Share

Bab 7

Penulis: Kalyani
"Bintang kecil di langit yang biru ...." Suara anak kecil yang jernih tiba-tiba terdengar di sampingnya.

Seorang anak laki-laki berusia sekitar lima atau enam tahun duduk manis di sudut pintu masuk rumah sakit. Pipinya disangga kedua tangan, sambil menyenandungkan lagu itu dengan pelan.

Starla berjalan mendekat dan berjongkok di depannya. "Adik kecil, kenapa kamu sendirian di sini? Mamamu di mana?"

Anak laki-laki itu tidak merasa takut pada orang asing. Dengan suara lembut dan cadel, dia berkata, "Mamaku kerja di dalam, jadi petugas kebersihan. Aku nunggu Mama pulang kerja."

"Kenapa kamu nggak menunggu di dalam?"

Bocah itu mengerucutkan bibir, tampak sedih. "Jadi petugas kebersihan itu capek banget. Mama nggak mau aku lihat dia capek. Bibi, kamu juga kerja di rumah sakit ya?"

Hati Starla langsung luluh. Dia menjawab lembut, "Bukan. Bibi lagi sakit, datang untuk berobat."

"Sakit itu butuh banyak uang ...." Suara bocah itu mulai bergetar dan matanya memerah. "Kalau saja aku nggak sakit-sakitan, Mama juga nggak perlu kerja capek-capek jadi petugas kebersihan ...."

Starla tidak tahu harus bagaimana menghiburnya. Dia mengambil semua uang tunai yang ada di dompetnya dan meletakkannya di pangkuan si bocah. "Adik kecil, ini uang buat kamu. Berikan ke Mama ya."

Uang kertas itu jumlahnya cukup banyak, sekitar beberapa puluh juta. Bocah itu memegangnya dengan kedua tangan dan tampak kesulitan karena tebalnya. "Benaran, Bibi? Semua buat aku?"

Starla mengangguk sambil tersenyum. "Iya."

"Tapi Mama bilang, nggak boleh ambil barang orang sembarangan ...."

Starla berpikir sejenak, lalu berkata, "Kalau begitu, nyanyikan satu lagu untuk Bibi. Lagu yang tadi, 'Bintang Kecil'."

Bocah itu mengangguk dengan kuat.

"Bintang kecil di langit yang biru .... Amat banyak, menghias angkas. Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi ke tempat kau berada."

Anak itu menyanyi dengan sangat sungguh-sungguh. Punggungnya ditegakkan sambil memeluk uang itu erat-erat, seolah sedang memeluk semua harapan dalam hidupnya.

Dalam perjalanan pulang, suara anak kecil itu masih terasa bergema lembut di telinga Starla.

Uang ... adalah benda yang sangat aneh.

Ia bisa menyelamatkan nyawa, juga bisa menghilangkannya.

Ibu dan pamannya bisa merencanakan kecelakaan demi uang dan membunuh kedua orang tua Darrel. Namun dengan uang yang sama, Starla bisa menyelamatkan sepasang ibu dan anak yang malang itu.

Saat kembali ke vila, dari kejauhan Starla melihat seseorang berdiri di depan pintu.

Seorang wanita.

Wanita itu berdandan dengan riasan tipis yang sangat rapi, mengenakan gaun berwarna pink, rambut hitamnya terurai, dan suaranya terdengar manis. "Bu Starla, halo. Namaku Fidora."

Starla mengangguk pelan. "Ada apa kamu mencariku?"

Fidora mengeluarkan sebuah undangan merah dari tasnya dan menyerahkannya. "Aku dan Darrel akan mengadakan pernikahan tujuh hari lagi. Kami ingin mengundangmu."

Starla tidak menerima undangan itu. Dia tersenyum samar. "Bu Fidora nggak takut kalau aku buat keributan di pernikahan kalian?"

"Kamu nggak akan." Fidora tersenyum percaya diri. "Kecuali kalau kamu nggak peduli sama nyawa anakmu."

Senyum di wajah Starla langsung menghilang. "Kamu ... kenapa kamu tahu ...."

Bahkan Darrel sendiri saja tidak tahu tentang putranya. Bagaimana bisa Fidora mengetahuinya?

"Tentu saja aku tahu. Saat dia lahir, ibuku yang menangani persalinannya." Senyum Fidora semakin merekah. "Sungguh kasihan ya, baru lahir sudah terserang sepsis, tubuhnya penuh infeksi, dan sejak itu dia nggak pernah keluar dari ICU ...."

"Itu kamu? Anakku sakit karena kamu ...."

