"Ya Tuhan, bagaimana sekarang?!" ucap Nindi pelan dengan nada panik dan cemas.
Setelah kejadian itu, di mana dia melakukan one night stand dengan pria yang ia benci, Nindi memilih bersembunyi–baik dari keluarganya maupun pria itu. Nindi mematikan handphone supaya tak ada siapapun yang bisa menghubunginya dan supaya tak diteror oleh nomor tak dikenal yang pernah mengirim pesan padanya. Sejujurnya itu terus berlanjut selama beberapa hari dan Nindi curiga jika pelakunya adalah Zeeshan. Sekarang sudah dua minggu setelah kejadian itu. Sejauh ini Nindi merasa aman di persembunyiannya, akan tetapi masalah kembali datang padanya. Saat ini Nindi berada di rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Akhir-akhir ini Nindi sering mutah, pusing, dan tak enak badan. Jadi dia melakukan pemeriksaan untuk mengetahui kondisinya. Ternyata hal yang dia takutkan terjadi padanya. Nindi hamil! "Kenapa aku bisa hamil? Ya, memang, saat itu aku lagi di masa subur. Tapi kan hanya sekali dan aku juga mengonsumsi pil penunda kehamilan setelah itu," gumam Nindi, duduk lesu di kursi tunggu. Kepalanya menunduk menatap laporan medis yang ia pegang. Nindi memijat kening, tertekan dan frustasi. Baru saja Nindi merasa tenang tetapi masalah ini–kehamilannya, muncul dan menggoncang Nindi. 'Aku bisa menutupi kejadian itu dari Ayah dan Mama, tapi-- kalau hamil, bagaimana caranya aku menutupinya? Perlahan-lahan perutku akan besar, dan siapapun pasti bisa melihat perut besarku. Ayah dan Mama pasti kecewa berat kalau aku memberitahu kondisi kehamilanku.' batin Nindi cemas. Air matanya mulai keluar karena perasaan takut mengecewakan orang tuanya. Tak mungkin Nindi menggugurkan kehamilannya. Itu terlalu jahat! Tiba-tiba saja sebuah sapu tangan terulur di depannya. Nindi terkejut dan reflek mendongak untuk melihat siapa yang memberikan sapu tangan tersebut padanya. Mata Nindi langsung melebar, jantungnya berdetak kencang, dan tubuhnya langsung panas dingin. Nindi berdiri dan berniat kabur. Orang yang memberikan sapu tangan padanya adalah pria itu. Pria yang ia benci–Zeeshan Lavroy Azam. Setelah malam itu, Nindi semakin membencinya dan tak ingin bertemu dengannya lagi. Niatan Nindi untuk melarikan diri tertahan, pria itu lebih dulu mencekal pergelangan tangannya, menyentak Nindi sehingga Nindi berakhir menabrak dada bidang pria itu. "Le-lepaskan aku!" pekik Nindi, berusaha melepaskan diri dari Zeeshan. Sayangnya, alih-alih melepasnya, Zeeshan malah melingkarkan tangan di pinggang Nindi. Pria itu memeluk erat pinggangnya, membuat tubuh Nindi kian merapat pada tubuh besar Zeeshan. Sejenak Nindi terpaku pada sosok pria yang saat ini menunduk untuk menatapnya. Nindi akui visual Zeeshan adalah yang terbaik, sejak dulu dan sekarang. Bahkan menurutnya, Zeeshan versi dewasa jauh lebih tampan. Pria ini lebih tinggi, rahangnya tegas, tatapan matanya tajam, dan pahatan wajahnya terasa sangat sempurna. Dia tampan, menawan, dan mempesona. Namun, Nindi membenci pria ini. Itu karena dulu Zeeshan pernah menolak cintanya dengan cara yang menyakitkan. Kejadiannya saat mereka high School, di mana saat itu Nindi masih kelas satu dan Zeeshan kelas tiga akhir. Hari itu adalah hari kelulusan pria ini, dan karena Zeeshan akan meninggalkannya, Nindi memberanikan diri mengutarakan perasaan cintanya pada sang senior. Tak lupa dia membawa hadiah untuk Zeeshan, agar pria ini terus mengingatnya. Namun, menyakitkannya, Zeeshan menolak cintanya. 