Kuputuskan menemani Siti satu malam lagi. Meninggalkan mereka sendiri dirumahnya, sungguh aku tak tega. Setelah ini, mereka pasti kesepian. Aisyah bahkan tak berhenti memelukku semalaman. Dia masih mengigau memanggil Uminya.Saat kami bangun, aku memasakkan makanan untuk mereka. Nasi goreng dengam telur dadar. Aisyah memakan dengan lahapnya."Makasih mbak Sari, Siti gak tau bagaimana membalas mbak Sari.""Belajar yang rajin. Sayang sama adekmu. Itu sudah cukup membuat mbak bahagia." Ucapku mengusap kepalanya. Siti tersenyum menatapku."Hari ini mbak harus pulang Sit. Kamu jaga adekmu baik-baik. Mbak akan sering kesini juga ya."Dia menganggukan kepalanya. "Mbak, apa hari ini Siti boleh kerja?"Aku mengerutkan alis. "Kerja? Kamu sudah mau kerja?""Siti takut sendiri dirumah mbak. Jika boleh Siti mau kerja lagi. Banyak paket yang harusnya dikirim kemarin tapi ditunda""Kamu yakin?"Dia mengangguk lagi. "Iya mbak. Siti harus kerja juga untuk Aisyah. Uang peninggalan ibu dan pemberian war
"Terimakasih mas Yuda, sudah membantu Aisyah" Ucapku saat dia duduk di teras. Menemani Aisyah bermain."Aku yang lalai mbak, maaf. Mbak Yayuk memintaku menjaga Aisyah, tapi aku tertidur di sofa setelah minum obat flu." Dia terlihat tak berhenti menatap wajah Aisyah. "Jika saja anakku masih, mungkin usianya seperti Aisyah.""Anak mas?""Iya, Saya sudah menikah mbak. Tapi kami berpisah tiga tahun lalu. Istri saya tak terima, saat anak sakit, saya tak bisa dihubungi hingga beberapa hari. Bahkan saat anak saya meninggal saya masih tidak bisa pulang.""Tapi saya perajurit, saya harus tetap siap kemanapun dan kapanpun ditugaskan. Saya sudah bersumpah saat dilantik."Aku hanya terdiam. Sekarang aku tau, mengapa mas Yuda begitu marah melihat Aisyah disakiti."Saya ikut berduka mas, saya yakin, anak mas bangga dengan Bapaknya. Dia sedang berjuang untuk negara""Sayangnya mantan istri saya tidak berfikir demikian. Kehilangan Azka, membuat dia memilih meninggalkan saya" Terdengar helaan nafas be
Pagi ini aku bersama Kania mengantarkan sayuran dan jajanan kue kepasar. Sejak Bapak meninggal, ibu membuat kue setiap pagi. Di titipkan kepasar dan sorenya diambil lagi bila masih ada sisa. Karena ada hasil kebun juga, kami sekalian menjualnya dipasar. Biasanya Kania yang melakukan tugas ini. Tapi karena aku dirumah, aku membantunya mengantar kue.Hari masih sedikit gelap saar kami sampai. Aku parkir mobil di depan pasar. Kania mengantarkan kue ibu dan aku menawarkan sayur pada beberapa pedagang.Tak sulit menawarkan sayuran. Banyak pedagang yang mau menerimanya disini. Aku kembali ke parkiran tapi Kania belum datang. Aku duduk di atas motor.Mobil putih terparkir tepat di sampingku. Seorang wanita dengan daster panjang keluar. Dia tersenyum padaku dan berjalan masuk kedalam pasar.Ramah sekali ibu itu."Lho mbak. Kok disini?" Seorang lelaki menyapaku. Aku mengingat siapa lelaki ini, tapi tak juga ingat."Saya, yang semalam dirumah bu Lurah.""Oh, iya mas, iya. Saya ingat. Mas sedang
Beberapa minggu setelah kuterima warisan pakde. Aku mulai menata hidup. Keponakan bude Sukma menerima tawaranku. Dua minggu lalu mereka sudah berangkat ke tempat masing-masing. Aku bersyukur begitu banyak yang mau membantuku sekarang.Aku sudah membeli rumah baru untuk ibu. Dekat dengan daerah rumah lamaku dan mas Aldo. Karena aku akan buka toko juga disana. Kania mau pindah kesekolah baru juga. Mungkin dua minggu kedepan, kami akan pindah.Hari ini pertama kalinya aku bawa mobik kerumah mbak Yayuk. Sebenarnya dulu aku bisa menyetir. Mas Aldo sering juga memintaku membawa mobil Bapak. Tapi semenjak Bapak mertuaku meninggal, aku tak boleh lagi membawa bahka menyentuh mobil itu.Kania ikut bersamaku. Dia sedang libur sekolah. Hari ini aku akan membeli banyak barang, untuk melengkapi tokoku yang akan buka beberapa hari lagi."Kan, sudah siap?" Aku memanggil Kania dikamar. Anak perawan, kalau dandan lamanya minta ampun!"Sudah mbak. Bagus tidak?" Gadis itu keluar kamar. Memakai gamis bar
