"Ternyata benar apa yang dikatakan Ibu, sebab kini telah terbukti di depan mataku, kalau kamu memang seorang menantu yang seperti Ibuku katakan. Aku menyesal karena dulu, aku membantu Romi untuk membujuk Ibu, supaya Ibu mau menyetujui pernikahan kalian. Tapi ternyata, ini balasan yang kamu lakukan terhadap Ibuku? Dasar kamu perempuan tidak tahu diuntung," ujar Mas Rendi panjang lebar memakiku.Mas Rendi memarahiku, sampai menunjuk-nunjuk wajahku. Ia saat ini murka sekali kepadaku, sebab aku melawan ketidak adilan mertuaku tersebut. Entah sejak kapan kejahatan harus dibiarkan, serta kita harus tunduk kepadanya. "Iya, Rendi, makanya dulu Ibu tidak sudi bermenantukan dia. Karena, Ibu dapat melihat, jika dia itu tidak sayang sama Ibu. Hu ... hu ... hu, Ibu sakit hati Rendi dikatai kasar sama dia. Dia adalah satu-satunya menantu, yang tidak mempunyai sopan santun kepada mertuanya. Dia menantu kurang ajar, Rendi," adu Bu Marni. Ia mengadu kepada Mas Rendi, sambil tergugu membuatku malah
"Iya, Bu. Apa yang dikatakan Mas Rendi oti benar, kalau Mira itu harus meminta maaf kepada Ibu. Karena dia telah terbukti, telah melakukan kesalahan besar. Dia telah tega, membuat Ibu sampai menangis seperti ini," timpal Mbak Dewi.Ia menimpali ucapan suaminya. Mereka berdua tetap membela Bu Ratmi dan terus memojokanku. Posisiku kini terjepit, antara menjadi korban dan dianggap menjadi tersangka. "Baiklah ... aku akan meminta maaf kepada Ibu, kalau itu memang bisa membuat Ibu, serta Kak Rendi dan Mbak Dewi puas." Aku memutuskan untuk meminta maaf kepada mertuaku, atas perkataan pembelaan yang tadi aku ucapkan. "Nah ... begitu dong, makanya kamu itu jangan suka ngeyel jadi orang," ujar Mbak Dewi.Ia begitu senang, saat aku mengatakan mau meminta maaf kepada mertuaku itu. Padahal menurutku perkataanku tadi itu tidak ada yang salah, tetapi menurut mereka semua itu salah besar. Tapi saat ini aku meminta maaf, bukan berarti aku mengakui, kalau aku salah. Tetapi semua ini aku lakukan, de
"Kalau kamu menolaknya, ya sudah Ibu tidak akan memaafkanmu, gampang kok kalau berurusan dengan Ibu." Bu Ratmi berkata seenteng itu. "Lebih baik kamu nurut saja, Mira! Daripada nanti kamu tidak dimaafkan sama, Ibu. Salah kamu sendiri, kenapa telah membuat Ibu kecewa dan sedih. Makanya, kamu itu kerja jangan diam saja dirumah. Kalau kamu kerja, berarti kamu punya penghasilan dan nggak harus minta terus sama suami kamu, jadi suami kamu juga bisa ngasih jatah buat Ibunya. Seperti Mbak dong, setiap bulan Mas Rendi selalu transfer buat Ibu. Karena untuk kebutuhan sehari-hari kami, Mbak bisa bantu. Jadi seorang istri itu harus pengertian, biar disayang suami dan juga mertua. Betul kan Bu?" tanya Mbak Dewi kepada Mertuanya. Mbak Dewi panjang lebar bercerita, jika mau disayang mertua, sang menantu harus pengertian. Harus memberi mertua jatah setiap bulannya, biar mertua bahagia dan sayang sama kita. Mereka tidak tahu saja, jika aku juga selalu membantu Bu Ratmi. Namun, bukan dengan cara me
Bu Ratmi benar-benar menguji kesabaranku, ia bukan saja selalu menjelekkanku kepada semua orang. Tetapi ia juga malah menginginkan supaya aku dipoligami oleh suamiku. Sungguh, Bu Ratmi menjadi seorang mertua yang tidak memiliki hari nurani. Ia begitu kejam kepadaku, ia juga terus menerus ingin membuat hidupku hancur berantakan karena ulahnya."Romi, Ibu benar. Mas juga setuju dengan pendapat Ibu, setelah Mas melihat sendiri perlakuan Mira kepada Ibu tadi. Lebih baik kamu menerima Delisa untuk menjadi istrimu, tidak ada salahnya juga kamu menyenangkan hati Ibumu sendiri." Kak Rendi memberi saran kepada Mas Romi, supaya Mas Romi mau menerima perjodohan dengan Delisa."Apa Romi tidak salah dengar, Kak? Kalau Ibu mau menjodohkan aku dengan, Delisa." Mas Romi bertanya kepada Kakaknya Rendi."Nggak Romi, kamu nggak salah dengar. Apa yang dikatakan Kakakmu Rendi itu semuanya benar. Ibu memang mau kalau kamu menikah dengan Delisa, bahkan Ibu ingin menggelar pernikahan kalian secepatnya." Bu
