Verona mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Dua prajurit masih setia menunggunya untuk dibawa kehadapan Alexander, entah kali ini apa kesalahannya, apalagi yang dituduhkan kepadanya? Baru juga sembuh sudah dihadapkan lagi dengan masalah yang lain.Dan disinilah Verona berada, tepat dihadapan Alexander, sang Duke yang terkenal karena keberaniannya dan kecerdasan nya tetapi bodoh dalam menilai sesuatu jika itu sudah berhubungan dengan orang yang ia cintai.Verona bisa melihat wajah memerah Alexander dan tak lupa dengan wanita lembek itu yang menangis disisinya. Di ruangan itu ia tak didampingi oleh siapapun, sedangkan Alexander bersama Rosella dan juga Howard"Apa kau mengakui kesalahan mu?" Alexander mulai bertanya"Tidak.""Semua bukti mengarah padamu, jadi mengaku lah!" Kali ini Rosella yang berbicara"Diam!" Perintah Alexander pada Rosella, ia tidak ingin mendengar suara siapapun saat ini selain wanita yang berada dihadapannya, setelah itu, ia menyuruh Rosella kelu
Pagi-pagi sekali Irina sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi kunjungan ke salah satu Panti asuhan yang berada di sudut Kota. Sejak ia bangun ia tidak berhenti bersumpah serapah karena tidur pagi nya yang terganggu. Ketika ia tengah bercermin untuk memoles lipstik di bibir nya, ia melirik sejenak ke arah pintu kamarnya yang terbuka dan menampilkan sosok ibunya yang sudah bersedekap dada sambil menatapnya. "Irina, ibu harap kau tau apa yang harus kau lakukan sampai disana, jangan sampai kau semakin mengacau dan membuat citra mu semakin buruk di depan publik." ujar sang ibu, Edith. Irina menghentikan kegiatannya kemudian berbalik menghadap sang ibu dengan raut muka masamnya "Ibu really? Anak-anak? Tidak bisakah ibu menyuruh ku ke tempat yang lain? Misalkan panti jompo? Tidak apa-apa aku harus bertemu dengan tempat yang penuh dengan lansia bau tanah, yang penting jangan pertemukan aku dengan sekumpulan anak-anak yang nakal dan menyebalkan. Ibu tau aku tidak suka." ucap Irina denga
Irina mengerjapkan matanya perlahan, kepalanya terus menerus berdenyut nyeri. Sesekali ia meringis sembari menyesuaikan Indra pengelihatan nya sebelum ia telah sadar sepenuhnya. "Duchess anda sudah sadar? Syukurlah ya Tuhan! Apakah tubuh anda masih sakit?" tanya seorang wanita sembari memegang tangan Irina Irina pun mengerenyit bingung sembari menatap wanita yang berada di sampingnya itu, ia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi karena kepalanya masih sangat pusing. Irina pun kembali menutup matanya sejenak dan kembali membuka nya, kenapa plafon yang berada di atasnya terlihat sangat kuno? Namun tak dapat dipungkiri itu sangat cantik dengan ornamen yang menghiasi nya, tapi tunggu!! Bukankah ia mengalami kecelakaan ketika pulang dari panti asuhan? Bukankah seharusnya ia sudah mati? Namun kenapa dia masih hidup? Apakah ia selamat dari maut? Jika ia selamat pasti ia dirawat di rumah sakit, namun ruangan ini tidak sama sekali menyerupai rumah sakit. Irina pun mencoba duduk dan me
Irina duduk termenung menghadap jendela besar yang berada di hadapannya sembari melihat gelapnya malam. Ia masih berusaha mencerna hal gila yang tengah ia hadapi, begitu ia sadar kembali banyak memori-memori ingatan pemilik tubuh ini yang masuk kedalam otaknya, walaupun ia yakin itu belum semuanya dari ingatan sang pemilik tubuh yang ia temui dalam alam bawah sadarnya tadi. Pemilik tubuh ini bernama Verona Van Helsing, ia adalah putri dari seorang Marquess dan Marchioness kaya raya yang berada di Kerajaan Lexton. Kedua orang tuanya adalah orang penting di kerajaan ini. Ayahnya, Franz menjabat sebagai seorang menteri, sedangkan ibunya Belinda menjalankan bisnis perhiasan. Franz dan Belinda hanya mempunyai satu orang anak yaitu Verona, yang membuat mereka selalu memanjakan nya. Apapun yang Verona inginkan akan selalu dipenuhi oleh ayah dan ibunya sehingga menjadikan Verona anak yang manja. Verona tumbuh dengan kasih sayang yang melimpah dari orang tua nya, ia tidak pernah dituntut a
