Bab 8
Aku mengambil uang cash di dalam tas. Mata Mbak Hana terus memperhatikan, begitu juga temannya yang bernama Erly masih tetangga kami yang menemani dia. "Fix, cuma ju*l diri sih yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat!" celetuk Erly dengan suara cukup kencang."Biar, aku adukan dia pada Hamdan!" Mbak Hana mengeluarkan ponselnya dan ingin memfotoku mungkin."Apa yang kamu lakukan?" tegurku mendekati Mbak Hana usai membayar emas untuk Ibu."Mengadukan kamu pada Hamdan," jawabnya sinis."Apa yang kamu adukan!""Aku katakan jika kamu ju*l diri, untuk membeli emas!" ucapnya lantang. "Plakk...!" aku menampar Mbak Hana karena mulutnya ini tak bisa di maafkan, sampai kapan ia menuduhku demi mentutupi kedengkiannya."Kamu!" Mbak Hana mengangkat tangannya, ingin membalas. Kutahan tangan Mbak Hana dan memelintirnya."Yang kamu katakan adalah fitnah, mau ku laporkan polisi atas pencemaran nama baik!" ancamku."Kamu pikir aku takut akan ancamanmu, polisi tak akan mengurus laporanmu itu!" ia masih bisa menjawab sinis."Sudah berapa kali kamu menuduhku! Dan sekarang kembali menuduh di depan orang banyak, jika apa yang kamu katakan benar tunjukkan buktinya! Ada tidak?" Mbak Hana terdiam tampak berpikir dan tersudut."Jika kamu punya buktinya boleh kamu menuduh, tapi jika itu hanya fitnah aku laporkan perbuatanmu ini. Screenshot komentarmu di fesbuk juga masih kusimpan. Di situ sangat jelas kamu fitnah dan komen itu di tujukan padaku!" "Dan kamu juga, jangan asal bicara. Mau aku tunjukkan videomu yang tertangkap di hotel murah dengan suaminya Dian. Jika berkata ngaca dulu, justru kamu yang keluar dengan suami orang!" aku menunjuk Erly. Wajah teman dekat Hana itu berubah khawatir. Pasti ia tak menyangka aku mendapatkan video itu dari Olla temannya yang seperti ember bocor, dia mengirim ini sudah 2 minggu yang lalu. Karena pertemanan mereka sudah berakhir, sebab perselisihan. Mungkin bukan hanya aku yang di kirimkan ini, tapi ada beberapa tetangga lain. Tapi Olla tak berani memberitahu pada Dian. Aku mengeluarkan ponsel dan memutar video itu. Membuat Erly semakin memucat dan gugup, ucapanku tak main-main. Mereka berdua tak berkutik dan hanya diam karena menahan malu, atau memikirkan yang lain. Erly menarik tangan Mbak Hana."Jika pasangan kalian sama-sama tahu, gimana ya!" celetukku."Jangan berani merusak rumah tanggaku!" ucap Erly dan melanjutkan langkahnya."Eh, gak jadi jual cincin!" ucapku tapi mereka terus berlalu. Padahal suaminya kaya, tapi masih doyan berselingkuh dengan suami orang lain. Tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk menunjukkan ini pada Dian. Sebaiknya jangan, nanti aku terkena masalah. "Hana dan Erly mulutnya kayak rem blong! Beraninya mereka fitnah kamu, Nas," ujar Ibu geram ketika kami mampir makan bakso. "Emang dia begitu Bu, apalagi melihat kita beli emas. Makin jadi mulutnya, Ibu tenang aja aku akan bercerai dengan Mas Hamdan,""Cerai? Kamu yakin, Nas?" tanya Ibu. Sorot matanya seperti khawatir."Pikirkan lagi, anakmu bagaimana jauh dari Ayahnya," ucap Ibu kembali memastikan."Bu, bahkan Mas Hamdan sering marah di depan Nisa. Sering melihat kami bertengkar, pernikahan kami sudah gak sehat, kasihan psikis anakku dan aku juga tak sanggup lagi