Ketika putranya lahir lalu tiba-tiba didiagnosis sepsis, Starla mengira itu kecelakaan medis.

Namun, mendengar ucapan Fidora bahwa ibunya yang menangani persalinan, berarti ini bukan kecelakaan. Ini kesengajaan?!

Fidora memaksa menyelipkan undangan itu ke tangan Starla, lalu tersenyum meremehkan. "Bu Starla, kalau kamu ingin menyelamatkan anakmu, cepatlah bercerai. Oh ya, hampir lupa bilang. Kecelakaan mobil lima tahun lalu itu juga aku yang lakukan. Hanya utak-atik sedikit sistem rem kok. Sekali jalan langsung beres tiga pengganggu. Sangat menguntungkan."

Starla mematung. "Kecelakaan yang menewaskan ayahku dan orang tua Darrel ... juga kamu .... Kenapa? Itu tiga nyawa!"

"Orang tua Darrel terlalu menyukaimu. Mereka hanya ingin kamu yang menikah dengannya. Kalau mereka masih hidup, kapan aku bisa masuk ke Keluarga Gilvano?"

Fidora menepuk pipinya pelan, lalu mendekat sambil menatapnya tajam. "Tapi semua itu sudah nggak penting. Kamu sebentar lagi akan mati. Anakmu juga hampir mati. Jadi kukasih tahu pun nggak ada ruginya. Hari ini aku cuma datang untuk bermurah hati, biar kamu mati dalam keadaan tahu semuanya."

"Ah ...!"

Sebuah jeritan melengking memecah udara.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 50

    Dalam kegelapan, Starla tidak bisa melihat apa pun. Namun, pria itu tampak sangat tenang dan terbiasa.Dengan sangat terampil, pria itu pergi ke dapur dan membawa kembali dua mangkuk sup ayam, lalu duduk di hadapannya.Aroma sup ayam yang menggugah selera menyebar. Ini pertama kalinya Starla makan dalam keadaan gelap gulita."Rasanya sangat enak." Pria itu menyesap pelan. "Sangat punya cita rasa masakan ibu-ibu zaman dulu."Starla tersipu dan tersenyum kecil. "Aku belajar dari seorang pelayan tua. Dia sebenarnya tukang kebun, tapi keahlian memasaknya sama sekali nggak kalah dari koki profesional. Pangsit kecil buatannya enak sekali. Sayangnya, aku hanya bisa meniru sedikit saja. Sup ayam ini masih sangat jauh dari hasil masakannya."Suara pria itu sangat lembut. "Ini sudah sangat enak. Aku suka sekali.""Terima kasih, Pak.""Kamu tahu kamu sudah mengucapkan terima kasih berapa kali padaku?"Starla tertegun. Kalimat ini ... terdengar agak familier. Terakhir kali Niko datang, dia juga me

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 49

    "Nggak usah." Darrel menolak. "Kamu fokus saja memulihkan diri. Hal-hal lain jangan dipikirkan. Kepala pelayan mengurus Luna dengan sangat baik.""Oh.""Ada hal lain? Kalau nggak, aku tutup. Aku lagi nyetir.""Eh, tunggu ...." Fidora berkata, "Minggu depan itu ulang tahun ibuku. Aku ingin kamu menemaniku pulang merayakan ulang tahunnya, boleh nggak?""Minggu depan aku nggak sempat. Perusahaan sangat sibuk."Fidora tidak menyerah dan terus membujuk, "Ulang tahun ibuku di akhir pekan, nggak bakal ganggu pekerjaanmu."Darrel perlahan tenang kembali. Menghadapi permintaan Fidora yang sedikit rendah hati, dia pun sulit terus menolak.Bagaimanapun, dia sebelumnya sudah berjanji akan menikahi Fidora. Namun, sekarang dia tidak bisa bercerai, tidak bisa memberi Fidora sebuah pernikahan. Di hatinya, dia memang merasa bersalah."Baiklah, aku temani kamu."Fidora langsung terdengar gembira. "Benarkah? Darrel, kamu baik sekali.""Sudah, kamu pilih saja hadiah. Kalau sudah cocok, langsung beli. Paka

