"Kalian siapa?" Greta mengerjap-ngerjapkan matanya usai sadarkan diri. Dia terkejut mendapati beberapa lelaki berpostur besar berada satu ruangan bersamanya. "Di mana aku?"
"Nona, tenanglah. Kau berada di rumah sakit karena sebelumnya pingsan." Salah satu dari lelaki tersebut menjawab.Greta berusaha mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Terakhir kali yang dia ingat sedang berada di kantor, membawakan beberapa map untuk diberikan pada atasannya. Setelahnya dia tidak mengingat apapun lagi."Gret," seru lelaki berstelan jas yang tiba-tiba datang dan langsung memeluk erat perempuan itu. "Akhirnya kau bangun. Aku sangat mengkhawatirkanmu."Yang dipeluk merasakan napasnya sedikit sesak. "Ma-maf, Pak. Apa ini tidak berlebihan? A-aku baik-baik saja."Jerico melepas pelukannya. "Dasar ceroboh! Kau memiliki penyakit lambung, kenapa tidak sarapan?"Greta bingung kenapa atasannya bisa tahu jika dia memiliki sakit lambung. Padahal satu-satunya orang yang tahu hanya Calvin."Kenapa Bapak bisa tahu soal penyakit lambungku?" tanya Greta penasaran."Ah, itu ...," Jerico mengusap tengkuknya yang tidak gatal. "Dokter yang mengatakannya padaku.""Tentu saja dari Dokter. Jangan berpikir yang aneh-aneh, Gretaaaa ....," ucap Greta dalam hati.Jerico bernapas lega. Dia nyaris membuat perempuan itu curiga dengannya. "Lebih baik kau makan dulu."Salah seorang bodyguard Jerico memberikan sebuah bungkusan makanan. Jerico menyiapkan semuanya hingga telah tersedia di mangkuk."Ini bubur tiram. Kau pasti akan suka." Jerico menyodorkan sesuap sendok di depan mulut Greta.Tak ada pilihan lain, lambungnya memang belum di isi apa pun sejak pagi tadi. Greta tidak menolak. Dia membuka mulutnya lantas menikmati setiap tekstur yang masuk ke dalam mulutnya."Rasanya ... kenapa tidak asing? Aku seperti pernah memakan bubur itu sebelumnya," ucapnya dalam hati.Suapan kedua telah mendarat. Akan tetapi, Greta memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. Dalam pikirannya, ada sebuah bayangan samar-samar dua orang tengah memakan bubur tiram.Semakin ingin memperjelas, Greta semakin merasakan kepalanya kesakitan. "Aaaawwwhhh ... sakit sekali."Jerico memerintahkan bodyguardnya untuk memanggil dokter. Dokter datang dengan suster di belakangnya. Dokter langsung memeriksa sedangkan suster memberikan cairan suntikan."Pak Jerico, bisa kita bicara di luar?" kata dokter membuat lelaki itu bertambah khawatir."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Greta, Dok?" keduanya sudah berada di luar ruangan."Apa sebelumnya Nona Greta mengalami kecelakaan dan amnesia?""Iya, Dok. Sampai saat ini dia masih mengalami amnesia.""Sepertinya ingatannya tiba-tiba muncul. Itulah yang menyebabkan Nona Greta sakit kepala. Itu hal bagus bagi perkembangan ingatannya, akan tetapi jika dipaksakan untuk mengingat memorinya, kejadian ini akan terulang kembali." Dokter menjelaskan panjang lebar."Kalau begitu, mulai hari ini saya akan mengawasinya, Dok."Dokter tersenyum. "Hari ini juga Nona Greta sudah bisa pulang. Saya permisi dulu.""Baik, Dok. Terima kasih."