Bu, mempunyai suami seperti tak punya suami," jujur aku lelah dan ingin segera mengakhiri hubungan ini. "Jika itu keputusanmu, Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik. Ibu juga tak tega melihat kamu selalu di perlakukan tak baik oleh suamimu dan keluarganya," Ibu mengusap tanganku. Nisa berada di rumah baru bersama Ibu. Sore hari aku pulang sendiri ke rumah, motor Mas Hamdan sudah terparkir di depan.Masuk ke dalam kamar, ponsel Mas Hamdan bergetar di atas meja kecil. Aku iseng membuka ponselnya, kucoba menggunakan tanggal lahirnya untuk membuka PIN dan berhasil.Pesan dari ibu mertua. [Hamdan, cepat ke sini. Pasti bonusmu sudah cairkan. Ibu mau beli emas juga! Itu istrimu bisa beli emas sampai 22 juta, Ibu juga mau sebanyak itu.] Ibu mertua merengek minta beli emas. Apa Mbak Hana sudah cerita. Dia seakan tak mau kalah saing dengan mantu sendiri. [Sebenarnya apa kerja istrimu, uangnya sekarang banyak. Kamu tanya dia, jika perlu ambil uang yang ia simpan!] kembali pesan masuk dari Ibu mertua. Dia menyuruh Mas Hamdan untuk mencuri uangku. [Hamdan beri pelajaran itu pada istrimu, Mbak udah gak tahan lagi dengan sikapnya! Tolong ambil ponsel Nasna, dan hapus video Erly.] pesan dari Mbak Hana dia minta Mas Hamdan menghapus video temannya. Aku membaca pesan sebelumnya, benarkan dia mengadu dan mengirim fotoku tadi pada Mas Hamdan.Aku memeriksa tas kerja Mas Hamdan. Baru kali ini aku berani melakukanya, ada amplop berwarna coklat apakah ini uang bonus yang di maksud Ibu mertua. Kuambil tak apa kali ya, dia kan masih suamiku, selama ini aku terus mengalah. Aku juga ingin menikmati uang suami. Dengan cepat aku memasukkan amplop ke dalam tas. Mas Hamdan sepertinya masih di kamar mandi, aku pergi ke rumah Ibu saja dulu.PoV HamdanNasna belum pulang juga. Usai mandi aku mengambil ponsel untuk menelponnya, semenjak ada uang istriku itu semakin bertingkah! Bahkan tak lalai akan tanggung jawabnya sebagai istri, melawan dan menjawab perkataan. Biasanya Nasna manut dan patuh, sekarang dia berbeda.Ibu lagi dan Mbak Hana yang mengirim pesan, aku membuka sebelum menelpon Nasna.[Ham, kamu nanti kesini abis maghrib ya. Bonusmu berapa semuanya? Ibu gak sabar pakai perhiasan baru.] pesan dari Ibu. Aku scroll pesan sebelumnya tidak jauh dari membahas uang dan minta beli emas karena Nasna membelikan Ibunya emas sampai 22 juta. Mbak Hana yang bilang tadi.Pusing aku memikirkan sumber uang Nasna. Apa yang dia kerjakan? Istriku itu hanya ibu rumah tangga, yang tamat SMA. Selama ini dia tak punya uang jika tak kuberi nafkah, apa benar Nasna gelap hati dan pesugihan jadi kaya mendadak. Tapi dia tak pernah melakukan hal yang mencurigakan, selama ini hanya di rumah saja. Ibu bilang saat itu mematai-matai Nasna. Untuk
PoV NasnaMas Hamdan mengira uangnya hilang, padahal uang itu ada padaku. Beruntung aku cepat ke rumah Ibu membawa uang ini, lebih baik uang ini aku gunakan untuk ke salon dan perawatan. Separuhnya aku tabung untuk Nisa. Anggap saja ini adalah nafkah Mas Hamdan untuk kami yang tertahan selama ini, tapi ini juga kurang jika dia memberikan gajinya padaku. Aku tidak tahu pasti berapa gaji Mas Hamdan perbulan, setidaknya dia memberiku 3 juta perbulan itu sudah cukup untuk kami. Aku tak