Selamat membaca dan semoga suka, MyRe. Oh iya, menurut kalian kenapa nih Nindi dilarang ke tempat itu dan kenapa Victor menyuruh Nindi secepatnya pulang? Papai ....
"Tangkap teman Nona Sza dan lenyapkan dia. Perempuan itu bisa menjadi saksi untuk Nona Sza. Posisi ku dalam bahaya bila dia tetap hidup," titah Tony pada anak buahnya. Anak buahnya langsung patuh, segera mendekat ke arah kerumunan. Sedangkan Tony, dia memilih memantau. Sebelumnya, Tony selalu bermain rapih dengan berpura-pura menjadi orang baik di depan Sza. Namun, karena rencana mereka tadi malam gagal, dia tak ingin pura-pura baik lagi. Dia terang-terangan memperlihatkan wajah aslinya. Nasib sial! Sza malah kecalakan dan itu akan berakibat fatal. Kuasa hukum Sza bisa curiga pada mereka semua. "Szaaaa …." Aluna terus menangis. Akan tetapi tiba-tiba seseorang mendekat padanya lalu meletakkan pisau di perutnya. "Diam dan ikut dengan kami. Jika tidak, kau bisa mati!" ancam orang itu sambil berbisik pada Aluna. Aluna seketika berhenti menangis, tubuhnya mendadak kaku dan wajahnya seketika pucat pasi. Tak ada yang menyadari karena semua orang fokus pada Sza. Di sisi lain, se
"22 tahun, Kakek eh Tuan," jawab Sza kikuk. Hening! Setelah itu suasana menjadi sangat hening. Aluna dan Sza saling bersitatap, di mana Sza memberi kode agar Aluna izin pulang–supaya mereka pulang dari sini. "Umm … Sza, mau tidak menikah dengan anak Tante?" tawar Nindi imut, mencoba menarik perhatian Sza agar perempuan itu bersedia menikah dengan putranya. Xenon tiba-tiba bangkit lalu keluar dari ruangan tersebut. Hal tersebut membuat suasana kembali tegang! 'Waduhhh … pasti Uncle kecil-nya Aluna benci banget ke aku. Bahaya ini! Bagaimana jika setelah ini dia menjadikanku bulan-bulanannya?' batin Sza, merasa sangat gugup ketika Xenon tiba-tiba keluar dari ruangan ini. Pria dingin dan tampan itu sepertinya sangat marah! "Jika kau bersedia menikah dengan putra keduaku, kami akan melindungimu dari kejahatan keluargamu. Rumah dan perusaan ayahmu, kupastikan menjadi milikmu sepenuhnya." Zeeshan kembali bersuara, sama sekali tak peduli dengan Xenon yang keluar dari ruang
Xenon menoleh ke belakang, menatap ke arah mommynya yang terlihat dalam dekapan daddy-nya. Xenon berniat ke sana, akan tetapi makhluk kecil itu memeluk erat lengannya. "Bisa lepas?" datar Xenon, akan tetapi menatap tajam pada makluk yang menempelinya. Sza menggelengkan kepala. "My Honey Sweety bunny, lawan Rahwana itu. Atau … Sinta mu ini akan diculik dan dinikahi oleh Rahwana jelek itu." Tampang muka Xenon berubah dingin. Hell! Mahluk apa ini?! "Mas mau yah anak kita memanggil ayah pada Rahwana itu?" tambah Sza, senyum pada Xenon kemudian menoleh pada Doni–menampilkan tampang muka meledek. Aluna sendiri sudah berkeringat dingin. Bukan cuma uncle kecil-nya yang ada di sini, melainkan orang tua paman kecilnya. Aluna dan Sza dalam bahaya! Xenon pada akhirnya menatap tajam ke arah Doni dan anak buah pria itu. "Jika kau masih ingin hidup, pergi sekarang juga dari sini!" peringatnya, datar akan tetapi terkesan penuh intimidasi. "Ta-tapi, Tuan …-" Doni ketakutan, akan tetapi ta
