Di dunia nyata, tampak seorang dokter sedang memeriksa kondisi Vindreya yang sudah berhari-hari ini tidak sadarkan diri.
“Gimana keadaan anak kami, Dok?” tanya Freya, ibu dari Vindreya dengan raut panik.
Dokter menggantung stetoskop miliknya ke lehernya setelah selesai memeriksa detak jantung Vindreya. “Anak Ibu dan Bapak baik-baik aja. Jantungnya berdetak normal dan nggak ada tanda-tanda yang nunjukkin kalo dia sakit.”
Gavin, ayah dari Vindreya melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan enteng. “Ya, iyalah dia baik-baik aja. Dia itu cuma tidur. Lagian juga ada selang medis yang bisa salurin makanan dan minuman ke tubuhnya. Jadi, apa yang perlu dikhawatirin?”
“Dok, apa Vindreya perlu dibawa ke rumah sakit? Mungkin dia harus diberi perawatan intensif atau operasi biar bisa bangun lagi.” Freya tampak semakin panik.
Gavin tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan menunduk. “Parnoan banget astaga.”
Freya melihat kesal pada suaminya itu. “Bisa nggak sih serius dikit? Jangan nganggap semuanya enteng gitu, lah. Ini tentang anak kita, lho.”
“Freya Sayang, anak kita nggak apa-apa. Dia cuma tidur dan bisa bangun kapan aja dia mau.”
“Tapi udah berhari-hari dia nggak bangun, Vin. Mau sampe kapan dia kayak gini terus?”
Bola mata dokter beberapa kali berpindah, dari melihat Gavin, kemudian Freya, begitu seterusnya. Dia merasa sedang berada di tengah-tengah perdebatan rumah tangga.
Gavin berjalan mendekati dokter itu lalu mengambilkan tas hitam milik dokter yang berada di atas tempat tidur Vindreya. “Ayo, Dok. Saya antar ke bawah.”
“Lho-lho. Dokternya masih harus periksa Vindreya lebih detail lagi, Vin! Kita masih harus omongin tentang rencana Vindreya yang mau dibawa ke rumah sakit! Gavin!”
Percuma saja. Gavin pura-pura tidak mendengar Freya dan terus menuntun dokter keluar dari kamar Vindreya.
…
Sekitar 5 menit berlalu. Freya yang sedang menggenggam erat tangan Vindreya hampir saja terkejut ketika Gavin membuka pintu dan masuk.
“Maksud kamu apa ngusir dokter tadi dari sini?” ketus Freya.
“Hah? Ngusir? Kamu ini kenapa sih, Sayang? Hari ini sensian banget.” Gavin masih saja tampak santai. Dia lalu duduk di sebelah tubuh Vindreya.
“Gavin, serius dikit dong kalo hadapin sesuatu yang berhubungan sama anak kita. Kamu nggak takut kalo Vindreya kenapa-kenapa? Kamu nggak takut kalo dia selamanya nggak mau bangun dari tidur panjangnya? Oke, dia emang punya kemampuan untuk kendaliin mimpinya dan mungkin sekarang dia lagi mimpi indah sampe nggak mau bangun. Tapi sampe kapan mau kayak gini terus?”
Gavin menopang dagunya di atas tangannya yang berdiri di kasur Vindreya. Laki-laki itu malah tersenyum menatap wajah istrinya yang sedang mencurahkan semua rasa takutnya mengenai Vindreya.
“Gavin, kamu denger aku, kan?”
“Dengerlah, Sayang. Ayo, lanjutin aja ngedumelnya. Mau sampe mulut kamu berbusa dan telinga aku kebakar karena saking panasnya, aku tetep bakal dengerin kamu, kok.”
“Ck. Tuh ‘kan nggak serius lagi.”
Gavin tertawa kecil lalu mengacak-ngacak rambut Freya. “Freya, dengerin aku, ya. Kamu nggak perlu khawatir tentang Vindreya. Sebentar lagi dia bangun, kok. Seperti biasa, seindah apapun mimpinya, dia tetap bakal balik ke dunia nyatanya.”
“Tapi kapan, Vin? Sebentar lagi itu pastinya kapan?”
“Sekarang.”
“Hah?”
“Tuh.” Mata Gavin tertuju pada jemari lentik Vindreya yang mulai bergerak.
Mata Freya seketika membulat sempurna. Dia mendekatkan posisi duduknya dengan tubuh Vindreya sambil harap-harap cemas. Semoga saja putri semata wayangnya itu memang benar akan segera bangun.
“Vindreya, kamu denger Mama? Ayo, Sayang. Buka mata kamu,” pinta Freya dengan suara lembutnya.
Perlahan kelopak mata Vindreya bergerak sampai akhirnya setelah sekian lama menutup mata, kini dia membukanya.
“Vindreya!” Mata Freya berkaca-kaca dan langsung memeluk Vindreya. Wanita itu sangat bahagia bisa melihat bola mata indah anaknya lagi.
Vindreya menggaruk kepalanya lalu bangkit dari posisi terlentangnya dan duduk di antara kedua orang tuanya beriringan dengan Freya yang akhirnya melepas pelukannya.
“Yuhuuu! Selamat datang kembali di dunia nyata, Sayang!” sorak Gavin.
Mata Vindreya berkedip beberapa kali untuk memperjelas pandangannya pada dunia nyata itu. “Kenzo sama Elvano mana?”
Freya tersentak dan spontan mencubit kedua pipi Vindreya. “Astaga, Sayang …! Baru bangun malah langsung nanyain dua cowok itu lagi. Kamu nggak kangen sama Mama dan Papa, hah?”
Vindreya menyingkirkan tangan Freya dari pipinya. “Aduh sakit, Ma! Ya, aku kangenlah sama Mama dan Papa.”
“Terus kenapa malah nanyain dua cowok itu lagi?”
“Karena mereka nggak ada di sini, Ma. Masa iya aku nanya ‘Mama sama Papa mana, ya?’ padahal kalian ada di sebelah aku.”
“Ahaha. Liat, Freya. Otak anak kita masih berfungsi. Bahkan setelah tidur panjangnya, dia masih bisa mikir logis,” kata Gavin.
Freya melihat sinis pada Gavin yang sejak tadi tidak berpihak padanya itu, lalu kembali melihat pada Vindreya. “Vindreya, Mama mohon jangan kendaliin mimpi kamu lagi, ya. Kamu selalu aja nggak mau bangun dalam waktu yang lama kalo udah ngendaliin mimpi.”
Vindreya memanyunkan bibirnya. “Tapi aku suka, Ma. Hanya dengan cara itu aku bisa wujudin semua keinginan aku yang nggak bisa aku capai di dunia nyata.”
~bersambung
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe