Share

Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan
Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan
Penulis: empat2887

Bab 1

Penulis: empat2887
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-05 01:52:22

"Mbak, kenapa belanjanya hampir setiap hari, menunya cuma itu-itu saja?" Marni, bertanya kepadaku saat sedang berbelanja ditulang sayur keliling.

"Iya, Mar. Anak- anak yang meminta. Mereka ingin makan sayur bening bayam, sama tahu tempe ditepungin." Aku, menjawab pertanyaan Marni, yang masih memilih dan memilah sayuran.

Entah, sayuran seperti apa yang sedang dia cari. Sebab, dari tadi kerjaannya hanya membolak balik dagangan saja. Aku yang baru datang saja sudah menemukan, sayuran apa yang aku mau. Tetapi, Marni belum ada satupun yang dipilihnya.

"Bilang saja kalau Mbak itu nggak punya duit, nggak usah bawa nama anak-anak segala, Mbak." Marni berkata dengan nada menyepelekanku.

"Iya bener tuh, Marni. Si Mira ini setiap hari memang kerjaannya cuma membeli sayuran murah. Bagaimana, anak-anaknya mau pintar dan badannya gemuk, coba! Dikasih makanannya saja seperti ini terus setiap hari. Mana tubuh Romi anak saya, semakin hari malah semakin kurus saja kelihatannya. Karena, dia mempunyai istri yang nggak bisa mengurus suami. Padahal, Romi yang telah bekerja banting tulang setiap hari. Eh, dikasih makannya, cuma sayur bening sama tempe tahu saja." Bu Ratmi, yang merupakan mertuaku panjang lebar, menceritakan tentang kejelekanku di depan Marni, serta Ibu-ibu yang sedang berbelanja.

Bu Ratmi, bahkan tidak segan membicarakan aku di depan mukaku sendiri. Padahal, aku sengaja mengirit keuangan, sebab memang pendapatan Mas Romi, yang hanya sopir angkutan umum tidak menentu. Aku, hanya ingin menstabilkan ekonomi keluargaku.

Supaya, saat Mas Romi mendapat penghasilan sedikit, bahkan tidak dapat sama sekali. Aku masih tetap bisa memberikan mereka makanan yang layak. Bahkan, setiap bulan anak-anak serta suamiku malah naik terus timbangannya, tidak seperti apa yang diucapkan Bu Ratmi barusan.

"Iya ya, Bu Ratmi. Mira memang perhitungan banget, walaupun untuk keluarganya sendiri." Marni, menimpali ucapan mertuaku.

"Makanya, dari awal Romi mengenalkan Ibu sama Mira. Ibu sudah tidak setuju, dengan hubungan mereka. Karena, Ibu dapat menilai perempuan seperti apa, Si Mira ini." Bu Ratmi melanjutkan ceritanya, ia bahkan mengungkit masa laluku bersama Mas Romi.

"Terus kenapa Mbak Mira bisa menikah dengan Mas Romi, Bu? Kalau memang Ibu tidak merestui hubungan mereka, Apa Miranya hamil duluan ya, Bu? Sehingga Mas Romi sampai bersikeras menikahi Mira?" Marni terus bertanya kepada Ibu mertuaku, yang tangannya sedang memilih bawang merah.

Marni terus saja mengorek informasi tentangku, kepada Bu Ratmi. Sepertinya, ia ingin tahu sedetail mungkin, tentang kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Romi. Entah untuk apa, dia sampai berbuat seperti itu. Mungkin juga memang sifat dia, yang suka Kepo terhadap kehidupan orang lain.

"Mira waktu menikah nggak sedang hamil sih, Marni. Tetapi mungkin saja si Mira ini memakai pelet. Sehingga, anakku Romi terus ngotot ingin menikahinya. Padahal waktu itu Ibu sudah ada calon, buat di kenalkan sama Romi. Ia, anak dari temanku, serta sudah bekerja menjadi karyawan Bank. Tidak seperti dia, yang hanya diam ongkang kaki di rumah sambil main handphone, serta bisanya hanya menghabiskan uang suami." Bu Ratmi, panjang lebar menjawab pertanyaan Marni, bahkan ia membawa-bawa tentang keinginannya untuk menjodohkan Mas Romi, dengan anak temannya itu.

