"Maaf, hanya ada ini di lemari dapurku." Mega menyuguhkan dua mie cup untuk Greta dan dirinya. "Kau tahu, kan, aku tidak bisa memasak," sambungnya lalu terkekeh sejenak. "Tidak masalah, Meg. Justru aku yang tidak enak karena merepotkanmu." Greta mengintip mie cup tersebut apakah sudah matang apa belum. Mega menggeleng. "Aku malah senang kau menginap. Aku merasa tidak kesepian lagi." Mega tinggal sendirian karena merantau. Kedua orang tuanya berada di kota yang berbeda. "Oh, ya. Kau pergi ke kantor hari ini?" Greta mengangguk. "Ya, tapi aku pulang ke kosanku dulu. Tidak mungkin aku berpakaian seperti ini." "Hey, kau bisa memakai pakaianku terlebih dahulu. Kau bisa terlambat jika pulang ke kosan." Mega menawarkan diri. "Aku tidak ingin merepotkanmu." Greta menolaknya dengan halus. "Sudah kubilang, kau tidak merepotkan sama sekali. Justru aku sangat senang." Mega membuka tutup mie cup dan melahap mie tersebut dengan pelan karena masih panas. Kalau sudah begini, Greta tidak dapat me
"Oh, gitu." Greta mengangguk-angguk. "Mmm aku tidak sengaja melihatmu berada di sana juga. Terlihat seperti pertemuan keluarga. Apa benar itu kau?"Belum sempat mendengar jawaban dari Jerico, pintu ruangan lelaki itu terbuka. Menampakkan sosok berwibawa bertubuh tegap dengan setelan jas berwarna hitam. Mengetahui siapa yang datang, Jerico mempersilakan Greta meninggalkan ruangannya."Ada apa lagi Papa menemuiku?" tanya Jerico langsung."Kau memang tidak bisa basa-basi, ya, saat berbicara denganku." Papa David mengambil tempat duduk di sebelah Jerico."Untuk apa berbasa-basi? Lagi pula aku tahu, akhir-akhir ini Papa menemuiku untuk membahas perjodohan itu lagi, kan?" Jerico membuang napas dengan kasar. "Sudah kukatakan, aku menolaknya.""Beri Papa alasan yang jelas, kenapa kau bersikeras menolak perjodohan itu?" Papa David sangat penasaran. Sebab tidak mungkin alasan itu hanya karena sibuk dengan pekerjaan.Jerico sebenarnya tidak ingin memberitahukan perihal Greta sekarang ini. Akan t
Greta tertawa getir. "Benarkah? Meeting dengan klien atau pertemuan antar kedua keluarga? Kau tidak sedang membohongiku, kan?"Posisi Jerico terjepit sekarang. Greta sudah melihatnya di restauran. Itu artinya, perempuan itu melihatnya berkumpul dengan siapa."Baiklah, aku mengaku. Aku mengaku kalau semalam ada pertemuan makan malam bersama keluarga Shena." Akhirnya Jerico mengatakannya dan bisa bernapas lega. Sebab menyembunyikan dan berbohong pada Greta adalah hal yang berat dilakukannya."Jadi, nama perempuan itu Shena." Rose berucap dalam hati. Wajahnya berubah murung. "Lalu kau menerima perjodohan itu?" lanjutnya."Tentu saja aku menolaknya. Mana mungkin aku menikahi perempuan yang tidak kucintai." Jerico mengambil tempat duduk di samping Greta."Aku yakin meski kau menolaknya berkali-kali, orang tuamu pasti terus-menerus mendesakmu agar kau menerima perjodohan itu." Greta lagi-lagi pasrah dengan keadaannya saat ini. "Apa lagi siang tadi Papamu datang kembali ke kantor. Bukankah b
"Permainan apa yang akan kita coba pertama?" tanya Greta antusias kala mereka berdua tiba di taman hiburan."Eeemmm ... bagaimana kalau roller coaster?" Jerico asal bicara karena wahana yang pertama kali dia lihat adalah roller coaster."Ah ... kenapa kita tidak naik bianglala saja dulu.""Ada apa? Kau takut?" Jerico terkekeh melihat wajah Greta yang ketakutan."Siapa bilang aku takut? Ayo kita naik roller coaster." Greta menarik tangan Jerico menuju wahana tersebut."Tunggu." Jerico berhenti melangkah. "Lebih baik naik bianglala dulu."Ketakutan Greta mereda. Dia tersenyum lantas kembali menarik tangan Jerico. "Baiklah, ayo kita ke sana."Selesai mengantri panjang, tiba giliran mereka berdua menaiki wahana itu. Sebenarnya Greta takut dengan ketinggian. Namun menaiki bianglala, ketakutannya bisa dilewati. Karena dia bisa melihat pemandangan indah di sekitarnya dari atas sana."Bukankah ini indah?" tanya Greta tanpa memalingkan fokusnya ke langit. "Akan lebih indah lagi jika kita menai
