Merasa Hansa masih berada di dekatnya, Vindreya menoleh. “Lho. Katanya mau balik ke bangku.”
“Nggak jadi.”
“Kenapa?”
“Males ada si iblis.”
Vindreya menoleh ke belakang lalu tersenyum. “Pangeran hitam, Han. Bukan iblis.”
Perdebatan antara Elvano dan ayahnya akhirnya bisa diatasi. Ayahnya juga sudah bersedia pulang secara baik-baik. Di sisi lain, Elvano berjalan menuju kelasnya masih dengan raut kesalnya.
“Elvano,” panggil Bu Tika saat dia dan seluruh siswanya sudah kembali duduk rapi di dalam kelas.
“Iya, Bu?” balas Elvano.
“Apa yang buat kamu nggak mau nerusin bisnis keluarga kamu? Yang Ibu tau, bisnis itu udah terkenal banget dan bisa menghasilkan pendapatan yang nggak sedikit. Kamu juga pasti udah tau ‘kan apa-apa aja yang dilakuin sama orang tua kamu selama menjalanin bisnis itu? Jadinya n
Vindreya tersenyum devil sambil memanggil Kenzo dengan menggerak-gerakkan telunjuknya ke arahnya sendiri. “Sini, Ken. Bakal lebih bagus kalo gue kasih tau semuanya ke lo tanpa didengar sama orang lain.”Kenzo masih saja diam.“Ayo ke sini, Kenzo Si Pembunuh Baya-- ….”Hap!Seketika Kenzo sudah berada di dekat Vindreya sambil membekap mulut gadis itu setelah sebelumnya berlari dengan begitu kencang ke arah Vindreya.Vindreya tersenyum sampai membuat matanya menyipit.“Jangan ngomong apapun yang nggak masuk akal,” bisik Kenzo.Vindreya mengangkat alisnya lalu melepas bekapan Kenzo. “Nggak masuk akal? Tapi yang gue bilang tadi emang bener, ‘kan? Ayolah, Ken. Nggak ada gunanya bohong di depan Vindreya.”“Buktinya apa kalo yang lo bilang barusan itu bener?”Jari telunjuk Vindreya terangkat lalu tertuju pada
Malam itu sekitar pukul 7, Gavin sedang duduk di depan laptop di ruang kerjanya. Di luar ruangan itu, tampak Vindreya sedang berjalan dengan mengendap-endap sambil melihat ke kanan dan ke kiri.Ketika melihat pintu ruang kerja Gavin setengah terbuka, Vindreya mendongakkan kepalanya ke dalam lalu mencoba memanggil Gavin dengan cara berbisik.“Sssttt. Papa!” panggil Vindreya.Gavin yang saat itu sedang tidak terlalu banyak kerjaan, akhirnya bisa langsung mendengar panggilan putrinya itu. Pria itu menoleh ke pintu. Alisnya merapat ketika melihat anaknya tumben sekali memanggilnya tanpa berteriak.“Kenapa, Vin?” tanya Gavin sambil ikut-ikutan berbisik.“Mama mana?” tanya Vindreya yang masih berada di depan pintu.“Masak.”“Ooo.” Vindrey
Di sepanjang koridor, Kenzo yang sedang menggendong Vindreya menjadi pusat perhatian. Beberapa siswa tersenyum menahan tawa, beberapa lagi melihat tak menyangka.Salah satu siswa yang berada di luar kelas berlari ke kelasnya. “Woy-woy! Coba sini liat. Kenzo gendong Vindreya!”Seketika para siswa yang berada di dalam keluar karena penasaran. Suasana pagi di sekolah yang tadinya tenang, kini mendadak heboh setelah melihat laki-laki dingin seperti Kenzo bisa-bisanya membawa gadis si cacing kepanasan di atas punggungnya.Merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini, Kenzo mempercepat langkah kakinya hingga akhirnya dia tiba di depan pintu kelasnya.“Turun!” suruh Kenzo yang entah sudah setipis apa kesabarannya menghadapi Vindreya.“Nggak mau turun di sini. Gendong gue sampe di tempat duduk gue.”