Kulipat tangan didepan dada. Menunggunya mendekat. "Apa kabar nona Sari? Ah, aku lupa, kita belum resmi bercerai. Bagaimana? Sudah siap jadi janda?" Dia tepat didepanku. Menatapku dengan tatapan meremehkan."Kenapa? Kamu sudah siap kehilangan rumah itu?" Balasku sinis."Hah, Jangan mentang kamu sewa pengacara bagus, kamu bisa menang.""Aku tak harus menang mas, aku hanya ingin kamu tak mendapatkan semuanya.""Halah, kamu ingin menguasainya kan? Dasar miskin!"Aku hanya tersenyum. Tak menghiraukan lagi ucapanya. Aku ambil HP di dalam tasku. Mengecek apakah truk pengangkut barang sudah datang."Wah, Iphone baru ya? Luar biasa! Bahkan aku lihat penampilanmu berubah. Jual diri dimana?"Plak! Kutampar pipi kirinya. " Jaga mulut tak tau dirimu itu! Aku tak perlu jual diri untuk membelu apa yang aku mau.""Hah, sombongmu!" Dia bersandar pada pintu mobil. Tanganya memegang pipi yang kutampar.Aku mencibiknya tak suka. "Jangan sentuh mobilku! Pergilah, aku tak mau mobilku lecet." Ucapku sini
"Kan, bisa tolong cek susu bayi? Kemarin ada susu bayi baru datang. Sudah ada di rak belum ya?" Aku masih memeriksa beberapa barang yang baru datang."Iya mbak, sebentar ya" Kania berdiri dan berjalan ke rak yang ku maksud."Bu, ada yang nyari""Siapa?" Aku masih sibuk membaca daftar barang di tanganku."Permisi" Suara itu membuat mataku teralihkan dari kertas.Aku melihat siapa yang datang. Mas Atnan sudah berdiri di depanku. "Oh, mau ambil pesanan?""Iya mbak, mbak Sari sedang sibuk?""Cuma sedang cek barang masuk. Ini mas pesanannnya." Aku menyerahkan selembar kertas berseta menunya dimeja."Lim, ini bawa ke warung." Mas Atnan membawa teman lain ternyata dan dia meminta temanya membawa pesanan kami."Tokonya baru ya? Komplit juga ternyata. Bisa kami belanja kebutuhan disini?""Bisa sih mas. Tapi tokonya masih buka beberapa hari lagi. Mas kenapa masih disini?" Aku menatapnya yang hanya berdiri didepanku. Temanya saja sudah kesana sejak tadi. Dia sama sekali tak bergerak dari sini.
Semalam ibu terkejut aku membawa Aisyah pulang. Tapi pagi ini, Aisyah justru lebih lengket dengan ibu di banding aku. Bahkan sehabis subuh dia sudah di mandikan, ibu bahkan mengepang rambut panjang Aisyah menjadi dua. Kini dia sibuj didapur dengan ibu."Mbah ti, ini mau di buat soto?" Aisyah memandang sebaskom kecil daging sapi dan tetelannya."Bukan, ini mau buat rawon." Ibu mengiris daging ditemani celoteh Aisyah."Oh, rawon itu apa?" Dia dengan polosnya bertanya."Seperti soto, tapi warnanya hitam."" Aisyah belum pernah makan rawon. Enak?" Dia duduk memperhatikan ibu mengiris daging."Enak dong, Masakan Mbah ti pasti enak." Ibu membanggakan dirinya sendiri. "Isah cuma pernah makan Soto, masakan Umi juga enak. Soto Umi pakai ceker ayam. Kasihan Umi, tiap beli selalu kehabisan daging. Jadinya, cuma dapat ceker." Netraku memanas. Dia bercerita dengan lugunya. Bahkan tak paham, bila kala itu, Uminya tak mampu membeli selain ceker ayam."Kalau begitu, karena Mbah Ti punya banyak dagi
Pagi ini aku begitu sibuk, Aisyah akhirnya tak mau aku ajak pulang. Dia bilang mau menemani mbah ti di rumah. Ibu senang saja bila ada Aisyah, dia gadis kecil yang cerdas. Sangat menyenangkan mengajaknya bicara, terlebih aku tau, ibu juga merundukan cucu.Aku tenggah menata beberapa barang dirak depan saat mbak Yayuk dan Zatta, anak perempuan mbak Yayuk datang. Mereka sudah bilang akan kemari, mau melihat-lihat toko katanya. " Assalamualaikum Sari""Waalaikumsalam mbak, sama Zatta saja?""Iya tante, Abang Zakka mana mau pergi bareng tanpa Papa" Zatta menjawab, sesekali ia melirik -lirik beberapa rak."Sudah rapi nih, buka besok juga berani ini toko?" mbak Yayuk berceloteh."Yang atas tinggal sedikit mbak, hari ini harus selesai sih mbak, besok istirahat sehari." Mbak Yayuk menganggukkan kepala. Dia duduk didepanku. "Lupa, nih jajanan buat ngemil sama yang lain" dia meletakkan dua kardus makanan di meja."Walah, pesta nih" "Apaan, cuma jajanan biasa. Yuda pesan buat acara nanti so