'Aku tidak suka pada perempuan centil dan bodoh. Kubur perasaanmu dan jangan pernah muncul di hadapanku, cintamu bisa merusak masa depanku.' 'Aku tidak centil. Aku hanya terus terang kalau aku suka pada Kak Zeeshan.' 'Apa di dalam otakmu hanya ada cinta-cintaan? Apa tak ada gambaran masa depan yang kau rancang?' 'Masa depanku adalah Kak Zeeshan. Dan aku sudah merancangnya, suatu saat kita punya dua anak dan hidup bahagia, Kak.' 'Kau dan otakmu sudah rusak parah. Dasar stupid!' Saat itu Zeeshan merampas buket bunga dan kotak hadiah yang Nindi bawa, lalu dengan jahat Zeeshan membuangnya dalam tong sampah. 'Kau terlalu agresif dan bodoh. I don't like you at all! Memuakkan!' Itu kenangan buruk yang sampai saat ini tak bisa Nindi lupakan. Dia benci bukan karena ditolak, tetapi karena ucapan Zeeshan yang terlalu menohok hati serta sikap pria itu yang sangat jahat karena membuang hadiah dari Nindi ke tong sampah. Padahal, hadiah di dalamnya berupa gelang dan boneka hasil sulaman yang Nindi buat sendiri. Akibat kejadian itu, Nindi kehilangan kepercayaan diri. Pribadinya juga berubah, dari yang suka berpenampilan rapi dan fashion-able, menjadi acak-acakan. Penampilannya yang acak-acakan dan mirip gembel tersebut berlanjut hingga sekarang. Nindi berdecak untuk mengusir kenangan buruk yang melintas di kepalanya. "Aku tidak punya urusan denganmu, jadi tolong lepaskan aku!" ucap Nindi kembali, terkesan ketus dan cuek supaya pria ini tahu kalau Nindi membencinya. "Tidak punya urusan, Heh?" Zeeshan menaikkan sebelah alis, memperlihatkan smirk tipis yang meremehkan, "kau merenggut perjakaku, Nona Adam," dingin Zeeshan selanjutnya, berbisik pelan dan tepat di sebelah daun telinga Nindi. Mata Nindi membelalak karena mendengar ucapan Zeeshan. Hei, pria ini sepertinya gila, dan Nindi rasanya semakin benci. Bagaimana bisa Zeeshan mengatakan hal tadi?! Nindi adalah korban, Zeeshan lah yang merenggut perawannya. "Ka-kamu …-" Nindi ingin sekali menonjok wajah Zeeshan, tetapi sayang dia tak seberani itu. Meski keluarga Nindi adalah keluarga terhormat dan disegani, tetapi keluarga Zeeshan berada di atas keluarga Nindi. Satu lagi, Nindi dengar keluarga pria ini banyak sisi gelapnya. Dia sedikit takut! "Setelah merenggut perjakaku, kau juga mencuri benihku dan sekarang kau hamil." Zeeshan berkata dingin, meremas lekuk pinggang Nindi, "Sepertinya kau ingin menyembunyikan kehamilanmu dariku," lanjutnya sambil melayangkan tatapan yang menghunus tajam. Mendengar ucapan dingin pria itu, Nindi kembali merasa takut. Zeeshan sudah tahu mengenai kehamilannya. Apa yang harus dia lakukan? Sebenarnya dia bertanya-tanya kenapa Zeeshan bisa di rumah sakit ini, tetapi sekarang Nindi sudah tak perduli tentang hal itu. Yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya dia bisa kabur dari Zeeshan. "Ikut denganku!" Zeeshan meraih pergelangan tangan Nindi, mencekalnya dengan kuat lalu memaksa Nindi supaya ikut dengannya. Nindi awalnya memberontak, akan tetapi Zeeshan menatapnya dengan begitu tajam. Sepertinya Zeeshan marah, dan mungkin pria ini tak menerima kehamilan Nindi. *** Saat ini Nindi dan Zeeshan berada di apartemen Zeeshan. Pria ini mengunci apartemen supaya Nindi tak bisa melarikan diri. "Berapa usiamu?" tanya Zeeshan, setelah hanya diam cukup lama. "27 tahun," jawab Nindi datar, menatap malas pada Zeeshan. 