Greta kembali ke meja saat sebelumnya meminta izin pada Jerico untuk mengangkat telepon. Dia memandang kekasihnya dengan tersenyum. Pasalnya, lelaki itu tengah menghabiskan dua piring sekaligus hingga berkeringat."Sudah makannya?" tanya Greta memastikan. Barangkali memang lelaki itu menginginkan sesuatu lagi.Jerico mengangguk. "Yah, aku sangat kenyang." Dia mengelus perutnya. "Omong-omong siapa yang meneleponmu?""Bukan siapa-siapa. Hanya teman lama," jawab Greta berbohong. Dia tidak ingin Jerico tahu siapa yang menelponnya tadi."Baiklah. Oh, ya aku sudah membayar ini semua. Tapi sebentar, aku mau menurunkan makanan ini dulu."Greta tak bisa untuk tak tertawa. "Oke, oke."***Keesokan harinya, Greta buru-buru menyantap sarapannya. Pagi ini dia sengaja sarapan tanpa menunggu Jerico bangun. Sebab dia sudah ada janji bertemu dengan seseorang.Greta pamit dan memberi pesan pada Flo jika nanti Jerico mencarinya. Dia tidak menghubungi sopir pribadinya melainkan memesan taksi online. Dia
Greta mendorong troli menuju rak berisi sayuran ketika tiba di All Fresh. Sedangkan Jerico mengikuti saja kemana perempuan itu melangkah. Beberapa sayuran seperti wortel, kubis, kangkung, kacang panjang, bayam, dan lainnya dia pindahkan ke troli.Setelah itu Greta berpindah pada buah-buahan. Sekilas dia mengamati gerak-gerik Jerico yang gelisah. Lagi-lagi lelaki itu kelihatan sedang banyak pikiran."Kau kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Greta menegur Jerico dengan pertanyaan."Tidak. Hanya saja, tiba-tiba tubuhku terasa enak." Jerico memegang pundaknya yang sakit."Kau sakit, Ko? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Greta merasa bersalah karena tidak menyadari jika kekasihnya itu sakit sejak di apartemen tadi. "Kita pulang saja, ya?"Jerico menggeleng lemas. "Tidak. Kita lanjutkan saja," ucapnya memaksakan diri. Padahal kepalanya mulai ikut sakit."Kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Ko." Greta menarik tangan Jerico dan meninggalkan troli berisi sayura
Lagi-lagi hari ini Greta tidak semangat masuk kerja. Padahal hari ini adalah hari senin dan sudah hampir jam makan siang. Entah karena Jerico tidak masuk ke kantor atau karena keputusannya kemarin. Tapi yang jelas, setelah dia mengatakan keputusanya Jerico langsung mendiamkannya hingga pagi tadi."Kau mau ikut makan siang bersama kami, Ta?" Mega telah disusul Satria untuk makan siang bersama."Kalian saja yang pergi. Aku sudah pesan lewat online." Greta sedang malas keluar dari kantor. Terlebih suasana hatinya yang campur aduk."Baiklah kalau gitu kami duluan." Mega dan Satria beranjak pergi dari sana.Sepeninggal Mega dan Satria, bersamaan itu pula seorang resepsionis datang ke meja Greta dengan membawa makanan yang dia pesan secara online. Dia mengucap terima kasih sebelum akhirnya resepsionis itu pergi."Biar bagaimanapun aku harus tetap makan," ucap Greta dalam hati. Dia memasukan makanannya ke dalam mulut.Greta akui tanpa kehadiran Jerico di kantor, suasana menjadi sepi. Tak ada
"Siapa sebenernya perempuan itu?"Penasaran dengan apa yang dilihatnya, Greta memegang knop pintu dan membuka lebar dengan perlahan. Kedua mata Greta membulat kala seorang perempuan asing berada di kamar kekasihnya."Kau siapa?" tanya Greta langsung membuat perempuan itu beranjak dari tempat tidur. "Ada hubungan apa kau dengan Jerico?""Greta? Emmm ... aku Shena." Perempuan yang bernama Shena itu langsung menutup mulutnya. Dia melirik Jerico memberikan tanda bahwa dirinya keceplosan. Dia baru saja diberi tahu jika Greta mengalami amnesia."Kau tahu namaku? Padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dan kenal padamu." Greta menatap Shena heran."Ah, itu ... Jerico memberitahukanku jika dia sebenarnya telah memiliki kekasih bernama Greta. Aku langsung berpikir itu kau." Shena beralasan padahal dulu dia sempat mengenal Greta sebelum amnesia.Greta mengalihkan atensinya pada Jerico yang terbaring di kasur. Lelaki itu memandang ke depan tanpa memedulikan dirinya berada di sana. Sejak tadi