Share

Bab 6 : Kembali ke Dunia Nyata

Di dunia nyata, tampak seorang dokter sedang memeriksa kondisi Vindreya yang sudah berhari-hari ini tidak sadarkan diri. 

“Gimana keadaan anak kami, Dok?” tanya Freya, ibu dari Vindreya dengan raut panik. 

Dokter menggantung stetoskop miliknya ke lehernya setelah selesai memeriksa detak jantung Vindreya. “Anak Ibu dan Bapak baik-baik aja. Jantungnya berdetak normal dan nggak ada tanda-tanda yang nunjukkin kalo dia sakit.”

Gavin, ayah dari Vindreya melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan enteng. “Ya, iyalah dia baik-baik aja. Dia itu cuma tidur. Lagian juga ada selang medis yang bisa salurin makanan dan minuman ke tubuhnya. Jadi, apa yang perlu dikhawatirin?” 

“Dok, apa Vindreya perlu dibawa ke rumah sakit? Mungkin dia harus diberi perawatan intensif atau operasi biar bisa bangun lagi.” Freya tampak semakin panik. 

Gavin tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan menunduk. “Parnoan banget astaga.” 

Freya melihat kesal pada suaminya itu. “Bisa nggak sih serius dikit? Jangan nganggap semuanya enteng gitu, lah. Ini tentang anak kita, lho.” 

“Freya Sayang, anak kita nggak apa-apa. Dia cuma tidur dan bisa bangun kapan aja dia mau.” 

“Tapi udah berhari-hari dia nggak bangun, Vin. Mau sampe kapan dia kayak gini terus?” 

Bola mata dokter beberapa kali berpindah, dari melihat Gavin, kemudian Freya, begitu seterusnya. Dia merasa sedang berada di tengah-tengah perdebatan rumah tangga. 

Gavin berjalan mendekati dokter itu lalu mengambilkan tas hitam milik dokter yang berada di atas tempat tidur Vindreya. “Ayo, Dok. Saya antar ke bawah.” 

“Lho-lho. Dokternya masih harus periksa Vindreya lebih detail lagi, Vin! Kita masih harus omongin tentang rencana Vindreya yang mau dibawa ke rumah sakit! Gavin!” 

Percuma saja. Gavin pura-pura tidak mendengar Freya dan terus menuntun dokter keluar dari kamar Vindreya. 

… 

Sekitar 5 menit berlalu. Freya yang sedang menggenggam erat tangan Vindreya hampir saja terkejut ketika Gavin membuka pintu dan masuk. 

“Maksud kamu apa ngusir dokter tadi dari sini?” ketus Freya. 

“Hah? Ngusir? Kamu ini kenapa sih, Sayang? Hari ini sensian banget.” Gavin masih saja tampak santai. Dia lalu duduk di sebelah tubuh Vindreya. 

“Gavin, serius dikit dong kalo hadapin sesuatu yang berhubungan sama anak kita. Kamu nggak takut kalo Vindreya kenapa-kenapa? Kamu nggak takut kalo dia selamanya nggak mau bangun dari tidur panjangnya? Oke, dia emang punya kemampuan untuk kendaliin mimpinya dan mungkin sekarang dia lagi mimpi indah sampe nggak mau bangun. Tapi sampe kapan mau kayak gini terus?” 

Gavin menopang dagunya di atas tangannya yang berdiri di kasur Vindreya. Laki-laki itu malah tersenyum menatap wajah istrinya yang sedang mencurahkan semua rasa takutnya mengenai Vindreya. 

“Gavin, kamu denger aku, kan?”

“Dengerlah, Sayang. Ayo, lanjutin aja ngedumelnya. Mau sampe mulut kamu berbusa dan telinga aku kebakar karena saking panasnya, aku tetep bakal dengerin kamu, kok.” 

“Ck. Tuh ‘kan nggak serius lagi.” 

Gavin tertawa kecil lalu mengacak-ngacak rambut Freya. “Freya, dengerin aku, ya. Kamu nggak perlu khawatir tentang Vindreya. Sebentar lagi dia bangun, kok. Seperti biasa, seindah apapun mimpinya, dia tetap bakal balik ke dunia nyatanya.” 

“Tapi kapan, Vin? Sebentar lagi itu pastinya kapan?” 

“Sekarang.” 

“Hah?” 

“Tuh.” Mata Gavin tertuju pada jemari lentik Vindreya yang mulai bergerak. 

Mata Freya seketika membulat sempurna. Dia mendekatkan posisi duduknya dengan tubuh Vindreya sambil harap-harap cemas. Semoga saja putri semata wayangnya itu memang benar akan segera bangun. 

“Vindreya, kamu denger Mama? Ayo, Sayang. Buka mata kamu,” pinta Freya dengan suara lembutnya. 

Perlahan kelopak mata Vindreya bergerak sampai akhirnya setelah sekian lama menutup mata, kini dia membukanya. 

“Vindreya!” Mata Freya berkaca-kaca dan langsung memeluk Vindreya. Wanita itu sangat bahagia bisa melihat bola mata indah anaknya lagi. 

Vindreya menggaruk kepalanya lalu bangkit dari posisi terlentangnya dan duduk di antara kedua orang tuanya beriringan dengan Freya yang akhirnya melepas pelukannya. 

“Yuhuuu! Selamat datang kembali di dunia nyata, Sayang!” sorak Gavin. 

Mata Vindreya berkedip beberapa kali untuk memperjelas pandangannya pada dunia nyata itu. “Kenzo sama Elvano mana?” 

Freya tersentak dan spontan mencubit kedua pipi Vindreya. “Astaga, Sayang …! Baru bangun malah langsung nanyain dua cowok itu lagi. Kamu nggak kangen sama Mama dan Papa, hah?” 

Vindreya menyingkirkan tangan Freya dari pipinya. “Aduh sakit, Ma! Ya, aku kangenlah sama Mama dan Papa.”

“Terus kenapa malah nanyain dua cowok itu lagi?”

“Karena mereka nggak ada di sini, Ma. Masa iya aku nanya ‘Mama sama Papa mana, ya?’ padahal kalian ada di sebelah aku.” 

“Ahaha. Liat, Freya. Otak anak kita masih berfungsi. Bahkan setelah tidur panjangnya, dia masih bisa mikir logis,” kata Gavin. 

Freya melihat sinis pada Gavin yang sejak tadi tidak berpihak padanya itu, lalu kembali melihat pada Vindreya. “Vindreya, Mama mohon jangan kendaliin mimpi kamu lagi, ya. Kamu selalu aja nggak mau bangun dalam waktu yang lama kalo udah ngendaliin mimpi.” 

Vindreya memanyunkan bibirnya. “Tapi aku suka, Ma. Hanya dengan cara itu aku bisa wujudin semua keinginan aku yang nggak bisa aku capai di dunia nyata.” 

~bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status