"Mira tidak merasa senang kok Bu dibela Mas Romi, justru Mira akan seneng jika Ibu yang menghentikan perjodohan ini, kemudian Ibu belajar menyayangi Mira seperti kepada menantu Ibu yang lain." Aku menjawab peringatan dari Bu Ratmi.Aku bukannya mau menjadi menantu durhaka karena aku selalu melawan ucapan mertuaku. Tetapi aku merasa wajib melawan ucapan mertua, jika itu menyesatkan kita."Haa ... aa, jangan mimpi kamu Mira. Aku tidak akan berhenti untuk menjodohkan Romi dengan Delisa, sebelum semua yang aku harapkan berhasil," ungkap Bu Ratmi, ia berkata sambil tertawa menanggapi ucapanku."Bu, memangnya Ibu ingin aku seperti apa sih, supaya Ibu dapat menyayangiku? Apa aku harus menjadi orang kaya dulu, terus Ibu mau menganggapku sebagai menantu Ibu?" Aku bertanya kepada Bu Ratmi, tentang keinginan mertuaku itu, supaya berhenti menjodohkan suamiku, kemudian bisa menyayangiku.Aku ingin tahu jawaban Bu Ratmi, apa yang sebenarnya dia inginkan dariku. Apakah Bu Ratmi akan berubah sayang p
Bab 15Bu Ratmi dan Mbak Dewi menghina cara jalanku, yang menurut mereka tergesa-gesa, seperti orang yang kelaparan."Bener Dew, si Mira itu makannya seperti orang yang kesurupan saja makannya. Mungkin selama dia hidup di kampung, dia itu tidak pernah memakan-makanan yang enak seperti ini. Makanya, dia lahap banget makannya." Bu Ratmi menimpali ucapan menantunya, yang terus saja nyinyir tentang apapun yang aku lakukan.Brak!Mas Romi menggebrak meja, membuat semua orang hampir loncat karena kaget. Aku pun baru melihat sikap Mas Romi yang seperti ini. Karena selama aku berumah tangga dengannya, dia tidak pernah menunjukan sikap kasarnya terhadapku. Bahkan kalaupun aku sedang merajuk, dia akan menggodaku dengan leluconnya. Jadi walaupun disaat kami berdua sedang ada konslet, kami hanya akan diam-diaman tanpa saling menegur. Mas Romi tidak pernah sedikitpun marah kepadaku, seperti yang ditunjukkannya sekarang ini, apalagi di saat makan seperti ini."Ibu sama Mbak Dewi itu kenapa sih, mu
Mas Romi masih tetap mengutamakan tatakrama, walaupun dia dalam keadaan emosi. Kami berdua pergi meninggalkan Ibu, yang masih saja mematung diluar. Kami berdua, menuju angkot yang Mas Romi parkirkan di pinggir jalan tidak jauh dari rumah Ibu."Mas, coba lihat Ibu. Kenapa Ibu belum masuk ke dalam ya? Dia malah masih tetap berada di depan rumah." Aku memberitahu Mas Romi, tentang Ibunya."Sudah biarin saja, Dek! Lebih baik sekarang, kita pergi dari sini. Tapi, Mas belum bisa pulang ya, Mas masih mau narik. Tadi Mas pulang dulu, sebab ada yang akan Mas bicarakan sama Ibu dan Kak Rendi. Eh ... pas Mas datang, malah mendengar kamu sedang dihakimi oleh mereka. Maafin sikap keluarga Mas ya, Dek! Kamu, harus banyak bersabar menghadapi sikap keluarga Mas." Mas Romi meminta maaf atas sikap keluarganya kepadaku, dia juga berpesan supaya aku tetap memiliki stok sabar buat meladeni keluarga suamiku itu."Iya, Mas. Mira pasti akan memaafkan mereka kok. Insya Allah juga, Mira akan terus bersabar me
"Aku nggak merasa malu dan aku juga nggak apa-apa, jika menjadi bahan perbincangan kalian, yang penting aku tidak menyusahkan dan merepotkan kalian bukan? Semoga saja dengan kalian bergosip tentangku, dosa-dosaku yang segunung dapat berkurang bahkan bersih semuanya. Itu malah akan menguntungkan buatku," sahutku. Aku menjawab perkataan mereka, dengan sedikit berdalil. Semoga saja setelah mendengar perkataanku, ada yang nyangkut di hati sanubari mereka. Sehingga mereka tidak terus-terusan bergunjing. Tetapi, kalaupun mereka akan tetap seperti itu, itu juga hak mereka."Ah kamu sok banget, sih Mbak Mira. Kenapa kamu nggak menjadi ustadzah saja? Tapi mana mungkin jadi Ustadzah orang pengajian yang kamu hadiri saja, hanya satu bulan sekali, itu pun kadang-kadang." Marni menimpas ucapanku, ia merasa tidak senang saat aku mengingatkan mereka."Iya, ilmu agama masih cetek saja sudah mau menceramahi kami. Kamu sudah seperti orang paling bener saja, Mira. Padahal kalau dia orang yang bener, ngg