Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan

Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan

last updateLast Updated : 2023-04-29
By:  empat2887Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
137Chapters
49.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Hubunganku, yang tidak direstui oleh Ibu dari suamiku. Ternyata, malah berdampak buruk, terhadap kehidupan rumah tanggaku. Aku, selalu dihina dan diremehkan oleh Ibu mertuaku. Bahkan, kata-kata pedas pun selalu keluar dari mulutnya. Ibu selalu membicarakan kejelekanku, kepada setiap orang. Bahkan, terkadang ia selalu melebih-lebihkannya. Sehingga, orang-orang selalu menilaiku, menantu tidak tahu diri. Selain Ibu, ada juga tetangga yang mulutnya selalu nyinyir, terhadapku. Dia selalu mencari celah buat menghinaku. Tetapi, semua penghinaan yang aku terima, baik dari Ibu mertua atau dari si tetangga. Berangsur menghilang, seiring berjalannya waktu. Karena, kini mereka tahu, kalau aku ini siapa, tanpa harus menunjukan siapa aku. Mau tau tentang kisahku ini, ayo cus baca! Jangan lupa subscribe, kasih komentar serta love di setiap babnya. Terima kasih.

View More

Chapter 1

Bab 1

"Mbak, kenapa belanjanya hampir setiap hari, menunya cuma itu-itu saja?" Marni, bertanya kepadaku saat sedang berbelanja ditulang sayur keliling.

"Iya, Mar. Anak- anak yang meminta. Mereka ingin makan sayur bening bayam, sama tahu tempe ditepungin." Aku, menjawab pertanyaan Marni, yang masih memilih dan memilah sayuran.

Entah, sayuran seperti apa yang sedang dia cari. Sebab, dari tadi kerjaannya hanya membolak balik dagangan saja. Aku yang baru datang saja sudah menemukan, sayuran apa yang aku mau. Tetapi, Marni belum ada satupun yang dipilihnya.

"Bilang saja kalau Mbak itu nggak punya duit, nggak usah bawa nama anak-anak segala, Mbak." Marni berkata dengan nada menyepelekanku.

"Iya bener tuh, Marni. Si Mira ini setiap hari memang kerjaannya cuma membeli sayuran murah. Bagaimana, anak-anaknya mau pintar dan badannya gemuk, coba! Dikasih makanannya saja seperti ini terus setiap hari. Mana tubuh Romi anak saya, semakin hari malah semakin kurus saja kelihatannya. Karena, dia mempunyai istri yang nggak bisa mengurus suami. Padahal, Romi yang telah bekerja banting tulang setiap hari. Eh, dikasih makannya, cuma sayur bening sama tempe tahu saja." Bu Ratmi, yang merupakan mertuaku panjang lebar, menceritakan tentang kejelekanku di depan Marni, serta Ibu-ibu yang sedang berbelanja.

Bu Ratmi, bahkan tidak segan membicarakan aku di depan mukaku sendiri. Padahal, aku sengaja mengirit keuangan, sebab memang pendapatan Mas Romi, yang hanya sopir angkutan umum tidak menentu. Aku, hanya ingin menstabilkan ekonomi keluargaku.

Supaya, saat Mas Romi mendapat penghasilan sedikit, bahkan tidak dapat sama sekali. Aku masih tetap bisa memberikan mereka makanan yang layak. Bahkan, setiap bulan anak-anak serta suamiku malah naik terus timbangannya, tidak seperti apa yang diucapkan Bu Ratmi barusan.

"Iya ya, Bu Ratmi. Mira memang perhitungan banget, walaupun untuk keluarganya sendiri." Marni, menimpali ucapan mertuaku.

"Makanya, dari awal Romi mengenalkan Ibu sama Mira. Ibu sudah tidak setuju, dengan hubungan mereka. Karena, Ibu dapat menilai perempuan seperti apa, Si Mira ini." Bu Ratmi melanjutkan ceritanya, ia bahkan mengungkit masa laluku bersama Mas Romi.

"Terus kenapa Mbak Mira bisa menikah dengan Mas Romi, Bu? Kalau memang Ibu tidak merestui hubungan mereka, Apa Miranya hamil duluan ya, Bu? Sehingga Mas Romi sampai bersikeras menikahi Mira?" Marni terus bertanya kepada Ibu mertuaku, yang tangannya sedang memilih bawang merah.

Marni terus saja mengorek informasi tentangku, kepada Bu Ratmi. Sepertinya, ia ingin tahu sedetail mungkin, tentang kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Romi. Entah untuk apa, dia sampai berbuat seperti itu. Mungkin juga memang sifat dia, yang suka Kepo terhadap kehidupan orang lain.

"Mira waktu menikah nggak sedang hamil sih, Marni. Tetapi mungkin saja si Mira ini memakai pelet. Sehingga, anakku Romi terus ngotot ingin menikahinya. Padahal waktu itu Ibu sudah ada calon, buat di kenalkan sama Romi. Ia, anak dari temanku, serta sudah bekerja menjadi karyawan Bank. Tidak seperti dia, yang hanya diam ongkang kaki di rumah sambil main handphone, serta bisanya hanya menghabiskan uang suami." Bu Ratmi, panjang lebar menjawab pertanyaan Marni, bahkan ia membawa-bawa tentang keinginannya untuk menjodohkan Mas Romi, dengan anak temannya itu.