'Padahal aku pernah menjadi adik kelasnya, bagaimana bisa dia tidak tahu usiaku? Menghitungnya sangat mudah, jarak usia kami kurang lebih 4 tahun. Ah, aku masih ingat ulang tahunnya. Kalau aku 27 tahun, berarti dia 31 tahun. Semudah itu padahal menghitungnya. Tapi namannya juga dia tak pernah peduli padaku, tentu saja dia masa bodo.' batin Nindi, sedikit dongkol dan tak terima karena Zeeshan menanyakan usianya. Mengenai perbedaan usia diantara mereka yang membingungkan, seingat Nindi itu disebabkan karena Zeeshan sebelumnya sudah bersekolah di luar negeri. Seharusnya sudah kelas 11 di sana. Namun, Zeeshan pindah sekolah ke negara ini dan dia memilih mengulang dari kelas satu. Nindi tak tahu alasan Zeeshan pindah dan memilih mengulang. Dia hanya tahu pria ini sempat bersekolah di luar negeri. "Aku mencari mu akhir-akhir ini dan sepertinya kau bersembunyi." Zeeshan kembali membuka suara, "kejadian malam itu, kau harus bertanggung jawab." "Apa?!" Nindi melongo tak percaya, menatap Zeeshan dengan air muka konyol, "Kak, Pak-- kamu! Harusnya aku yang mengatakan itu padamu. Kamu merampas mahkota berhargaku!" "Merampas mahkota berharga?! Cih." Di akhir kalimat, Zeeshan berdecih meremehkan, "wanita yang menjaga mahkota dan kehormatannya, tak akan pernah menginjakkan kaki di tempat seperti itu," lanjutnya cukup sarkas. Mendengar itu, Nindi mengepalkan tangan, menatap marah sekaligus benci pada Zeeshan. Ucapan Zeeshan sangat menohok, hatinya sakit. "Lalu bagaimana dengan kamu?! Kamu juga ke sana," ucap Nindi dengan nada ketus, tak mau kalah. "Aku memiliki urusan di sana," jawab Zeeshan santai. "Aku--" "Syutt!" Zeeshan memberi isyarat supaya Nindi berhenti mengoceh, "sebenarnya aku ingin memenjarakan mu karena kasus pemerkosaan dan pelecehan. Tapi karena kau mengandung anakku, aku tak mungkin memenjarakan mu." 'Playing Victim sekali Kak Zeeshan. Jelas-jelas dia sadar dan aku-- aku kan dipengaruhi obat. Kenapa aku yang dituduh memperkaos?! Harusnya dia!' batin Nindi, kembali mengepalkan tangan sambil menatap kesal luar biasa pada Zeeshan. "Secepatnya kau harus menikah denganku, karena kau mengandung anakku yang akan menjadi pewaris-ku. Anak itu sangat penting," jelas Zeeshan. "Pewaris biasanya laki-laki, dan belum tentu aku melahirkan anak laki-laki. Jadi aku menolak menikah denganmu," ucap Nindi datar. "Mau anak itu laki-laki atau perempuan, tetap anak dalam perutmu sangat penting. Saat ini akulah pewaris utama keluarga Azam. Dan jika aku ketahuan memiliki anak yang berasal dari perempuan yang bukan berstatus istriku, posisiku sebagai pewaris bisa dalam bahaya." Zeeshan menjeda sejenak, "Bayi dalam perutmu akan menjadi pewaris ku, dan kau harus berstatus sebagai istriku saat melahirkannya. Jadi kau harus kunikahi dan kau tidak bisa menolak, Nindi. Jika