***"Akhirnya kita sampai juga," ucap Jerico saat mobil yang dikendarai bodyguardnya tiba di depan kosan tempat Greta tinggal. "Ah, tunggu sebentar." Dia mencegah perempuan itu dari mobil."Maaf, Pak. Saya bisa sendiri." Tanpa pikir panjang Jerico langsung menggendong Greta sampai di kamar. "Turunin saya, Pak." Greta terus memberontak namun tidak digubris lelaki itu."Kau harus istirahat. Aku akan menemanimu di sini," kata Jerico saat memasuki kamar Greta. Membaringkan perempuan itu lalu menyelimutinya."Tidak, jangan! Emmm maksudku, aku tidak ingin merepotkanmu.""Calvin belum pulang. Aku khawatir jika sesuatu terjadi padamu." Jerico tahu nama Calvin dari Greta sendiri. Perempuan itu pernah menceritakannya.Greta semakin bingung dengan sikap Jerico yang kelewat berlebihan. Padahal hubungan di antara mereka sebatas atasan dan bawahan."Aku sudah biasa sendiri, Pak.""Panggil aku Jerico! Kenapa kau keras kepala sekali, hm? Kau sedang sakit."Greta menghela napas dalam. Percuma juga berdebat dengan lelaki itu karena ujung-ujungnya dia yang akan kalah. Lebih baik dia beristirahat saja."Aku ingin beristirahat."***"Dia siapa, Grey?" tanya Calvin. Dia baru saja pulang dan mendapati lelaki asing di dapur serta meja makan yang sudah terisi makanan.Greta diam. Dia masih enggan berbicara dengan sahabatnya itu. Dia masih kecewa karena tidak dihargai."Maaf. Kenalkan saya Jerico, kekasih Greta." Jerico datang ke meja makan lantas mengulurkan sebelah tangannya.Greta menoleh ke arah Jerico dengan kedua mata membulat sempurna. Sementara lelaki itu memberi kode dengan mengedipkan matanya. Greta mengerti jika itu hanya pura-pura.Calvin terkekeh. "O-oh ... aku baru tahu sahabatku ternyata sudah mempunyai kekasih.""Ini sup iga untukmu. Makanlah selagi masih hangat." Jerico menyuguhkannya di hadapan Greta. "Oh, ya. Maaf karena aku menggunakan dapur kalian. Greta sedang sakit."Calvin mendelik. "Kau sakit, Grey? Sakit apa? Kita ke dokter, ya.""Baru saja aku pulang dari dokter." Akhirnya Greta membuka suaranya." Mulai hari ini lebih baik kita urus diri kita masing-masing.""Kenapa? Kau masih marah soal kemarin? Soal mobil yang kujual?" Nada Calvin mulai meninggi. "Kau egois, Grey!"
"Hey, kau! Greta masih sakit. Tak bisakah bicara dengan pelan?" Sikap Calvin menyulut emosi Jerico."Kita pergi saja dari sini. Aku tidak ingin ada keributan." Greta mengajak Jerico keluar dari kosan."Kau harus makan, Gret. Aku sudah memasak banyak makanan untukmu," keluh Jerico saat keduanya sudah berada di parkiran kosan.Dengan menunjukkan wajah memelas Greta meminta maaf. "Aku minta maaf. Calvin membuat moodku tidak bagus."Jerico berdeham. "Ehem. Soal di dalam tadi ....""Aku mengerti. Bapak hanya berpura-pura karena ingin menolongku. Terima kasih banyak." Greta langsung memotong ucapan lelaki itu."Tidak. Maksudku bukan itu." Dada Jerico mendadak bergemuruh kencang. "A-aku serius dengan ucapanku."Greta tertawa renyah. "Jangan bercanda, Pak.""Aku serius. Mulai hari ini kau adalah kekasihku." Baru saja Greta ingin membantah Jerico langsung menempelkan telunjuknya di bibir perempuan itu. "Tidak ada penolakan!""Wajahmu kenapa redup sekali pagi ini? Seolah matahari berhenti bersinar," ucap Mega sambil menyuap sesendok bubur ke dalam mulutnya. Greta merebahkan tubuhnya di kursi serta membuang napasnya perlahan. "Aku hanya tidak bisa tidur semalaman." "Ada yang kau pikirkan?" "Yah ... kenapa hidupku rumit sekali." Greta mengeluhkan dirinya sendiri. "Kau sudah sarapan? Jangan sampai seperti kemarin. Kau membuatku khawatir." Greta terkekeh. "Tenang saja, Calvin membuatku sarapan pagi tadi. Maaf telah membuatmu khawatir." "Omong-omong saat kau pingsan kemarin, Pak Jerico langsung menggendongmu. Dan kau tahu? Wajahnya langsung panik dan khawatir." "Yang benar saja, Meg. Dia seorang CEO mana mungkin repot-repot menggendong karyawannya." Greta berpikir jika karyawan lainnyalah yang menggendongnya. "Astaga, dia tidak percaya. Aku rasa Pak Jerico benar-benar sangat menyukaimu. Karena kalau tidak, dia tida