"Ya ampun kenapa Mas Romi malah memilihnya Mbak Mira ya, Bu! Padahal, kalau kalau Mas Romi memilih anak teman Bu Ratmi, pasti hidupnya tidak akan susah seperti sekarang. Karena, istrinya juga bekerja dan memiliki gaji yang tetap. Bahkan, Bu Ratmi juga bisa kebagian rezeki dari mereka. Tidak seperti menantu Ibu yang satu ini, yang ibu bilang tidak pernah memberi apapun kepada Ibu." Marni menimpali ucapan mertuaku, ia berbicara seakan peduli dengan kehidupan Mas Romi dan juga Ibunya.

"Mang, jadi berapa semuanya, ditambah seperempat telor?" Aku bertanya, total harga belanjaanku.

Aku, ingin segera pergi, dari hadapan mertua, serta Marni yang sedang membicarakanku. Aku malas jika harus berlama-lama berada di sana, apalagi jika harus meladeni ucapan mereka berdua. Bisa-bisa, aku memiliki penyakit darah tinggi. Karena, aku harus terus-menerus mendengarkan kata-kata pedas dari mulut mereka. Ibu mertuaku, ternyata suka berbicara kepada orang lain, kalau aku tidak pernah memberikan apapun kepadanya.

Padahal, walaupun aku dan Mas Romi tidak setiap bulan memberikan uang yang jumlahnya besar. Tetapi, setiap kali ia meminta uang untuk kebutuhan hidupnya, seperti buat kondangan, bayar listrik, pulsa, serta make upnya. Aku selalu memberikannya, selagi aku ada. Tetapi, ternyata Bu Ratmi tidak merasa kalau aku telah membantunya. Mendengar ucapan mertuaku dan juga Marni, sebagian Ibu-ibu juga ikut membicarakanku. Bahkan mereka terus saja saling lirik melihat ke arahku.

"Semuanya, jadi delapan belas ribu, Mbak Mira." Mang Adi menjawab pertanyaanku, sambil menyerahkan kresek yang berisi belanjaanku

"Ini, Mang uangnya," ucapku, sambil memberikan satu lembar uang dua puluh ribu rupiah kepada Mang Adi.

"Iya, Mbak. Terima kasih ya, Mbak Mira. Ini kembaliannya," sahut Mang Adi, sambil menyodorkan uang kembalian untukku.

Aku pun segera menerima uang kembalian dari Mang Adi dan akan segera pergi dari tempat dagangnya. Namun, baru saja aku mau pamit sama Ibu-ibu yang sedang berbelanja. Marni, terus saja memancing emosiku dengan kata-kata pedasnya.

"Ya ampun masih ada saja, ya. Di jaman sekarang, belanja cuma habis dua puluh ribu, itu pun masih ada kembaliannya. Ngirit amat, Bu! Awas, hati-hati! Biasanya penyakit cepet datang, kalau sama orang yang suka pelit buat isi perutnya." Marni berkata, dengan suaranya yang sedikit dikeraskan.

"Nggak apa-apa, Mbak Marni. Biarpun Mbak Mira belanjanya sedikit, tetapi ia langsung bayar, daripada belanja banyak terapi ujung-ujungnya ngutang. Bisa tekor dong saya, kalau seperti itu. Nanti, yang ada saya nggak dapat uang buat belanja lagi," sahut Mang Adi, sambil membereskan sayuran yang hanya di acak-acak oleh Mirna

"Ibu-ibu saya permisi pulang duluan, ya! Saya, mau segera memasak biar anakku segera makan." Aku pamit kepada semua orang, yang masih setia mengerumuni gerobaknya Mang Adi.

"Iya, silahkan," sahut Ibu-ibu, terkecuali Bu Ratmi dan Marni yang tidak menjawab ucapanku.

Aku pun, segera berbalik dari tempat berkumpulnya Ibu-ibu, yang sedang berbelanja sayuran. Padahal, sebenarnya aku sudah memasak nasi goreng, sama telor ceplok buat sarapan keluargaku. Aku sudah terbiasa bangun pagi, buat meladeni suami serta anakku. Jadi saat aku berbelanja sayuran, sarapan untuk keluargaku sudah siap tersedia. Aku memang sengaja bebicara seperti itu, supaya aku bisa terlepas dari gunjingan Marni dan Bu Ratmi. Namun, baru saja dua langkah aku mengayunkan kaki. Marni berbicara lagi, dengan suara yang lebih lantang. Mungkin, tujuannya supaya aku dapat mendengar ucapannya itu.

"Alah, mau masak sayur bayam sama goreng tahu saja, berlagak sibuk! Seperti mau masak rendang daging saja, yang membutuhkan waktu lama," ujar Marni.

Bersambung ...

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Deeza Hashim
ceritanya bagus cuma jika boleh author tak perlu ulang ulang ayat yang sama.
2023-07-06 16:08:35
1
default avatar
Kiyowo Girl
Sukaaaa sekali buku ini... Cuss masuk rak buku jadi favoritku setelah novel punya Kak Qeqe yang Istri pilihan pewaris lumpuh.
2023-02-09 16:18:19
1
user avatar
empat2887
baca yuk gaes
2023-01-17 07:16:45
0
user avatar
empat2887
baca yuk, InsyaAllah ceritanya seru
2022-12-02 02:29:09
0
137 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status