kau menolak, kau akan kujebloskan dalam penjara. Selain itu, aku juga akan menghancurkan nama baik keluargamu dengan menyebar kelakuanmu yang menjijikkan, melecehkan seorang pria dan mencuri benihnya." Nindi berkeringat dingin mendengar ancaman Zeeshan. Pada akhirnya dia setuju menikah dengan Zeeshan. Persetan dengan rasa benci yang dia miliki pada pria ini, terpenting nama keluarganya tak tercemar karena hal ini."Zeeshan apa?" dingin Zeeshan kembali. Nindi tak berani menjawab, menggaruk tengkuk sambil menampilkan wajah muram dan murung. 'Kenapa galaknya balik lagi? Mentang-mentang udah nggak bulan madu, skin Bon Cabenya dipake lagi.' batin Nindi. Zeeshan tiba-tiba menarik lengan Nindi, memaksa perempuan itu supaya ikut dengannya ke kamar mandi. "Ikut aku!" marah Zeeshan. "A-ampun, Mas," gugup Nindi, sedikit memberontak karena mendadak takut saat Zeeshan menariknya ke arah kamar mandi. Apa yang akan pria ini lakukan padanya? Apakah dia akan ditenggelamkan dalam buth up, seperti ibu tiri kejam yang marah pada anak tirinya? Atau dia akan disuruh menyikat lantai kamar mandi? Namun, semua tebakan Nindi tersebut salah. Pria itu malah …. adegan 21 plus-plus. Untung Nindi menikmati-- ah, maksud Nindi, untung sudah halal jadi adegan tersebut tak masuk dalam kategori adegan berbahaya. Setelah selesai dengan ritual manja dan manis tersebut, juga selesai mandi, Nindi buru-buru keluar dari kam
"Nindi, aku datang untuk meminta maaf," ucap Maura, di mana Andrea menganggukkan kepala karena dia juga ingin meminta maaf pada Nindi. "Oh, yaudah," ucap Nindi santai, akan tetapi menatap ke dua orang tersebut dengan tampang muka tak suka. Katakan Nindi jahat, akan tetapi dia tidak akan semudah itu berdamai dengan kedua orang ini. Maura mempermalukannya di hadapan teman-temannya dan Adrea mempermalukannya di hadapan orang tuanya. Nindi mengatakan iya karena dia tak ingin memperpanjang masalah. "Nindi, kita bisa jadi teman kan?" ucap Andrea, senyum manis pada Nindi. "Masalah kemarin, maaf yah … aku hanya salah paham. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan kamu. Maafin aku yah," tambah Adrea. "Iya," jawab Nindi, menganggukkan kepala. "Nindi, kita juga teman kan?" ucap Maura, menatap gugup pada Nindi sambil senyum kaku. Nindi ingin menjawab, akan tetapi tiba-tiba saja Danish datang. Pria itu menarik Nindi lalu mendorong Nindi supaya masuk ke dalam. "Jangan
Nindi dan Zeeshan akhrinya kembali ke tanah air, di mana kepulangannya di sambut oleh keluarga besar Adam dan keluarga Azam. Kakek dan nenek Nindi datang, begitu juga dengan kakek nenek suaminya. Mereka semua sama-sama menunjukkan rasa khawatir dan perhatian pada Nindi. Tak lupa sahabatnya, Clara, yang juga datang menjenguk dan menangisinya.Perempuan itu sangat khawatir padanya sehingga tak menangisi Nindi. Akan tetapi sekarang Clara sudah tak menangis, mendadak lupa cara menangis sebab adanya keberadaan Kaze yang sudah Clara klaim sebagai brondong love. "Aduh, Adinda yang cantik ini tidak bisa membuka bungkus coklat ini," ucap Clara, sengaja tak bisa membuka bungkus coklat untuk mencari perhatian pada Kaze, "adakah pangeran yang bersedia membuka bungkus coklatku?" tambah Clara dengan nada lemah, bersikap layaknya perempuan yang tak berdaya. Saat ini dia, Nindi, Kaze dan Danish, berada di halaman samping rumah. Di dalam ada banyak orang, baik keluarga Azam maupun keluarga besar Ni
