Tak berapa lama mbak Yayuk kembali dengan rombongan ibu-ibu berdaster. Beberapa barang sudah di keluarkan dari dalam rumah. Jadi lebih mudah untuk membaginya segera."Sari, bener ini barang mau di hibahkan gratis?" Mak Odah bertanya."Bener mak, tapi di catat dulu siapa saja dan mau yang mana. Satu orang cuma boleh ambil satu barang besar dan satu barang kecil.""Bener gak ni? Nanti sudah dirumah, bu Ida datang ambil barangnya lagi""Gak bakalan. Ini barang punya sari, ada urusan apa bu Ida?" Mbak Yayuk ikut bicara.Seluruh isi ruang tamu, ruang tenggah dan kamar depan sudah di teras sekarang. Ada dua set meja dan kursi, meha makan, kulkas, TV, lemari, bifet bahkan etalase kaca."Yang di dapur juga mbak?" "Iya, semua. Mesin cuci, kompor Rak sepatu dan sepatunya juga!" Ucapku memerintah. Rani berdiri dengan wajah tak suka didepan pintu. Menghadang para pekerja itu masuk."Sudah cukup! Jangan sentuh barang didapur!""Lhaa, kenapa memangnya?" Aku sekarang berdiri didepannya."Bagaimana
Exavator itu kini berada di halaman. Aku melihat mas Aldo dan Rani membawa barang yang tersisa keluar. Beberapa kali aku melihat Rani menghentakkan kakinya kelantai. Namun mas Adlo bergeming."Lucunya pasangan tak beradab itu. Begitu saja terus biar semakin banyak yang tau kelakuannya" mbak Yayuk yang ikut menunggu jadi geram sendiri.Mereka keluar rumah dan mengunci pagar."Mana kuncinya?" Aku meminta kunci rumah yang baru pada Mas Aldo. "Kamu sudah taruh begituan di halaman, kunci rumah juga mau kamu ambil?" Mas Aldo sepertinya sedang tak ingin berdebat."Iya, semua ingin aku ambil. Kecuali kamu!" Ucapku melihatnya memutar bola mata. "Mana!" Dia memberikan kunci itu padaku. Mau seriby kali pun kunci rumah kamu ganti, jika putusan banding itu belum keluar, aku tak akan merelakan rumah itu!Aku melibat mereka berjalan menuju rumah ibu Saat memasuki pekarangan rumah, mas Aldo masih melihatku tak suka." itu exavator yakin bakal disitu terus Sar?" Mbak Yayuk bertanya."Yakin lah mbak
Ruang pemeriksaan begitu terasa dingin. Atau tubuhku sendiri yang merasa tak siap disini. Jika bisa aku ingin lari, sembunyi. Namun tidak. Aku tak berani. Mbak Yayuk bisa menyeretku lagi kembali kemari. Dia manusia paling galak pada masanya."Apa kabar mbak Sari, lama sekali ya tidak bertemu."Tak ada jawaban. Kalimatku membeku di krongkongan ini. Aku berusaha tersenyum. Meski debaran jantung ini saling berhantaman dengan nyaliku sendiri." Ada keluhan apa kali ini?"Seorang dokter kandungan bertanya, wajah yang tak asing bagiku sebenarnya. Namanya Dokter Ana. Dia adalah teman baik mbak Yayuk semasa kuliah. Hanya beda jurusan.Terlebih Sebagai sesama ibu Persip, dokter Ana juga dekat dengan mbak Yayuk. wanita ini bahkan yang memberiku banyak kekuatan dulu, saat hasil pemeriksaanku belum menunjukkan tanda kehamilan.Ruangan ini adalah saksi bisu, perjuanganku sebagai istri seorang Aldo. Kemari selalu seorang diri, tanpa suami yang tak memiliki satu Visi denganku, membuat rasaku pada
Aku menatap ibu dan mbak Asya. Ibu melihatku tak suka. Sementara mbak Asya antara melihatku dan membuang wajahnya." Apa maksudmu membawa truk besar itu kerumah Aldo? Kalian kan sudah berpisah! Jangan campuri lagi kehidupan Aldo!"Truk? Mungkin masksud ibu excavator itu. Aku masih terdiam, Satpam tokoku menghalangi ibu mendekat kearah kami. Mbak Yayuk mengendong Aisyah masuk."Sari, masuk saja. Jangan habiskan waktumu meladeni mantan mertua yang tak punya rasa kasih itu!" Mbak Yayuk menarik ujung bajuku Aku memberinya isyarat agar masuk lebih dulu. Kasihan Aisyah jika tertidur dalam gendongan terlalu lama. Mbak Yayuk juga pasti lelah membopong bocah gembul itu ."Masuklah mbak, nanti aku kesana"Mbak Yayuk berlalu pergi. Meninggalkan tatapan awas pada ibu dan mbak Asya."Perempuan tak tau diri. Saudara bukan, kakak bukan, segitunya membela orang lain!" Ibu berucap menatap tak suka pada mbak Yayuk. "Kalau ibu kemari hanya untuk membuat masalah, maaf, Sari tak ada waktu""Halah. Sibu
