Selamat membaca dan semoga suka ....
"Tunggu aku di rumah. Kau harus mendengar penjelasan ku. Kau sudah berjanji, Sweetheart," ucap Zeeshan pada Nindi, di mana saat ini dia akan berangkat bekerja. Nindi menganggukkan kepala, senyum tipis pada Zeeshan. Dia menyerahkan sebuah kotak bekal pada Zeeshan, menbuat pria itu cukup kaget karena ini pertama kalinya Nindi memberikan kotak bekal padanya. Aneh, karena situasi di antara mereka bisa dikatakan tidak baik, akan tetapi Nindi membuatkan bekal makan siang untuknya. "Untukku, Poni?" ucap Zeeshan pelan, hampir tak percaya kalau dia mendapat kotak bekal dari Nindi. Nindi menganggukkan kepala, lagi-lagi hanya senyum tipis pada Zeeshan. Bukan tanpa sebab dia membuatkan bekal untuk suaminya. Dia sengaja melakukannya, memperlakukan Zeeshan lebih baik agar kemarahannya memudar. Mamanya bilang, jika kita sedang kesal pada sahabat, kekasih, atau orang yang disayang, maka perlakukan dia dengan baik dan manis, karena dengan begitu rasa kesal yang menggerogoti akan pudar. Saat
"Jadi kau menyukaiku?" Sebuah pertanyaan dengan suara dingin mengalun, meski nadanya halus tetapi tubuh Alice menggigil ketakutan saat mendengarnya. Saat ini dia sudah dipindahkan, berada di sebuah ruangan kosong yang hanya di isi oleh akuarium kotor yang airnya hijau dan berlumut. Jantung Alice berdebar kencang, keringat dingin membanjiri dan wajahnya tegang serta pucat. "Ma-maafkan saya, Tuan," ucap Alice, berkata dengan nada gemetar. "Kau tahu bukan, apa konsekuensi jika anak buahku berani menaruh rasa suka padaku?!" ucap Zeeshan, duduk di sebuah kursi yang terlihat seperti singgasana. Ditangan pria itu ada sebuah pisau yang sangat tajam, matanya berkilau dan terlihat menakutkan. "Sa-saya tahu, Tuan. Ta-tapi … perasaanku murni. A-aku juga tidak bisa melarang hatiku untuk jatuh cinta pada siapa. Tak ada yang bisa mengendalikan perasaan, Tuan," ucap Alice dengan suara pelan, menundukkan kepala lalu menangis penuh kesakitan. Wajahnya sudah rusak, penuh sayatan dan luka b
"Bohong." Nindi dengan cepat menyangkal. Dia berpura-pura tetap tegar akan tetapi hatinya sangat hancur mendengar ucapan Alice. Jika Zeeshan masih belum lepas dari cinta pertamanya, kenapa Zeeshan mengaku suka padanya? Apa benar Zeeshan ingin memanfaatkan rasa suka yang pernah Nindi miliki pada pria itu, agar Zeeshan bisa mengatur Nindi semaunya?! "Bohong?" Alice membeo, lagi-lagi dia menyunggingkan senyuman culas di bibirnya, "kau tahu siapa Nimora?" Nindi diam karena dia sama sekali tak tahu siapa Nimora. "Kau tahu kenapa Tuan suka edelweis?" Nindi lagi-lagi tak bisa menjawab. Akan tetapi, entah kenapa dia sangat ingin tahu. Yah, sepertinya suaminya memang sangat suka pada bunga edelweis. Figura yang pernah Nindi rusak, memiliki ukiran bunga edelweis. Beberapa aksesoris yang suaminya belikan, memiliki bandul bunga edelweis. Piyamanya-- memiliki kancing berbentuk bunga edelweis. Hati dan dada Nindi semakin panas. Dia mulai cemas dan sedih. Dia yakin alasan dibalik semu
'Kau tidak bisa membawa Nindi ke negara itu. Musuh klan sedang beroperasi di negara itu. Jangan pernah berpikir mengambil resiko untuk kesenangan sesaat. Sebaiknya tunda rencanamu dan Nindi untuk berbulan madu ke sana.' "Baik, Daddy," jawab Zeeshan datar. Meski dia tidak senang akan tetapi dia tidak bisa membantah. Ini demi keselamatan istrinya. Setelah berbicara dengan daddynya, Zeeshan menoleh ke arah Nindi yang masih tidur. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh pelipis istrinya. Dengan lembut, dia membelai alis perempuan itu. Mungkin Nindi akan kecewa untuk yang ke sekian kalinya. Ini kali kedua Zeeshan menunda bulan madu mereka. Nindi menggeliat, mengerutkan kening lalu tak lama matanya terbuka. Dia terganggu oleh sebuah gerakan ringan yang menyentuh alisnya. Nindi membuka mata lalu menoleh pada pemilik tangan yang kini sedang membelai pipinya. Zeeshan terus menatapnya, sorot mata pria itu terlihat sayu. Ekspresinya seakan ingin mengatakan sesuatu. "Aku ingin meng
"Ini sudah tengah malam, kenapa kau belum pulang?" "Ini-- saya ingin pamit, Tuan," jawab Alice. "Biar saya saja yang mengantarkan Alice, Tuan," ucap Oliver cepat. Dia tahu Alice sedang mengkode agar diantar pulang oleh tuannya, oleh sebab itu dia dengan cepat menawarkan diri. Dia hanya takut nyonyanya tahu tuannya mengantar Alice, lalu akhirnya nyonya dan tuannya bertengkar karena masalah tersebut. "Tidak perlu," jawab Zeeshan tegas, "seharian ini kau belum beristirahat. Biarkan bodyguard yang mengantar Alice." "O-oh, baik, Tuan," jawab Oliver dengan cepat. Zeeshan segera beranjak dari sana, berjalan dengan langkah tenang. Alice memandang punggung Zeeshan yang kian menjauh dari pelupuk mata. Tatapannya sayu dan ekspresinya terlihat kecewa. 'Semakin hari, perhatian Tuan semakin menghilang. Aku dan Pak Oliver sama-sama bekerja keras, tetapi hanya Oliver yang diperhatikan.' batin Alice, setelahnya menunduk sedih. Sekarang Zeeshan begitu dingin dan cuek padanya. "Ay
"Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa aku menyukaimu sejak lama?" Deg deg deg' Mendengar itu, seketika mata Nindi membulat dan mulutnya terbuka, menganga karena terkejut pada perkataan Zeeshan. Nindi reflek berdiri, masih menatap Zeeshan dengan ekspresi kaget bercampur gugup. Jangan tanya bagaimana keadaan jantung Nindi? Bagai petasan tahun baru, meledak ke langit lalu berbunga-bunga. Zeeshan meraih tangan Nindi, menggenggamnya dengan lembut. "Aku men--" Namun, tiba-tiba saja Nindi melepas genggaman tangan pria itu secara cepat. Hal tersebut membuat Zeeshan menghentikan ucapannya. Nindi menjauh dari Zeeshan lalu buru-buru berjalan ke arah balkon. Perempuan itu menyibak sedikit gorden dan tirai, mengintip ke luar dan melihat apa yang terjadi di luar sana. 'Nggak ada hujan badai ataupun hujan meteor. Nggak ada angin beliung, pesawat piring UFO pun nggak ada.' batin Nindi, masih mengintip ke luar. Satu tangan Nindi memegang tirai dengan kuat dan satu lagi ia letakkan di atas