Vindreya mengangguk semangat. “Nggak nyangka. Ternyata rekan bisnis yang bokap gue maksud itu adalah bokap lo.”Wanita yang adalah ibu dari Elvano tertawa kecil. “Wah. Kalian udah saling kenal rupanya. Ini bagus. Jadinya kami nggak perlu repot-repot kenalin dan buat kalian jadi akrab.”Ayah Elvano ikut tertawa kecil lalu mengangguk. “Yuk, duduk. Aku udah pesen makanan dan minuman untuk kita semua.”Kedua keluarga itu duduk melingkar mengelilingi sebuah meja lalu kembali bercerita ringan sembari menunggu datangnya pesanan mereka.“Wah. Vindreya cantik banget, ya,” puji ibu Elvano.Vindreya tersipu malu. “Ehehe. Makasih, Tante. Udah cocok ‘kan sama anaknya Tante? ‘Kan pas tuh yang satunya cantik, satunya lagi ganteng. Hehe.”Freya tersenyum menahan malu.
Setelah kemarin membuat seisi sekolah heboh karena digendong oleh Kenzo sampai di dalam kelas, pagi ini lagi-lagi Vindreya menghebohkan sekolah karena untuk pertama kalinya Elvano menggenggam tangan seorang gadis, yaitu Vindreya. Laki-laki yang diidolakan oleh hampir seluruh siswi di sekolah itu setiap hari didekati oleh para siswi, tetapi tak ada satu siswi pun yang mampu mencuri hatinya. Dengan menggandeng tangan Vindreya seperti ini, apakah itu artinya Vindreya adalah gadis pertama yang mampu menaklukkan hati pangeran putih itu?“Lho, itu ….” Seorang siswi tak sanggup melanjutkan perkataannya ketika melihat Elvano dan Vindreya masuk bersama ke kelas mereka sambil bergandengan tangan.“Morning, all,” sapa Vindreya dengan melambai-lambaikan tangan kanannya sambil berlenggak-lenggok layaknya model yang sedang berjalan di red carpet.“I—itu maksudnya apa? Kok ta
Hansa duduk sendirian di dalam kelas. Dia melihat pada bangku Kenzo yang berada cukup jauh di depannya. Bangku yang biasanya selalu terisi itu, kini kosong. Kenzo biasanya selalu berada di sana dan tidur. Namun kali ini, entah ke mana perginya laki-laki itu.“Hahaha. Masa, sih?”Hansa spontan melihat ke arah pintu kelas setelah mendengar suara yang tidak asing itu. Di sana, tampak Elvano dan Vindreya baru saja kembali dari kantin dan sekarang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup mengasyikkan.“El, ke ruang kesenian, yuk,” ajak salah satu siswa yang juga baru saja masuk ke kelas.Elvano tampak senang dan langsung mengangguk semangat. Laki-laki itu kemudian melihat pada Vindreya.“Vin, gue ke ruang kesenian dulu, ya. Em, entar pulang sekolah, mami gue jemput gue dan katanya mau mampir ke rumah lo. Gimana kalo
Kenzo melepas tasnya lalu meletakkannya di atas kepala Vindreya. “Pake.”Laki-laki itu kemudian berjongkok di depan Vindreya dan membiarkan gadis itu naik lagi ke punggungnya. Setelah Vindreya sudah naik, Kenzo mulai berjalan cepat hingga akhirnya berlari menerobos hujan.“Kali ini jangan minta gue pelan-pelan!” teriak Kenzo agar suaranya tetap bisa didengar oleh Vindreya di tengah-tengah kerasnya suara hujan karena menimpa pepohonan dan atap-atap bangunan itu.Vindreya terus tersenyum kecil di sepanjang perjalan pulang, entahlah karena apa. Dia melirik tas Kenzo yang berada di atas kepalanya lalu meninggikan posisinya agar tas itu juga bisa melindungi kepala Kenzo dari hujan.Byur!“Aaa! Tuh, ‘kan kotor! Ih, mobil ngeselin!” umpat Vindreya setelah baru-baru saja sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi
Setelah belasan menit berada di dalam mobil, akhirnya Elvano dan Vindreya keluar dari kendaraan mewah itu dan sekarang sedang berdiri di depan sebuah gedung bioskop yang cukup terkenal di kota itu.Elvano membuka payung yang sebelumnya sudah dia ambil dari dalam mobilnya dan membiarkan tubuhnya dan tubuh Vindreya berada di bawah payung itu.“Ayo, Vin! Terobos hujannya!” sorak Elvano.“Ayo!” balas Vindreya, kemudian mereka berdua berlari bersama menuju gedung bioskop itu.Sesampainya tepat di teras bioskop, Elvano menurunkan payungnya lalu menutupnya dan menitipkannya di loket penitipan barang yang sudah tersedia di sana.“Jadi, malam ini kita mau nonton apa?” tanya Elvano.“Em ….” Bola mata Vindreya berputar ke atas.“Lo sukanya film ber