobil hitam. Kendaraan roda empat yang dikendarai Hasbi melaju meninggalkan area perumahan.

Sabrina dan Jaka berjalan dengan tergesa-gesa menuju pekarangan rumah milik wanita lain suaminya. Mereka sudah berdiri di depan pintu utama kemudian menekan tombol bell yang menempel di dinding dekat pintu, hingga beberapa detik kemudian, seorang wanita pemilik nama Miranda membuka pintu.

"Loh, Bu Miranda!" Sengaja Sabrina memasang wajah seolah terkejut setelah Miranda membuka pintu.

"Bu Sabrina!" Sama halnya dengan Sabrina, Miranda pun nampak terkejut.

"Ada keperluan apa ya, Bu, Pak?" Miranda menatap Sabrina dan Jaka secara bergantian. Ia menautkan kedua telapak tangan.

"Kami sedang mencari alamat rumahnya Bu Ayuni. Ada yang mengatakan rumahnya yang ini. Tapi, kok yang keluar malah Bu Miranda, ya?" Sabrina mengada-ngada. Wajahnya sengaja dibuat terlihat bingung sambil sesekali melirik Jaka di sampingnya.

Miranda tampak mengernyitkan dahi. "Mungkin saja alamatnya salah, Bu," balas Miranda. Raut wajahnya seperti jujur. Tak ada sedikit pun menyiratkan kecurigaan dengan kedatangan Sabrina dan Jaka.

Sabrina mengusap keningnya seraya melemparkan tatapan sendu pada Jaka. "Wah, Pak Jaka. Bagaimana ini, sepertinya kita salah alamat. Mana sudah jauh-jauh datang ke sini. Mana haus, capek juga."

Jaka mengangkat kedua tangan dan bahunya bersamaan.

"Ya mau bagaimana lagi, Bu," balasnya sekedar mempertebal akting Sabrina.

"Bu Sabrina dan Pak Jaka masuk dan istirahat di dalam saja dulu, ya. Nanti saya akan bantu carikan alamat Bu Ayuni. Mungkin ada kesalahan di nomor rumah.” ucap Miranda berbaik hati, mempersilakan Sabrina dan Jaka masuk.

Dua gelas jus jeruk serta cemilan yang masih terlihat hangat disajikan Miranda di atas meja untuk tamu tak diundangnya itu. Meskipun kedatangan Sabrina dan Jaka sangat mendadak, tak ada ekspresi curiga di wajahnya.

"Kalau boleh tahu, kenapa Aksa tiba-tiba mendadak pindah sekolah, Bu? Saya sampai tak sempat berpamitan, lho." Sabrina basa-basi mengawali percakapan.

"Saya juga tidak tahu, Bu. Suami saya meminta untuk segera pindah saat itu juga dan memilih sekolah di tempat lain. Katanya saya telah salah masuk lembaga sekolah" jawab Miranda jujur. Dari ekspresi wajahnya, jelas sekali kalau wanita yang ternyata selingkuhan suami Sabrina memang tidak tahu apa-apa.

"Oh begitu." Sabrina manggut-manggut. Ia hendak melanjutkan beberapa pertanyaan. Namun suara deru mobil berhenti di depan rumah sehingga menggagalkan niatnya.

Sialnya yang datang adalah mobil Hasbi. Sabrina tak pernah menyangka bahwa suaminya itu akan kembali lagi ke rumah. Pria itu keluar dari mobil lalu berjalan dengan langkah yang cepat menuju pintu utama rumahnya, kemungkinan besar tersadar bahwa dia meninggalkan sesuatu.

"Ada tamu, Mah?" Hasbi sudah berada di ambang pintu. Ia bertanya saat Miranda berdiri menyambutnya.

"Oh i-iya, Pah. Hanya sales yang menawarkan internet rumah saja. Papah mengapa kembali lagi?"

Di ruang tamu tak nampak siapa-siapa. Hasbi sedang buru-buru sehingga ia tak ada waktu memperpanjang pertanyaannya. Ia segera mengambil dompet yang ada di kamar pribadi kemudian pergi melanjutkan perjalanannya.

Detik itu, Hasbi melewatkan fakta bahwa Sabrina dan Jaka sedang bersembunyi di balik lemari pajangan yang terdapat di ruang tamu. Di tempat yang sempit itu, mereka berdiri saling berhadapan.

"Maaf, Sabi." Jaka membuang pandangan yang tak pantas. Isi dadanya berdebar saat berdekatan dengan Sabrina yang hanya berjarak dua senti meter saja.

"Tidak usah minta maaf. Kita hanya bersembunyi sebentar," balas Sabrina setengah berbisik. Setelah dirasa aman atas kode dari Miranda, mereka akhirnya keluar.

"Mengapa harus bersembunyi?" Miranda nampak penasaran. Ia belum mendapat alasan atas permintaan Sabrina untuk bersembunyi.

"Kami mengenal Pak Hasbi. Mohon jangan sampaikan kedatangan kami padanya karena ini menyangkut sesama pegawai negeri. Semoga Bu Miranda bisa mengerti." ucap Sabrina merapikan pakaiannya.

"Maaf, Bu Sabi, Pak Jaka. Saya tidak mengerti dengan kalian. Apa maksud kedatangan kalian? Kalau kalian gak mau bilang, saya akan laporkan hal ini pada suami saya." Miranda melontarkan kecurigaannya. Pasang maniknya menelisik Jaka dan Sabrina secara bergantian.

"Apa Bu Miranda tahu mengapa Pak Hasbi hanya menikahi anda secara siri?" Sabrina menantang. Miranda pun menggeleng tak paham.

Sabrina mengukir senyum sinis. "Itu karena anda hanyalah istri kedua, Bu Miranda. Ibu Miranda ini adalah seorang madu untuk istri pertama Pak Hasbi." ucapnya tak menunda waktu.

"Apa!?" Bola mata Miranda membulat mendengar penuturan Sabrina. "Jangan main-main ya, Bu Sabi!" sentaknya.

"Saya tidak main-main, Bu. Untuk apa saya datang ke rumah ini hanya untuk membual kepada anda?" Sabrina menautkan alisnya, wajahnya terlihat lelah.

Sebaliknya, wajah Miranda kini nampak memerah menahan amarah. "Apa buktinya?" Dia menantang Sabrina.

"Saya akan bawa buktinya kepada ibu. Dengan syarat, jangan katakan mengenai kedatangan saya saat ini. Jika Bu Miranda penasaran dengan istri sahnya Pak Hasbi, maka saya akan memberitahukan rahasia besar yang disembunyikan suami anda selama bertahun-tahun." Sabrina nampak berani.

"Oke! Saya tunggu buktinya. Saya akan jaga rahasia ini sampai Bu Sabi membawa bukti atas ucapan barusan. Namun jika anda berdusta, maka bersiap-siaplah karena saya akan laporkan pada Mas Hasbi!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status