Share

Bab 2

"Iya, Marni kamu memang benar. Si Mira itu orangnya memang sok sibuk banget. Padahal, dia kerjaannya cuma masak begituan. Ia itu nggak punya kerjaan, hanya membersihkan rumah kontrakan yang hanya sepetak." Bu Ratmi, kembali menimpali ucapan Marni.

Sebenarnya, aku ingin sekali berbalik badan dan kembali ke tempat tongkrongannya Marni dan Bu Ratmi. Aku ingin membalas ucapan mereka, yang masih berada di tempat dagangnya Mang Adi. Aku ingin membalas semua ucapan mereka berdua, yang semakin keterlaluan saja. Tetapi aku mengurungkan niatku itu, aku tidak mau ribut hanya karena sedang terbawa emosi.

Karena menurutku tidak akan ada untungnya juga buat aku, kalau meladeni ucapan mereka dengan emosi. Lebih baik, aku segera pulang dan segera masak, serta beres-beres rumah kontrakan. Supaya pekerjaanku di rumah cepat kelar, setelah itu aku bisa kembali melanjutkan hobiku menulis novel online.

Karena aku setiap hari menulis, setelah pekerjaanku kelar, serta anak-anakku sudah pada berangkat sekolah. Aku sudah lebih dari lima tahun, biasa menyalurkan hobiku untuk menulis di platform menulis dan membaca online, yang kini sedang gencar-gencarnya ramai.

*****

Pada saat melewati warungnya Bu Ami, aku pun kembali belanja barang-barang yang belum aku beli. Aku terbiasa membeli sembako di warung tersebut, banyak kebutuhan pokok yang dijual di warung tersebut, kecuali sayur mayur.

"Bu, beli berasnya sepuluh kilo, sama minyak gorengnya dua liter ya, Bu. Sekalian sama sabun cucinya juga, Bu." Aku memberitahu daftar belanjaanku kepada Bu Ami, yang merupakan pemilik warung tersebut.

"Sudah cukup segitu saja belanjanya, Mira? Sabun mandi, sama pasta giginya nggak sekalian?" tanya Bu Ami. Bu Ami pemilik warung kelontong yang dekat kontrakanku.

"Masih ada, Bu," sahutku.

"Oh, ya sudah. Jadi, total semuanya seratus tiga puluh lima ribu, Mir." Bu Ami memberikan barang belanjaanku, sambil menyebutkan totalnya.

"Oh, ini, Bu uangnya!" Aku memberikan uang, kepada Bu Ami sebesar seratus lima puluh ribu rupiah.

"Ok, terima kasih, Mira. Ini kembaliannya," ucap bu Ami, sambil menyodorkan uang kembalian lima belas ribu rupiah kepadaku.

"Ya sudah, Bu. Mira permisi dulu, ya. Assalamualaikum," pamitku.

"Waalaikumsalam," sahut Bu Ami.

Aku pun, segera berlalu dari warung Bu Ami, yang cuma berjarak dua puluh meter, dari rumah kontrakanku. Aku biasa berbelanja kebutuhan pokokku, seperti beras dan keperluan buat mandi lainnya, di warung Bu Ami ini. Aku, selalu membeli beras, serta keperluan yang lain seminggu sekali, kecuali sayuran yang selalu setiap hari aku beli. Beras satu minggu, juasanya habis lima kilo, buat empat orang anggota keluarga. Sengaja, aku sekarang membeli beras sepuluh kilo, mumpung lagi ada rezeki, biar bisa buat dua minggu kedepan.

"Assalamualaikum," ucapku, sambil membuka pintu rumah kontrakanku.

"Waalaikumsalam. Dek, kamu baru pulang dari belanja, ya? Kok, lama banget, sih?" tanya suamiku, setelah ia menjawab salamku.

Aku, membukakan pintu rumah kontrakanku, sambil membawa barang belanjaan. Ternyata, Mas Romi sedang menyemir sepatunya, yang biasa dia pakai buat menarik angkot. Ia pun menyimpan sepatu, serta sikat semirnya. Kemudian dia berdiri, lalu ia pun membantu membawakan beras, yang ada di atas kepalaku.

"Iya, Mas. Kamu, sama anak-anak sudah pada sarapan?" tanyaku.

"Sudah, Dek. Bahkan, mereka sedang berganti pakaian seragam sekarang." Mas Romi, menjawab pertanyaanku.