"Ya ampun kenapa Mas Romi malah memilihnya Mbak Mira ya, Bu! Padahal, kalau kalau Mas Romi memilih anak teman Bu Ratmi, pasti hidupnya tidak akan susah seperti sekarang. Karena, istrinya juga bekerja dan memiliki gaji yang tetap. Bahkan, Bu Ratmi juga bisa kebagian rezeki dari mereka. Tidak seperti menantu Ibu yang satu ini, yang ibu bilang tidak pernah memberi apapun kepada Ibu." Marni menimpali ucapan mertuaku, ia berbicara seakan peduli dengan kehidupan Mas Romi dan juga Ibunya.

"Mang, jadi berapa semuanya, ditambah seperempat telor?" Aku bertanya, total harga belanjaanku.

Aku, ingin segera pergi, dari hadapan mertua, serta Marni yang sedang membicarakanku. Aku malas jika harus berlama-lama berada di sana, apalagi jika harus meladeni ucapan mereka berdua. Bisa-bisa, aku memiliki penyakit darah tinggi. Karena, aku harus terus-menerus mendengarkan kata-kata pedas dari mulut mereka. Ibu mertuaku, ternyata suka berbicara kepada orang lain, kalau aku tidak pernah memberikan apapun kepadanya.

Padahal, walaupun aku dan Mas Romi tidak setiap bulan memberikan uang yang jumlahnya besar. Tetapi, setiap kali ia meminta uang untuk kebutuhan hidupnya, seperti buat kondangan, bayar listrik, pulsa, serta make upnya. Aku selalu memberikannya, selagi aku ada. Tetapi, ternyata Bu Ratmi tidak merasa kalau aku telah membantunya. Mendengar ucapan mertuaku dan juga Marni, sebagian Ibu-ibu juga ikut membicarakanku. Bahkan mereka terus saja saling lirik melihat ke arahku.

"Semuanya, jadi delapan belas ribu, Mbak Mira." Mang Adi menjawab pertanyaanku, sambil menyerahkan kresek yang berisi belanjaanku

"Ini, Mang uangnya," ucapku, sambil memberikan satu lembar uang dua puluh ribu rupiah kepada Mang Adi.

"Iya, Mbak. Terima kasih ya, Mbak Mira. Ini kembaliannya," sahut Mang Adi, sambil menyodorkan uang kembalian untukku.

Aku pun segera menerima uang kembalian dari Mang Adi dan akan segera pergi dari tempat dagangnya. Namun, baru saja aku mau pamit sama Ibu-ibu yang sedang berbelanja. Marni, terus saja memancing emosiku dengan kata-kata pedasnya.

"Ya ampun masih ada saja, ya. Di jaman sekarang, belanja cuma habis dua puluh ribu, itu pun masih ada kembaliannya. Ngirit amat, Bu! Awas, hati-hati! Biasanya penyakit cepet datang, kalau sama orang yang suka pelit buat isi perutnya." Marni berkata, dengan suaranya yang sedikit dikeraskan.

"Nggak apa-apa, Mbak Marni. Biarpun Mbak Mira belanjanya sedikit, tetapi ia langsung bayar, daripada belanja banyak terapi ujung-ujungnya ngutang. Bisa tekor dong saya, kalau seperti itu. Nanti, yang ada saya nggak dapat uang buat belanja lagi," sahut Mang Adi, sambil membereskan sayuran yang hanya di acak-acak oleh Mirna

"Ibu-ibu saya permisi pulang duluan, ya! Saya, mau segera memasak biar anakku segera makan." Aku pamit kepada semua orang, yang masih setia mengerumuni gerobaknya Mang Adi.

"Iya, silahkan," sahut Ibu-ibu, terkecuali Bu Ratmi dan Marni yang tidak menjawab ucapanku.

Aku pun, segera berbalik dari tempat berkumpulnya Ibu-ibu, yang sedang berbelanja sayuran. Padahal, sebenarnya aku sudah memasak nasi goreng, sama telor ceplok buat sarapan keluargaku. Aku sudah terbiasa bangun pagi, buat meladeni suami serta anakku. Jadi saat aku berbelanja sayuran, sarapan untuk keluargaku sudah siap tersedia. Aku memang sengaja bebicara seperti itu, supaya aku bisa terlepas dari gunjingan Marni dan Bu Ratmi. Namun, baru saja dua langkah aku mengayunkan kaki. Marni berbicara lagi, dengan suara yang lebih lantang. Mungkin, tujuannya supaya aku dapat mendengar ucapannya itu.