Kabar bahagia pun menyelimuti mansion dengan hamilnya Verona. Semua menyambut gembira akan kabar baik tersebut tak terkecuali orang tua Verona yang telah lama menantikan cucu, mereka bahkan menangis mendengar kabar jika putrinya itu mengandung anak kembar. Verona pun tak hentinya mengucap syukur kepada Tuhan karena mengabulkan keinginan nya, Alexander pun senang akan berita tersebut dan mulai protektif terhadap Verona. Hingga tiba di hari kelahiran bayi kembarnya, Verona berhasil melahirkan bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Verona pun menangis bahagia begitu ia mendengar tangisan dari bayi-bayi nya itu. Mereka begitu tampan dan cantik seperti kedua orang tua nya, sekarang ia akan menjadi seorang ibu dan Alexander akan menjadi seorang ayah yang hebat untuk mereka. Verona pun mengambil salah satu bayi laki-laki nya dan menimangnya sembari memberikan nya asi kemudian bergantian dengan bayi perempuan nya. Di tengah kebahagiaan nya ia pun tidak melihat Alexander yan
"Maafkan aku, Verona. Maaf." lirih Alexander masih dengan Verona yang berada di pelukannya. "Kau jahat Alex! Aku baru saja melahirkan putra putri kita, aku baru saja kehilangan ayah ku dan sekarang? Kau menabur garam diatas luka ku Alex, kau sungguh pria yang kejam!" Verona pun melepaskan diri nya dari Alexander dan berlari meninggalkan Alexander menuju kamar nya. Menyisakan Alexander yang menatapnya dengan rasa bersalah nya. Setelah kejadian, itu hari demi hari bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, Alexander dan Verona seperti orang asing yang berada di dalam satu atap. Mereka jarang berbicara, bahkan hampir tidak berbicara. Itupun mereka berbicara karena pertengkaran yang terjadi antara mereka berdua. Banyak hal telah berubah terutama dari diri Verona. Tidak ada Verona yang lemah lembut, tidak ada Verona yang peduli dengan sekitarnya, tidak ada Verona yang selalu ceria dan tersenyum. Sekarang hanya menyisakan Verona yang pemarah, gemar memukul anak-anak nya, berteriak
Irina menghela nafas panjang tatkala ingatan-ingatan itu memenuhi isi kepala nya. Entah kenapa hatinya merasakan sakit yang dialami oleh Verona dan ia pun meneteskan air matanya ketika dimana ia mengingat kematian Verona. Rasanya tidak adil jika Verona yang mengalami rasa sakit itu sendirian dan berakhir meregang nyawa di tangan selir dari suaminya itu. Ah!! Bajingan itu, ingin sekali Irina merobek wajah sok tampan pria dalam ingatannya itu. Benar-benar suami yang tidak bertanggungjawab! Awas saja jika mereka bertemu, Irina akan melabrak nya langsung. Namun Irina tidak bisa menutupi kekesalannya karena sikap Verona kepada anak-anaknya!. Menurutnya itu keterlaluan, melibatkan anak dalam permasalahan rumah tangga mereka, terlebih ia sampai main tangan kepada bocah-bocah itu. Mereka tidak bersalah, mereka tidak pernah menginginkan hal ini terjadi kepada orang tua mereka. Walaupun Irina tidak menyukai anak-anak, bukan berarti ia benci sampai ke tahap ingin menyiksa mereka. Ia adalah se
Keduanya pun tersenyum dan membalas genggaman dari Irina, sudah lama mereka menginginkan hal ini tiba dimana ibu mereka akan berubah dan menyayangi mereka. Mereka ingin seperti anak-anak yang lain yang dilimpahkan kasih sayang oleh orang tuanya. Bagi mereka walaupun ibu mereka sering memukul dan memarahi mereka, mereka tetap menyayangi nya karena Emma mengatakan bahwa awalnya ibu mereka bukan wanita pemarah dan gemar memukul. Ibunya dulu sangat menyayangi mereka namun entah apa yang membuat ibunya berubah mereka tidak tahu. Emma yang melihat itu pun tak bisa lagi membendung air matanya, hal yang selama ini yang ingin ia lihat kembali setelah kejadian tersebut yang telah merenggut banyak sosok Verona. Irina membawa putra putrinya itu kedalam pelukannya, namun Irina mendengar ringisan dari mereka. Irina pun melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh keduanya kemudian menyingkap baju keduanya. Betapa terkejutnya Irina melihat beberapa bekas luka yang memang belum kering, sekali lagi