LOGINDalam kegelapan, Starla tidak bisa melihat apa pun. Namun, pria itu tampak sangat tenang dan terbiasa.Dengan sangat terampil, pria itu pergi ke dapur dan membawa kembali dua mangkuk sup ayam, lalu duduk di hadapannya.Aroma sup ayam yang menggugah selera menyebar. Ini pertama kalinya Starla makan dalam keadaan gelap gulita."Rasanya sangat enak." Pria itu menyesap pelan. "Sangat punya cita rasa masakan ibu-ibu zaman dulu."Starla tersipu dan tersenyum kecil. "Aku belajar dari seorang pelayan tua. Dia sebenarnya tukang kebun, tapi keahlian memasaknya sama sekali nggak kalah dari koki profesional. Pangsit kecil buatannya enak sekali. Sayangnya, aku hanya bisa meniru sedikit saja. Sup ayam ini masih sangat jauh dari hasil masakannya."Suara pria itu sangat lembut. "Ini sudah sangat enak. Aku suka sekali.""Terima kasih, Pak.""Kamu tahu kamu sudah mengucapkan terima kasih berapa kali padaku?"Starla tertegun. Kalimat ini ... terdengar agak familier. Terakhir kali Niko datang, dia juga me
"Nggak usah." Darrel menolak. "Kamu fokus saja memulihkan diri. Hal-hal lain jangan dipikirkan. Kepala pelayan mengurus Luna dengan sangat baik.""Oh.""Ada hal lain? Kalau nggak, aku tutup. Aku lagi nyetir.""Eh, tunggu ...." Fidora berkata, "Minggu depan itu ulang tahun ibuku. Aku ingin kamu menemaniku pulang merayakan ulang tahunnya, boleh nggak?""Minggu depan aku nggak sempat. Perusahaan sangat sibuk."Fidora tidak menyerah dan terus membujuk, "Ulang tahun ibuku di akhir pekan, nggak bakal ganggu pekerjaanmu."Darrel perlahan tenang kembali. Menghadapi permintaan Fidora yang sedikit rendah hati, dia pun sulit terus menolak.Bagaimanapun, dia sebelumnya sudah berjanji akan menikahi Fidora. Namun, sekarang dia tidak bisa bercerai, tidak bisa memberi Fidora sebuah pernikahan. Di hatinya, dia memang merasa bersalah."Baiklah, aku temani kamu."Fidora langsung terdengar gembira. "Benarkah? Darrel, kamu baik sekali.""Sudah, kamu pilih saja hadiah. Kalau sudah cocok, langsung beli. Paka
Suami? Starla tidak bisa menahan tawa.Sejak hari dia menikah dengan Darrel sampai hari ini, selama lebih dari enam tahun, kapan dia pernah terlihat seperti seseorang yang punya suami?Dia melahirkan sendiri, menjalani masa nifas sendiri. Rumah sebesar itu dia tempati sendirian. Apa bedanya dengan tidak bersuami?"Pak Darrel." Starla langsung mengganti panggilan. "Setelah kita cerai hari ini, kamu bukan suamiku lagi. Setelah itu, kita jalan masing-masing dan boleh nikah lagi."Darrel menggenggam setirnya dengan semakin kuat. "Kalau aku nggak mau cerai, gimana?"Starla terkejut. "Kamu gila?""Aku sudah gila sejak kecelakaan itu terjadi.""Kamu tahu nggak, ucapanmu barusan bisa membuatku salah paham. Salah paham kalau kamu masih punya perasaan padaku, kalau kamu masih nggak rela melepaskanku."Tatapan Darrel bergetar sedikit. Dia langsung membantah, "Jangan meninggikan dirimu. Aku cuma nggak ingin membiarkan pembunuh ayahku hidup enak. Kamu mau cerai dariku dan lari ke pelukan pria lain?
"Ibu, jangan dibahas lagi ...."Mata Willa juga memerah. "Sudah, sudah, jangan dibahas lagi. Star, nanti kalau bayinya sudah agak besar, ajak dia pergi lihat ayahmu ya."Starla mengangguk keras. "Ya."Tak lama kemudian, dia menerima telepon dari Darrel."Kamu di mana?"Benar, mereka sudah janjian. Hari ini mereka harus pergi ke pengadilan negeri untuk mengurus perceraian."Kamu sudah sampai? Aku langsung ke sana."Darrel langsung menutup telepon.Willa bertanya dengan cemas, "Darrel ya? Anak kalian nangis?"Starla menjawab secara samar, "Hm .... Ibu, aku harus keluar sebentar.""Cepat pergi. Bayi itu paling butuh ibunya. Besok kamu jangan datang dulu. Jaga anak baik-baik. Paham?""Besok aku lihat situasi dulu."Setelah berpamitan dengan ibunya, Starla keluar dari rumah sakit, naik taksi, langsung menuju pengadilan negeri.Di jalan, dia menelepon Darrel, ingin memberitahunya bahwa dia sedang dalam perjalanan dan memintanya menunggu sebentar.Namun, kemudian dia teringat Darrel sudah mem
Tidur itu membuat Starla terlelap sampai siang hari.Saat bangun, luka di dada dan perutnya masih terasa nyeri, sementara sosok pria itu sudah tidak ada di dalam kamar.Dia mengusap pelipisnya yang terasa sakit, lalu melihat segelas air di meja dengan secarik kertas di bawahnya.[ Ingat minum obat. Jangan ditelan tanpa air. ]Saat menggenggam gelas itu, Starla mendapati suhu airnya pas sekali. Pria ini .... Kenapa semua hal bisa diperhitungkan sedemikian tepat? Bahkan tahu kalau kemarin dia menelan obat tanpa air.Starla buru-buru mencuci muka dan pergi ke rumah sakit. Di ruang perawatan khusus, tangan ibunya masih terpasang jarum infus, tetapi kondisinya terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Pipinya pun mulai tampak berwarna. "Star, kenapa kamu datang?"Starla berjalan mendekat dan menggenggam tangan ibunya. "Aku satu-satunya putrimu, masa aku nggak datang?"Willa menepuk lembut punggung tangan putrinya, menasihati, "Ibu nggak apa-apa. Dokter dan perawat di sini sangat bertanggung
"Hanya saja ...." Pria itu menoleh, menatap ke dalam matanya. "Kamu masih mencintai mantan suamimu?"Cinta? Starla menggeleng sambil tersenyum pahit. "Aku sudah lama nggak punya kelayakan untuk mencintai. Hanya untuk tetap hidup saja, aku harus mengerahkan seluruh tenagaku.""Pikirkan lagi, jangan buru-buru menjawabku." Pria itu berpikir sejenak, lalu menambahkan, "Anggap saja ini hadiah ulang tahunmu yang ke-26 dariku.""Pak.""Mm?"Dalam kegelapan, Starla mengamatinya dengan saksama. "Kita pernah saling kenal sebelumnya?"Pria itu memalingkan wajah, kembali ke dalam bayangan. Suaranya mendadak menjadi berat. "Starla, hal-hal yang nggak ingin kubicarakan, sebaiknya jangan kamu tanyakan.""Maaf.""Aku ngantuk. Ayo kita tidur.""Baik."Sama seperti semalam, dia berbaring menyamping, pria itu berbaring di belakangnya. Sangat dekat. Begitu dekat hingga napasnya dipenuhi aroma parfum lembut dari tubuh pria itu."Starla."Starla terkejut. "Hah?""Tetap di sisiku dengan baik. Aku akan member







![Penyesalan Tuan CEO [Mantan Kekasihku]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)