"Alah, mau masak sayur bayam sama goreng tahu saja, berlagak sibuk! Seperti mau masak rendang daging saja, yang membutuhkan waktu lama," ujar Marni.

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Ristanto
bagus menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 137. Tamat

    "Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 136

    "Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 135

    "Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 134

    "Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 133

    Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 132

    "Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 131

    "Asal Mas tau, kalau adik ipar Mas Romi ini seorang pelakor. Ia itu berusaha menggoda suamiku, saat kemarin ia belanja di warungku, Mas" Mbak Widi memberitahu kami semua itu."Maaf, Mbak, maksud, Mbak apa? Kok Mbak mengatakan aku seorang pelakor? Memangnya kapan aku menggoda suami Mbak," tanya Meri yang datang menghampiri kami.Melihat Meri keluar, Mbak Widi juga mendekatinya. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya, akan menampar Meri. Tapi keburu ditangkis oleh Mas Romi. Mba" Wish hampir saja berbuat anarkis terhadap adikku, jika saja Mas Romi tidak sigap menangkis tangan Mbak Widi."Mbak Widi, tolong Mbak jangan kasar begitu. Tolong beritahu kami dulu, seperti apa sih permasalahan yang sebenarnya? Kok bisa seperti ini," tanyaku meminta penjelasan."Mbak Mira ngapain bertanya kepadaku? Mbak kan bisa tinggal tanya saja sama adik Mbak, ngapain mesti nanya sama aku," tanya balik Widi dengan begitu ketus."Maaf ya, Mbak, bukan aku mau ngeles. Tapi aku memang tidak merasa menjadi seorang p

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 130

    "Ya sudah, Lus, suruh masuk saja ya," pintaku."Iya, Mbak siap," sahutnya.Setelah itu Lusi pun segera pergi untuk menyuruh orang, yang mencariku tersebut supaya masuk. Tidak berapa lama, Lusi bersama orang yang ingin bertemu aku itu pun masuk dan ternyata itu adalah Rani temanku."Rani, katanya kamu sedang di luar kota, tapi kok kamu sudah ada di sini?" Aku to the poin bertanya kepada Rani.Aku kaget bercampur heran, kenapa ia bisa berada di rumahku saat ini. Padahal tadi pagi saat aku telepon dia untuk mengundang dia, supaya datang keacaraku. Rani bilang, kalau ia sedang ada di luar kota. Makanya aku tidak percaya jika sekarang ia ada di hadapanku. Apa mungkin, pada saat pagi di telepon itu dia sedang mengerjai aku? Makanya sekarang ia sudah ada di hadapanku."Mira, kamu sudah kena prank yang aku buat. Aku memang sudah dari luar kota, tetapi sudah pulang dua hari yang lalu. Aku sengaja, bilang sedang diluar kota, sebab ingin memberi kejutan sama kamu. Dan ternyata kejutan aku berhas

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 129

    "Mas pasti setuju dong, Dek, toh semuanya juga demi kebaikan keluarga kira juga," sahut Mas Romi."Ya sudah, masalah ini nanti kita obrolin lagi saja. Sekarang lebih baik kita makan sore dulu, pasti sudah pada laper kan," tanyaku.Kemudian kami pun pergi menuju ruang makan dan makan bersama. Empat minggu setelah kejadian perampokan di rumahku, Mas Rayhan pun dikabarkan sudah diperboleh dibawa pulang. Berhubung yang nabrak bertanggung jawab, jadi tidak perlu mengurusi administrasi lagi. Bahkan Mas Rayhan diantar pulang oleh orang yang menabrak tersebut. "Mas, alhamdulillah ya, Mas Rayhan sudah bisa pulang. Kebetulan kita mau syukuran kelahiran anak kita," ucapku."Iya, Dek, alhamdulillah. Ibu, Bapak dan Meri juga bisa hadir. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan," sahut Mas Romi."Apa benar, Mas? Kapan Ibu memberitahu Mas," tanyaku.Aku merasa kaget, saat mendengar orang tua dan saudaraku mau datang. Ternyata mereka menyempatkan diri, supaya bisa hadir, di acara cukur akikah serta

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status