Setelah mengirim pesan itu, Sza bangkit dari sofa lalu menatap para MUA dengan wajah datar. "Jangan di kamarku lah. Nanti kotor." Sza berkata santai. "Ke kamar sebelah saja, dan kalian duluan. Aku mau berak dulu," jawab Sza lalu buru-buru ke kamar mandi. Tim MUA tersebut percaya dan langsung mengangkat barang-barang ke kamar sebelah. Di sisi lain, Sza keluar dari kamar mandi, dia meraih tas lalu buru-buru berkemas. Yang dia kemasi adalah hal penting dalam hidupnya, laptop, HP, foto orang tuanya, skripsi, dan kunci mobilnya. Sekalipun dia kabur tanpa membawa mobil, setidaknya tak ada yang bisa menggunakan mobilnya karena kuncinya ada pada Sza. Dia tak mengemasi barang karena itu tak sempat. --Aluna kembaran Monyet--[Aku sudah stand by di bawah kamarmu. Cepat turun!]Membaca pesan dari sahabatnya itu, Sza buru-buru melepas rok menyusahkan yang ia kenakan. Dia juga berniat melepas kebaya, akan tetapi karena ribet dan takut kelamaan, Sza mengurungkan niat. Dia segera ke balkon, buru
"Tadi– yang kamu ajak gelut itu, dia pamanku, Sza," pekik Aluna, di mana saat ini dia dan Sza sudah berada di sebuah cafe–depan kampus. "Hah? Yang mana tuh?" tanya Sza, menggaruk kepala yang sedikit gatal. Maklum, semenjak satu minggu lalu, dia belum keramas. Hidupnya hanya seputar skripsi, kertas, laptop, dan kampus. Keramas? Haih, untuk saat ini mandi pun Sza rasanya sudah sangat bersyukur. "Yang-- yang kamu ajak by one." Aluna berkata dengan nada memekik, "boleh nggak sih aku bilang yang paling tampan?""Astaga, aku nggak fokus tadi." Sza menggelengkan kepala pelan, tanda jika dia sudah lupa pada sosok itu. Dia ingat memang kalau dia sempat nantangin seorang pria tinggi, akan tetapi dia lupa seperti apa rupa pria itu. Aluna buru-buru mengerluarkan HP kemudian mencari sesuatu di HP-nya lalu menunjukkan layar HP pada Sza. "Ini-- My Uncle, orang yang kamu ajak duel tadi."Sza tak berkata-kata, terdiam dengan mulut menganga dan mata lebar melotot. Wow! Paman sahabatnya ini sangat ta
'Dia masih hidup?' batin Xenon, mengira gembel tadi sudah mati. Yah, gembel itu hanya diam dan termenung, seperti mayat hidup! "Pak, bagaimana bimbingannya. Apa jadi, Pak?" tanya perempuan gembel itu, setelah bangkit dan menghadap sang dosen pembimbing. Dia berbicara dengan nada sopan, masih senyum dan berusaha manis. Dosen yang berbicara dengannya langsung menoleh ke arah arloji. "Aduh, tapi ini sudah jam tiga sore, Sza. Besok saja lah. Lagian ini Bapak terburu-buru, kucing saya melahirkan," jawab dosen tersebut, setelahnya beranjak pergi. Gadis itu terlihat tersenyum lembut. Akan tetapi detik berikutnya, dia tiba-tiba melempar skripsinya sehingga mengenai punggung dosen pembimbingnya. "Heh, apa maksudmu? Menantang saya?!" galak dosen tersebut. Alih-alih gentar, gadis kucel itu malah terlihat semakin marah. "Cepat buka skripsiku dan periksa sekarang juga!" Marah gadis dengan kening ditambal tersebut. "Apa-apaan kamu ini, Sza?!" galak dosen tersebut. Semua orang di koridor mu