"Syukurlah, kalau begitu. Mas, tolong bawain berasnya ke dapur, ya!" Aku, meminta bantuan kepada Mas Romi untuk membawakan beras belanjaanku ke dapur.

"Iya, siap, istriku sayang," sahut Mas Romi, yang mengekoriku dari belakang.

Aku pun, segera menyimpan semua barang belanjaanku, di tempat biasa aku menyimpannya. Setelah selesai, aku kembali mengerjakan pekerjaan, yang tadi belum sempat aku kerjakan. Karena, aku keburu pergi untuk berbelanja, ke tempat biasa Mang Adi nongkrong. Sebab, kalau aku telat datang, bisa-bisa aku ketinggalan untuk belanja. Karena, Mang Adinya keburu pergi, buat keliling ke tempat yang lain.

"Dek, Mas mau berangkat dulu, ya. Mau mencari sebongkah berlian untuk kamu dan juga anak kita," pamit Mas Romi, sambil mengucapkan leluconnya.

"Iya, Mah, sekalian kami juga mau berangkat sekolah bareng Papa." Kedua anakku pun, ikut pamit mau berangkat sekolah bareng Bapaknya.

"Iya, kalian semua hati-hati ya! Semoga, Allah selalu memberikan rezeki berlimpah, buat keluarga kita, serta kecerdasan buat anak kita." Aku melantunkan doa, buat keluargaku.

Tidak lupa, aku mencium pipi mereka bertiga. Aku, juga mencium punggung tangan suamiku, serta anakku mencium punggung tanganku secara takzim. Anakku yang pertama bersekolah di SMP, ia duduk di kelas tiga. Sedangkan, anak keduaku baru kelas dua SD dan umur mereka berjarak sekitar tujuh tahun. Setelah pamitan mereka bertiga pun keluar rumah, kemudian menaiki angkot suamiku, yang selalu dibawa pulang olehnya.

Walaupun angkotnya bukan milik kami, tetapi angkot ini selalu dibawa pulang suami, setelah ia memberikan setoran kepada pemiliknya. Pemilik mobil angkot ini, orang yang baik hati. Karena, ia membebaskan para karyawannya untuk membawa pulang mobil angkot pegangan mereka. Aku pun, mengantar kepergian mereka bertiga, sampai teras rumah. Setelah, mobil yang ditumpangi ketiga jagoanku menghilang dari pandangan. Aku pun, segera kembali ke dalam rumah, buat menyelesaikan pekerjaanku.

"Mir, Mira, buka pintunya," suara bu Ratmi memanggil namaku.

"Iya, Bu, sebentar," sahutku, pada saat aku sedang mengetik cerita di layar handphone jadulku.

"Cepetan! Kamu lagi ngapain sih, lelet banget? Pasti kamu sedang asyik main handphone, ya!" Bu Ratmi, berteriak teriak, seperti orang yang sedang nagih hutang saja.

Aku pun, segera berdiri untuk membukakan pintu buat mertua tercintaku. Handphone, yang sedang aku pegang pun aku letakkan dulu. Setelah pintu terbuka, ibu mertuaku pun masuk tanpa permisi kepadaku, sebagai penghuni rumah ini. Ia, berjalan menuju dapur, entah mau mencari apa. Aku pun, terus mengekorinya dari belakang.

"Bu, mau mencari apa ke dapur?" tanyaku.

"Nah, ini dia," ucap Bu Ratmi. Bukannya menjawab, ia malah mengambil minyak goreng kemasan dua liter, yang baru tadi aku beli.

"Lho Bu, mau diapain minyak gorengnya?" tanyaku lagi.

Aku merasa heran, saat mertuaku malah mengambil minyak goreng kemasan milikku.

"Sudah ... kamu jangan banyak tanya, minyak ini buat Ibu saja. Toh kamu membeli minyak ini juga memakai uangnya anakku bukan? Jadi kamu nggak perlu nanya-nanya, minyak ini mau diapain olehku. Bawel banget sih jadi orang, dasar menantu kampungan, sudah miskin pelit lagi." Bu Ratmi menjawab pertanyaanku, tetapi dengan jawaban yang tidak mengenakan hati.

"Tapi, Bu, minyak itu baru Mira beli. Masa iya, Ibu mau ngambil semuanya. Ibu bagi dua saja ya minyaknya," saranku.

Bersambung ...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Ristanto
mantap josss
goodnovel comment avatar
Adi Tomo
bagus sekali aku suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status