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 48

    Suami? Starla tidak bisa menahan tawa.Sejak hari dia menikah dengan Darrel sampai hari ini, selama lebih dari enam tahun, kapan dia pernah terlihat seperti seseorang yang punya suami?Dia melahirkan sendiri, menjalani masa nifas sendiri. Rumah sebesar itu dia tempati sendirian. Apa bedanya dengan tidak bersuami?"Pak Darrel." Starla langsung mengganti panggilan. "Setelah kita cerai hari ini, kamu bukan suamiku lagi. Setelah itu, kita jalan masing-masing dan boleh nikah lagi."Darrel menggenggam setirnya dengan semakin kuat. "Kalau aku nggak mau cerai, gimana?"Starla terkejut. "Kamu gila?""Aku sudah gila sejak kecelakaan itu terjadi.""Kamu tahu nggak, ucapanmu barusan bisa membuatku salah paham. Salah paham kalau kamu masih punya perasaan padaku, kalau kamu masih nggak rela melepaskanku."Tatapan Darrel bergetar sedikit. Dia langsung membantah, "Jangan meninggikan dirimu. Aku cuma nggak ingin membiarkan pembunuh ayahku hidup enak. Kamu mau cerai dariku dan lari ke pelukan pria lain?

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 47

    "Ibu, jangan dibahas lagi ...."Mata Willa juga memerah. "Sudah, sudah, jangan dibahas lagi. Star, nanti kalau bayinya sudah agak besar, ajak dia pergi lihat ayahmu ya."Starla mengangguk keras. "Ya."Tak lama kemudian, dia menerima telepon dari Darrel."Kamu di mana?"Benar, mereka sudah janjian. Hari ini mereka harus pergi ke pengadilan negeri untuk mengurus perceraian."Kamu sudah sampai? Aku langsung ke sana."Darrel langsung menutup telepon.Willa bertanya dengan cemas, "Darrel ya? Anak kalian nangis?"Starla menjawab secara samar, "Hm .... Ibu, aku harus keluar sebentar.""Cepat pergi. Bayi itu paling butuh ibunya. Besok kamu jangan datang dulu. Jaga anak baik-baik. Paham?""Besok aku lihat situasi dulu."Setelah berpamitan dengan ibunya, Starla keluar dari rumah sakit, naik taksi, langsung menuju pengadilan negeri.Di jalan, dia menelepon Darrel, ingin memberitahunya bahwa dia sedang dalam perjalanan dan memintanya menunggu sebentar.Namun, kemudian dia teringat Darrel sudah mem

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 46

    Tidur itu membuat Starla terlelap sampai siang hari.Saat bangun, luka di dada dan perutnya masih terasa nyeri, sementara sosok pria itu sudah tidak ada di dalam kamar.Dia mengusap pelipisnya yang terasa sakit, lalu melihat segelas air di meja dengan secarik kertas di bawahnya.[ Ingat minum obat. Jangan ditelan tanpa air. ]Saat menggenggam gelas itu, Starla mendapati suhu airnya pas sekali. Pria ini .... Kenapa semua hal bisa diperhitungkan sedemikian tepat? Bahkan tahu kalau kemarin dia menelan obat tanpa air.Starla buru-buru mencuci muka dan pergi ke rumah sakit. Di ruang perawatan khusus, tangan ibunya masih terpasang jarum infus, tetapi kondisinya terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Pipinya pun mulai tampak berwarna. "Star, kenapa kamu datang?"Starla berjalan mendekat dan menggenggam tangan ibunya. "Aku satu-satunya putrimu, masa aku nggak datang?"Willa menepuk lembut punggung tangan putrinya, menasihati, "Ibu nggak apa-apa. Dokter dan perawat di sini sangat bertanggung

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 45

    "Hanya saja ...." Pria itu menoleh, menatap ke dalam matanya. "Kamu masih mencintai mantan suamimu?"Cinta? Starla menggeleng sambil tersenyum pahit. "Aku sudah lama nggak punya kelayakan untuk mencintai. Hanya untuk tetap hidup saja, aku harus mengerahkan seluruh tenagaku.""Pikirkan lagi, jangan buru-buru menjawabku." Pria itu berpikir sejenak, lalu menambahkan, "Anggap saja ini hadiah ulang tahunmu yang ke-26 dariku.""Pak.""Mm?"Dalam kegelapan, Starla mengamatinya dengan saksama. "Kita pernah saling kenal sebelumnya?"Pria itu memalingkan wajah, kembali ke dalam bayangan. Suaranya mendadak menjadi berat. "Starla, hal-hal yang nggak ingin kubicarakan, sebaiknya jangan kamu tanyakan.""Maaf.""Aku ngantuk. Ayo kita tidur.""Baik."Sama seperti semalam, dia berbaring menyamping, pria itu berbaring di belakangnya. Sangat dekat. Begitu dekat hingga napasnya dipenuhi aroma parfum lembut dari tubuh pria itu."Starla."Starla terkejut. "Hah?""Tetap di sisiku dengan baik. Aku akan member

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status