Hari ini adalah weekend di hari sabtu. Sejak pagi tadi Calvin, Greta, dan Lidya memutuskan untuk lari pagi bersama. Usai berlari berkilo-kilo meter, ketiganya berhenti di sebuah taman untuk beristirahat.Greta membeli dua botol air mineral, satu untuk dirinya dan satu untuk Calvin. Namun saat dia ingin memberikannya pada lelaki itu, Lidya sudah lebih dulu memberikan minuman pada Calvin.Greta tersenyum miris lantas meremat satu botol yang dipegangnya. "Bodoh sekali. Aku lupa kalau Calvin telah memiliki Lidya," ucapnya pelan."Jangan merasa kalau kau sendirian," ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan mengambil satu botol yang dipegang Greta. "Kau punya aku. Aku selalu siap kapan aja jika kau membutuhkanku." Kemudian dia meminumnya."Pa-pak Jerico?" Greta mengedip-ngedipkan matanya. "Bapak sedang apa di sini?""Bapak lagi. Susah sekali, ya, menyebut namaku?" Jerico mengusap dagunya sembari berpikir. "Kira-kira panggila
"Grey, kau baik-baik saja?" Calvin berlari menghampiri Greta yang baru saja tiba di kosan. "Berjam-jam kau tidak sadarkan diri di rumah sakit. Aku mengkhawatirkanmu."Aku baik-baik saja, Vin. Hanya sakit kepala biasa." Greta terkekeh lantas masuk ke dalam dan mengajak Jerico untuk mampir. "Kau sedang masak apa?""Ramen. Lidya ingin makan ramen buatanku. Berhubung kalian sudah pulang, aku akan memasak untuk kalian juga," kata Calvin kembali ke dapur diikuti Greta juga Jerico di belakang."Izinkan aku memasak untuk Greta." Tanpa persetujuan sang pemilik kosan lebih dulu, Jerico mulai mengambil pisau."Hey, aku belum mengizinkanmu," protes Calvin tak terima barang-barangnya disentuh lagi oleh Jerico. Ini kedua kalinya lelaki itu memasak di kosan Greta."Biarkan saja, Vin." Greta menggelengkan kepala sambil tertawa. "Aku tunggu di kamar. Masak yang enak, ya, kalian berdua."Greta menyeret kakinya menuju kamar.
"Greeeeyyyy," teriak Calvin. Dia sudah rapi dengan kemeja dan celana jeans."Yaaaa ... ada apa, Vin?" sahut Greta. Dia keluar dari kamar dengan kaos lengan pendek dan hotpants. Rambut basahnya pun ditutupi dengan handuk. "Kalian berdua sudah rapi? Mau ke mana?""Aku ingin mengajak Lidya jalan-jalan berdua," ucapnya sembari menatap Lidya dan tersenyum."Oh, gitu. Baiklah, kau tenang saja aku akan jaga kosan. Kalian bersenang-senang saja.""Hati-hati, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku. Kami berangkat," kata Calvin dengan raut wajah senangnya.Mereka sudah pergi. Sedangkan Greta terlihat miris sendirian berada di kosan. Calvin tidak lagi mengajaknya jalan-jalan. Seharusnya Greta tahu itu. Tapi kenapa masih berharap?Calvin sudah tidak butuh dirinya. Lagi pula, Greta sudah merasa tidak nyaman di kosan. Semalam dia sudah memikirkan matang-matang kalau dia harus pindah dari kosan. Lebih baik dia mencari kos