menuntut hidup mewah, hanya ingin di cukupi untuk sehari-hari dan tidak kekurangan. Sedangkan ia rutin memberi uang pada Ibu dan saudaranya dalam jumlah jutaan. Karena itu aku tak merasa bersalah mencari penghasilan sendiri, aku tidak sanggup lagi. Pernikahan kami sudah 9 tahun dan aku sudah lama bertahan, mengorbankan mental dan perasaanku. Dulu mungkin aku hanya menangis berusaha sabar, tapi kini aku tak akan menangisi lagi nasibku. **Ponselku berdering, tertera nama Mas Hamdan. Pasti dia sedang menca
PoV NasnaDiam-diam aku merekam mereka, menyalakan kamera dan mulai merekam. Bahkan Mas Dion mengecup pipi wanita hamil itu, sambil mengelus perutnya. Wanita itu semakin terlihat manja, dengan suara yang di buat-buat seperti anak kecil yang merengek. Mas Dion tak menyadari keberadaanku. Karena terhalang sekat-sekat baju yang di pajang. Toko ini juga cukup ramai. Tapi aku tak langsung mengirimkan video ini pada Mbak Hana. Jika dia tahu suaminya selingkuh, pasti akan jadi perang dunia di rumah tangga mereka. Apalagi semua harta milik Mas Dion. Jika suaminya memilih wanita itu, bisa-bisa Mbak Hana di depak tak mempunyai apapun. **Sampai malam hari aku masih di rumah Ibu. Rasanya enggan balik ke rumah kontrakan itu, apalagi untuk bertemu Mas Hamdan. Pasti hanya keributan, dan bahas uang lagi. Lebih baik aku menghilang dulu tanpa kabar, sedangkan balik nama BPKB mobil masih butuh waktu 2 bulan lagi. "Mbak, ini Anggi marah-marah chat aku. Dia nanya Mbak ada di mana sekarang," ujar Ririn
PoV NasnaSore ini aku akan pergi melihat Ruko yang akan aku sewa, untuk membuka toko sembako. Aku pergi bersama Anwar dan sekalian minta di antar olehnya. Drttt... Sebuah pesan masuk dari Mbak Misni. [Ini loh suamimu, lagi boncengan sama pelakor!] lapor Mbak Misni sambil mengirim video di bawahnya. Di situ terlihat mereka sedang membeli es tebu. Saat motor kembali melaju. Mega merangkul Mas Hamdan dengan erat dari belakang, mereka tak malu bermesraan di depan umum tanpa memikirkan takut ada yang melihatnya. [Makasih ya Mbak, udah ngasih tahu.] balasku pada Misni dan memasukkan ponsel ke dalam dompet yang berukuran cukup besar.Baru saja aku meninggalkannya dua hari ini Mas Hamdan semakin dekat dengan Mega benarkan apa yang kuduga aku akan mempermudah hubungan mereka Tenang saja Mas aku akan meminta bercerai denganmu aku tiba di ruko yang akan disewakan itu tempatnya cukup strategis dan ramai "Kamu kan Nasna?" ujar Mbak Sonya tersenyum ketika melihatku."Iya mbak," dia adalah kak
POV NasnaSebelum itu aku sempatkan merekam video keadaan kamar, yang masih berantakan."Hamdan..!" Mbak Hana membuka pintu kamar, aku sudah bersembunyi di balik lemari plastik. Pintu kembali tertutup, untung ia tak masuk ke dalam."Halo, Ham. Kamu di mana? Apa gak kerja!""Tapi rumahmu gak di kunci," Mbak Hana sepertinya bicara di telpon dengan Mas Hamdan. Aku berjalan perlahan menuju jendela. Lebih baik aku keluar dari jendela ini, dan cukup rendah. Dengan langkah cepat aku meninggalkan rumah kontrakanku. Berjalan melalui jalan belakang rumah agar Mbak Hana tak melihatku. Aku mengatur nafas karena cukup ngos-ngosan berlari. Untuk saat ini aku menghindar dulu dari keluarga mereka, tapi akan kembali ketika Nisa sudah masuk sekolah. Aku harus bisa tahan dulu hingga BPKP mobil itu beralih nama menjadi milik Ibuku. Tak rela jika Mas Hamdan menuntut gono gini jika mengetahui aku memiliki harta sekarang, sedangkan harta miliknya tak ada yang bisa kutuntut. Rumah saja ngontrak, karena ia
