Xaquil masuk ke dalam mobil, di dalam sudah ada Daren yang duduk di kursi kemudi. " Paman kita mau kemana, menemui klien atau yang lain" ucap Xaquil begitu masuk ke dalam mobil. " Hum, kita ketemu orang, paman juga belum tahu bentukannya seperti apa. Ini hanya mengikuti apa kata Mama. Tapi hari ini kamu memanggil Paman Ayah jangan paman" ucap Daren langsung membuat Xaquil menoleh, lalu memincing pada pamannya. Xaquil terlihat sedang berpikir. Seolah olah bertanya apa yang terjadi pada Pamannya. " Terdengar sangat mencurigakan" gumam Xaquil, kemudian memasang seatbelt. Daren hanya tertawa renyah saat mendengar keponakannya mengerutu. Dia kemudian menjalankan mobilnya membelah kota. Hari libur, membuat jalanan terasa kosong. Biasanya sangat padat kini dia bisa melaju dengan bebas hambatan. Dan tidak beberapa lama akhirnya Daren menghentikan mobilnya di depan sebuah cafe mewah yang ada di pusat kota. " Kita turun Boy" ucap Daren mengajak Xaquil turun, Xaquil hanyalah bisa patuh. Ap
Setelah kondisi membaik, El dan Baby nya di bawa pulang ke kediaman Hill. Kini bayi itu sedang anteng berada di pangkuan Tuan besar Hill. Bahkan Sean dan El tidak kebagian waktu untuk bersama anaknya. Para tetua yang menguasai bayi itu, entah dalam sehari sudah berapa kali pindah tangan. " Kak Xaquil, adik belum diberi nama lho? Kemarin adik sudah setuju jika kakak yang memberikan namanya" ucap Xhaqella membuntuti kakaknya yang hari ini berdandan rapi. " Kakak mau kemana, apakah aku boleh ikut" lanjut Xhaqella, penasaran setelah umur mereka tujuh tahun, kakaknya berubah semakin dingin dan dewasa. Tapi tetap sayang padanya. Xaquil menoleh pada adiknya, apakah adiknya sedang bermimpi. " Apakah adik bayi sudah bisa bicara?" Tanya Xaquil sambil tersenyum tipis. " Dia memberi kita tanda, cobalah kita dekati dan lihatlah langsung, adik kita seperti anak ajaib" ucap adiknya semakin heboh. Dia menuntun kakaknya menuju ruangan Bayi dan menghampiri kakek buyutnya. " Lihatlah adik bayi masih
Matahari sudah mulai condong ke arah barat. Seorang pria mengunakan jas putih, berdiri menghadap ke bukit. Dia masih ingat saat setiap sore seperti ini, orang yang dia panggil Mama sering duduk di sana dengan segudang penyesalan. Tapi dia bersyukur pemandangan itu tidak terlihat lagi olehnya di saat ini. " Kevin apa yang kamu lamunkan? Apakah kamu tidak bahagia?" Tanya Keenan sang adik yang kini mengikuti dirinya ke negara ini. " Tentu saja aku bahagia, hanya saja aku teringat Mama, setiap sore seperti ini dia selalu ada di bukit sana dengan sebuah penyesalan yang dalam. Dia meyesal telah kehilangan kamu dan Jaden saat itu, dia akan kembali bila malam menjelang, terkadang harus aku jemput. Aku hanya berharap Mama sudah sembuh" ucap Kevin, sebenarnya dia juga merindukan mamanya itu. Termasuk ibu dan ayah kandungnya. " Tente Erni sudah bahagia, barusan bos Joe mengirimi aku foto, Ibunya yang mengendong anaknya Tuan Sean dan Nyonya Elvaretta. Mereka meminta kita pulang ke sana. Apaka
El membuka matanya ketika mendengar suara yang sangat ramai, dia tersenyum melihat keluarganya yang sedang berebut bayi. Dan sesekali terkekeh kecil melihat Sean di omelin dan di salahkan. Tidak jauh dari sana, dia melihat anak sulungnya masih tertidur dengan alas jaket. ' Ya Tuhan, anak aku kasihan sekali, pasti dia lelah. Maafkan Ibu Nak, karena selalu menyusahkan kamu terus' batin El dengan berkaca kaca. " El kamu kenapa, apakah kamu merasa tidak nyaman" ucap Aland, saat melihat cucu menantunya berkaca kaca. " Aku baik baik saja Opa, hanya saja Bolehkah minta tolong sama salah satu dari kalian, pindahkan Xaquil ke sini, aku ingin memeluknya" ucap El. " Sean paham apa yang dirasakan oleh El, dia kemudian mengangkat Xaquil dan meletakan di ranjang milik El. " Maafkan Ayah Ya Nak, maafkan Aku Sayang" lanjut Sean mencium kening Xaquil dan juga El. " Terima kasih El, kamu sudah berjuang, tapi kamu tenang saja, Biarkan Ibu yang mengurus anak kamu, supaya Ibu juga merasakan bagaiman
Badai di luar mulai berhenti secara berlahan, tepat jam tiga dini hari bersamaan terdengar suara teriakan dari dalam ruangan. " Paman kenapa di dalam ada suara teriakan kesakitan, apakah Ibu baik baik saja" ucap Xaquil, dia khawatir dengan keadaan ibunya. " Ternyata melahirkan anak ke dunia sangatlah menyakitkan. Untuk itu, cukup kali ini Ibu punya anak lagi, aku tidak mau punya adik lagi" lanjut Xaquil tegas." Itu karena Ayah kamu yang terlalu genit pada ibumu" ucap Daren dia keceplosan bicara, tidak seharusnya Xaquil mendengar hal seperti ini. " Setelah ini Ayah tidak boleh menguasai Ibu lagi, tadi saja kalau tidak aku siram dia tidak bangun, beruntungnya juga tadi aku merasa khawatir dengan ibu dan langsung berkunjung ke kamar ibu" ucap Xaquil dia memang anak yang sangat perhitungan. " Jadi tadi Ayahmu tidak tahu ibumu mau melahirkan" ucap Daren. Xaquil mengangguk dengan cepat. " aku yang menemukan ibu kesakitan di lantai, semen
Petir menyambar langit malam, disertai dengan hujan yang turun dengan deras. Menguyur seluruh kota, kini kota menjadi sepi. Tidak ada orang yang berlalu lalang lagi. Semua orang sepertinya menikmati malam dengan bergelung selimut tebal. Wwooosh! Wooosh! Angin juga bertiup membawa hawa dingin yang menusuk ke dalam tulang. Aaarrrggghhh! Suara rintihan lirih terdengar disela sela badai malam ini, suaranya semakin jelas karena terbawa oleh angin. Aaarrrr!" Sean bangunlah.... Sean!" Ucap El sambil mengoyangkan tubuh suaminya. Namun sang suami tidak kunjung bangun, untuk itu El berusaha bangkit sambil memegangi perutnya yang sudah membesar. Dia tahu hari ini, bayi dalam kandungannya sudah akan keluar. El meraih ponselnya kemudian memanggil Daren, dia berharap Daren terjaga, tidak mematikan ponselnya. Dia tidak kuat meminta bantuan yang lainnya. " Daren tidak diangkat juga, pastinya dia juga sudah tidur, apalagi ini sudah jam dua dini hari, hujan pula kondisinya" gumam El sambil