"Greeeyyy ...." Calvin mengetuk pintu kosan yang terkunci. Dia dan Lidya baru saja pulang dari jalan-jalan. "Apa Grey pergi keluar?""Mungkin saja dia mencari makanan di luar," kata Lidya. "Kau memiliki kunci cadangan, kan?""Ya, aku memilikinya." Calvin mengambil kunci tersebut di saku celana kemudian membuka pintu."Aku ke kamar dulu." Ucapan Lidya langsung diberi anggukkan oleh Calvin.Sebenarnya ada perasaan khawatir yang bersarang di hati Calvin. Sepanjang perjalanan pulang tadi, dia terus memikirkan Greta. Dia takut jika perempuan itu terjadi sesuatu."Viiiiinnn ...," teriak Lidya dari dalam kamar hingga lamunan Calvin buyar.Calvin langsung berlari. "Ada apa, Lid?""Pakaian dan semua barang-barang Greta tidak ada. Sepertinya dia pergi dari sini."Calvin panik. Dia mengecek isi lemari dan sudut-sudut tempat biasa Greta menempatkan barang-barangnya, semuanya tidak ada. Buru-b
"Yasmin, apa yang kau lakukan pada Greta?" Mega geram karena rekan kerjanya itu tiba-tiba menampar Greta."Itu karena salahnya! Kenapa dia datang bersama Pak Jerico?" Kedua mata Yasmin melebar dan tangannya mengepal."Kenapa kau marah pada Greta? Suka-suka Pak Jerico ingin datang bersama siapa ke kantor." Amarah Mega ikut tersulut.Keributan yang terjadi di meja sekretaris, mengundang banyak pasang mata untuk menontonnya. Beberapa dari mereka mengetahui jika Yasmin menyukai Jerico sejak lelaki itu dinobatkan menjadi CEO perusahaan Louise Group."Karena aku menyukai Pak Jerico," ucap Yasmin dengan jujur."Sudah, hentikan! Yasmin, sebaiknya kau kembali ke tempat kerjamu." Greta angkat bicara."Kau tidak berhak memerintahkanku, memangnya kau siapa?""Terserah kau saja. Aku hanya mengingatkan sebelum Pak Jerico datang menegurmu." Greta malas sekali meladeninya.Pintu ruangan Jerico te
"Kenapa kau pulang lebih dulu?" Jerico protes ketika langsung masuk apartemen dan menemukan Greta sedang asyik menonton film. "Tak bisakah kau menungguku?""Bukankah kau masih meeting? Lagi pula aku tidak ingin menjadi sorotan karyawan lainnya lagi." Greta berkata tanpa mengalihkan pandangannya pada layar di depannya."Kau tidak senang? Kalau begitu besok aku akan mengumumkan hubungan kita di depan mereka. Supaya kau bisa leluasa dan tidak risih lagi." Jerico melenggang pergi ke kamar usai mengucapkan kalimatmya."Bukan itu maksudku, Kokooooo," teriak Greta. Dia mematikan televisi dan mengekori Jerico di belakang. "Aku tidak ingin mereka tahu, itu saja.""Bukankah kau tidak peduli dengan hubungan ini? Bahkan kau tidak menganggapku sebagai kekasihmu." Jerico melepas jasnya kemudian menggulung kemejanya sampai siku."I-iya. Tapi kau terus mendesakku dan membuatku was-was jika di kantor." Greta mengeluhkan sikap Jerico ya
"Siapa itu?" Greta takut ketika terdengar suara langkah kaki seseorang masuk ke dalam ruangan. "Siapa kau?" tanyanya sekali lagi. Merasa dirinya dalam bahaya, Greta mengambil ponselnya di tas dan menghubungi Jerico. Sementara Jerico tak berniat pergi dari kantor, perasaannya mendadak tidak enak. Dia justru khawatir dengan Greta di dalam sana. "Hallo, Ko." Greta berbicara dengan nada bergetar. Dia sangat takut sekarang. "Tolong aku." Ponsel Greta terlempar ke lantai saat seseorang yang tidak tahu batang hidungnya itu mendekatinya. Greta bisa memastikan jika seseorang itu adalah seorang lelaki. Greta pun berlari menjauh ke manapun dia bisa. "Siapapun tolong aku," teriak Greta. Percuma saja, keadaan kantor sudah sepi. Harapan satu-satunya adalah Jerico dapat membantunya. Lelaki itu tertawa. "Tidak ada yang bisa menolongmu, Ta." Suara itu, Greta mengenalnya. Itu suara Nino. "Nino? Apa yang kau lakukan?"