PoV HamdanMbak Hana bilang jika pintuku terbuka. Aku yakin, jika Nasna pulang ke rumah ini, tapi apa yang ia cari. Gawat jika dia masuk ke dalam kamar, sedangkan kamar kondisinya berantakan seperti ini karena semalam aku membawa Mega ke rumah. Itu Lingerie milik Mega. Nasna pasti telah melihatnya jika memang dia kemari, Jika Nasna tahu aku ada hubungan dengan Mega bisa gawat. Lagian kenapa Nasna harus diam-diam datang ke rumah. Di rumah kontrakan ini juga tak ada barang berharga, karena aku juga tak membelikannya perhiasan atau barang mahal lain. Saudaraku sudah berusaha untuk menghubunginya. Tapi Nasna hanya membaca pesan yang dikirimkan oleh Anggi begitupun Mbak Hana. Aku juga sudah berusaha untuk menghubungi Nasna menggunakan nomor baru tadi tetap saja tidak diangkat olehnya.Di mana Istriku itu sekarang, aneh juga rumah ibu mertuaku juga kosong mereka seperti menghilang mendadak. Aku mencoba bertanya pada tetangga tapi mereka tidak ada yang tahu. Apakah begini cara Nasna memb
PoV NasnaMas Hamdan terkejut melihat keberadaanku di rumah. Aku terpaksa pulang terlebih dahulu, karena Nisa akan masuk sekolah seperti biasa. Jika aku tak pulang, bisa saja Mas Hamdan mencari Nisa ke sekolahnya. Aku takut dia mengetahui jika keluargaku telah pindah ke rumah baru. BPKB mobil itu butuh waktu 1 bulan lebih lagi untuk balik nama. "Kamu kemana saja, aku hubungi menggunakan nomor baru tetap tak di balas!" ucap Mas Hamdan ketus menatapku. "Aku ikut ibu, ke rumah saudaranya. Ada hajatan," jawabku asal."Bohong, kamu bahkan sempat menyelinap masuk ke rumah saat aku bekerja kan!" hardiknya."Oh itu, ya aku sempat pulang sebentar mengambil sesuatu, dan aku melihat lingerie berwarna merah. Baru saja 2 hari aku tak pulang, kamu sudah bawa perempuan masuk rumah ini, Mas! Beruntung kalian tak di grebek ya!" ujarku membuat Mas Hamdan mendelik dan tertegun."Omong kosong apa yang kamu katakan!" Mas Hamdan berjalan menuju kamar, seperti menghindar dari ucapanku barusan. Dasar suami
PoV Nasna (2)Kusentak rambut Mega hingga wajahnya menengadah ke atas. Lihatlah wanita selingkuhan suamiku ini, habis berapa Mas Hamdan membiayai gaya hidupnya. Vina dan Rasti tak berani melerai, justru mereka hanya melihat adegan ini."Lepaskan!" Mega berusaha untuk melepaskan diri, tapi aku lebih kuat dari gadis sundal ini.Wajahnya yang glowing, bulu matanya yang lentik karena eyelash extension. Tak rela aku melihat kezaliman suamiku demi mempercantik pelakor ini."Ahhh... Sakit!" teriak Mega dengan keras. Bagaimana ia tak menjerit aku mencabut paksa bulu mata tanam itu, dan pasti sangat sakit. Sekuat tenaga aku melepas bulu mata hingga beberapa lepas."Nasna!" Vina memanggil mungkin ia khawatir."Kalian jangan ikut campur! Ini adalah hak-ku yang du renggut oleh pelac*r ini!" ucapku sambil terus mencabut eyelash extension di bulu mata Mega."Sakit, lepasin! Aku aduin kamu sama Mas Hamdan. Biar kamu di ceraikan sama dia!" ucapnya mengancam."Adukan saja, siapa juga yang akan memper