Gisella menganggukkan kepala, selanjutnya mengatakan semua kelakuan Andrian. Termasuk memaksanya mengenakan topeng silikon berbentuk wajah Nindi–saat dia dan pria itu bercinta. Dia juga merencanakan secara detail tentang penculikan Nindi, termasuk bagian Nindi pura-pura senang diculik dan bersedia menikah dengan Andrian, padahal diam-diam perempuan itu merencanakan pelarian. Dia juga menceritakan bagian Andrian berjanji menikahinya lebih dulu barulah menikahi Nindi, akan tetapi Andrian berkhianat. Hanya ada satu gaun dan itu untuk Nindi. Dari sana lah dia menemui Nindi, awalnya dia ingin membunuh Nindi karena merebut Andrian darinya. Tetapi Nindi berhasil menyakinkannya bahwa Nindi tidak sudi menikah dengan Andrian, itu hanya taktik supaya Andrian tidak melakukan hal-hal tidak baik padanya. Akhirnya dia sepakat membantu Nindi, bertukar posisi–dia menjadi pengantin untuk Andrian, lalu Nindi melarikan diri ke hutan. "Saat Andrian tahu akulah perempuan yang dia nikahi, dia sangat marah
"Tuan Da-Danzel." Devson terbata-bata saat menyebut nama itu. Pemilik nama ini pernah dua kali hampir membunuhnya. Pertama, saat dia mencoba merebut istri pria ini. Yang kedua, saat putra angkatnya–Andrian, kedapatan menggunakan kamar putri pria ini sebagai tempat bercinta. Dulu, mereka sempat berbaikan. Namun, karena kejadian yang diperbuat oleh Andrian, pertemanan antara dia dan Danzel kembali rusak. Bahkan karena hal itu, Devson tak berani datang ke negara pria ini–saking takutnya dengan ancaman dari pria ini. Devson mencoba menenangkan diri lalu berbicara pada Danzel. "Tuan Danzel, tolong jangan halangi saya. Meskipun dia menantumu tetapi tidak seharusnya anda melindunginya. Dia telah melenyapkan putraku." "Dan kau tahu kenapa menantuku melenyapkan putra angkatmu yang brengsek itu?" Danzel mendekat ke arah Devson, di mana pak tua bernama Devson tersebut langsung mundur saat Danzel mendekat padanya. "Sa-saya tidak terlalu tahu. Tetapi yang saya tahu putraku telah tiada
"Sterilkan pisau itu," ucap Zeeshan pada anak buahnya. "Baik, Tuan Nimora." Melihat itu Leonard geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan Zeeshan yang … jika begini lebih baik pria telanjang itu dibakar, daripada harus dikebiri lalu dikembalikan pada orang tuanya. Ah, tapi sudahlah. Zeeshan ini putra seorang Zayyan, jadi dia sama mengerikannya dengan daddynya. "Devson harus melihat kondisi anak angkat kesayangannya. Dan aku ingin tahu seperti apa reaksinya?" tambah Zeeshan, mendekati istrinya lalu menggendongnya secara bridal style–membawa Nindi pergi dari sana. Nindi tahu bahwa Zeeshan lah yang menggendongnya, tercium dari aroma parfum sang suami. "Aku boleh membuka mata, Mas Ze?" "Humm." Zeeshan berdehem singkat. Nindi membuka mata, langsung menatap wajah suaminya yang masih terasa dingin. Sebenarnya Nindi ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi, dia penasaran nasib Andrian sekarang. Namun, melihat wajah dingin suaminya, Nindi memilih mengurungkan niat. 'Lebi