Hari berganti hari, perutku semakin membesar. Ibu begitu menjaga makanku. Aisyah juga sangat bahagia. Aku sempat merasa takut, takut melalui semuanya sendiri. Namun yang membuatku kuat adalah, banyaknya dukungan yang aku dapat. Dan mas Yuda, entah mengapa ia lebih sering datang kerumah, ke toko. Sampai mbak Yayuk bilang, kehidupan mas Yuda selain dinas dan tugas adalah diriku.Tim pengacaraku bilang, dua hari lagi putusan bandingku keluar. Aku berharap memenangkannya. Rumah itu akan aku berikan pada mbak Yayuk untuk di kelola, menjadi tempat belajar dan bermain anak di daerah sana.Jika kalian tanya apa mas Aldo sudah tau kehamilanku? Tidak. Dia tak tau. Aku belum memberi tahunya. Untuk apa membicarakan sesuatu yang tak pernah dia harapkan. Dua minggu lagi dia akan menikahi Rani. Aku melihat foto undangam mereka di InstaGrem.Dunia itu lucu ya, yang baik tak pernah nampak di mata mereka yang tak suka, sementara yang buruk justru di bela dan di beri penghargaan besar, hanya karena ses
Kabar gembira kudapat siang ini. Putusan sidang memenangkanku sebagai pemilik dari rumah dan isinya itu. Setelah mendapat telphone, segeran saja aku menuju rumah mbk Yayuk. Aku turun dari mobil, mbak Yayuk ternyat sedang di teras bersama mbak Nur.Braakk!Tubuhku terdorong menghantam pagar rumah mbak Yayuk. Aku melihat ke belakang, ibu sudah berdiri dengan bencinya menatapku.Mbak Yayuk dan mbak Nur berdiri? Memegangku yang terhuyung hampir jatuh."Bu Ida! Keterlaluan. " Mbak Nur berkacak pinggang kearah ibu. "Untung Sari bisa menopang badannya. Kalau sampai Sari jatuh, ibu bakal l saya ubek-ubek."Gak usah ikut campur Nur! Kalau dia jatuh, bagus lah. Memang itu tujuanku.!"Kuusap perutku pelan. Untungnya tangan ini sempat mmencari pegangangan. Jika tidak. Aku sudah jatuh tengkurap sekarang."Heh Sari, memang betul-betul kurang ajar kamu ya. Lihat, kamu sudah membuat Aldo bertengkar dengan Rani!"Aku menatao wajah ibu dengan amarah. Sejujurnya aku tak suka cara ibu memperlakukanku.
Sejak kejadian perginya Rani, mas Aldo memang selalu menghubungiku. Aku tak pernah menjawab panggilan telphone nya, apa lagi membalas pesannya. Biarkam dia berharap dalam perih. Sama sepertiku mengharapkan kehadirannya dulu saat aku butuh. Bahkan sekarang dia menemuiku di toko sendirian."Pergilah mas, aku tak ada waktu denganmu sekarang!""Tapi Sari, kamu sedang hamil anakku. Anak kita. Tak bisakah aku memberinya perhatian?"Aku ingin tertawa mendengarnya. Dia ingin memberikan perhatian pada anakku." Kamu yakin ini anakmu? Bukankah kemarin kamu bilang aku menjual diri?"Mas Aldo terdiam. Dia menunduk menatap lantai ruangan ini."Pergilah!" Ucapku kasar."Apa salah jika aku hanya menginginkan seorang anak? Apa begitu salah jika aku menuntut anak dalam pernikahan kita?" Dia kembali berucap. Entah kenapa, setiP kali dia bicaran rasanya ingin ku robek mulutnya itu."Kamu tak pernah merasa salah memang mas? Lima tahun menikah, pernah kamu menemaniku periksa kedokter? Menemaniku mencari
Setelah mendengar pernyataan mas Yuda. Aku merasa segan didekatnya. Bahkan sepanjanh perjalanan pulang. Hingga mengantarkan mbak Yayuk kerumahnya, aku lebih banyak diam.Sesekali bersuara saat Aisyah memanggilku dan bertanya sesuatu yang dilihatnya dijalan. Tapi kini, gadis kecil iti tidur di kursi belakang. Aku jadi salah tingkah karena suasana yang hening."Ac nya kurang dingin?" Mas Yuda mengecek suhu AC di depanku."Oh, sudah mas. Sudah dingin. Kenapa?" Tanyaku menatapny."Lho kok tanya balik? Kamu itu yang kenapa, kalau AC menyala, kok keringatmu banyak?"Ah, dia tak tau apa aku sedang gugup."Gak papa mas. Sudah menyetir saja. Jangan membuatku malu"Mas Yuda justru tertawa mendengar kalimatku. "Yaa, aku akan berpura-pura tak tau kamu gugup."Lah, dia menggoda!Aku hanya tersenyum, ingin rasanya mengecil dan sembunyi di balik lubang AC yang dingin.Kami menuju kerumahku. Sampai di rumah, mas Yuda membukakan pintu. Aku melihat mobil yang kukenal di jalan masuk rumah. Itu seperti m