แชร์

Chapter 2

ผู้เขียน: Sherra Misaki
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-09-06 10:01:02

“Tidak boleh berpacaran! Apalagi masih sekolah. Lagipula, tujuan pacaran itu apa? Nantinya, malah….” dan dia akan menjabarkan secara panjang lebar akibat akibatnya, yang menurutku masuk akal. Aku tidak terlalu membenci ceramahnya itu, karena aku sendiri memang tidak berniat pacaran.

               Tapi, terkadang aku agak bingung saat masuk jam pelajaran IPA. Apalagi bagian biologinya. Karena Miss. Sania bilang, mulai menyukai lawan jenis itu normal untuk remaja. Jadi aku membuat kesimpulanku sendiri. ‘Suka’, mungkin boleh, tapi tidak untuk pacaran. Dengan simpulan itu, aku tetap akan jadi remaja normal tanpa  kena semprot ayah. Haha..

               Dan Bill mungkin punya prinsip lain. Aku tidak tau prinsipnya, tapi aku tau kisahnya. Bill tergolong cowok yang mudah mendapatkan perhatian para gadis si sekolahnya. Seperti sifatnya yang agak kikuk dan punya humor yang bagus, tapi bisa sangat diandalkan di beberapa kesempatan. Kau tau, bahkan di tahun pertamanya di SMA itu dia sudah digandrungi gadis gadis kakak kelas untuk meminta kontaknya. Terkadang aku heran bagaimana laki-laki bisa lebih mudah menjadi terkenal dibanding perempuan. Fenomena serupa juga terjadi di sekolahku, jadi aku tidak terlalu terkejut dengan cerita Bill.

                Oh ya, dan Hermist, kucingku. Ya, aku yang memeliharanya. Terkadang Hermist ikut ke balkon tempat kami biasa mengobrol dan mendengarkan cerita kami. Lalu dia pergi sendiri ketika cerita berakhir. Dan kami tidak perlu takut jika dia mengatakan apa yang dia dengar pada ibu. Karena dia kucing. Hermist sendiri sepertinya juga cukup laris dikalangan kucing betina. Aku sering melihat beberapa kucing betina berbeda yang mucul disekitar rumah dalam seminggu.

               Aku kembali kebawah untuk mengambil limun dan novel yang kutinggalkan di meja makan. Lalu aku kembali ke lantai atas dan ke kamarku. Aku letakkan limun dan novel itu di meja samping kasurku, dan melakukan hal yang sering kulakukan, menjatuhkan diri ke tempat tidurku. Kupandang halaman belakang dari balik jendela yang berjarak 150 sentimmeter dari kasurku, sambil merenung. “Aaah..Besok sudah hari Senin. Lagi.” Aku berkata pada diriku sendiri, lalu mengembuskan nafas berat. Suasana begitu hening. Hanya gemercik air hujan. Walau diluar dingin, aku merasa hangat disini. Begitu tenang, sampai akhirnya muncul sebuah suara memunculkan gelombang.

               Seseorang membuka pintu kamarku tanpa mengetuk. “Sofia... Bill, ayah dan ibu akan pergi memancing. Apa kau mau ikut?” Dari suaranya, sudah pasti itu ibu. “Tidak bu. Aku dirumah saja”  jawabku singkat, lalu dibalas dengan kata “Baiklah” yang juga tidak kalah pendek dan menutup pintu kembali. Apa aku bersikap terlalu kasar? Semoga aku tidak menjadi anak kurang ajar.

               Masalahnya, pertanyaan itu sudah pernah dilontarkan padaku, dan jawabanku tetap sama, tidak. Aku pernah ikut tiga kali, dan sama sekali tidak enak. Menunggu berjam-jam dengan menggelar diskusi dan beberapa kali diperhatikan orang-orang yang lewat, hingga umpan dimakan ikan. Diskusinya bahakn lebih seperti konferensi atau seminar. Bukan seperti pembicaraan keluarga normal bahagia. Kami membahas politik, konspirasi, filsafat, bahkan teori evolusi, matematika dan fisika sampai kimia. Maksudku, ini di sungai ―atau lebih bisa disebut kali kecil― di kota, oke? Apa yang mereka harapkan?

               Dan sesekali ketika mereka bosan memancing —fenomena yang cukup wajar karena mereka melakukannya setiap minggu sepanjang bulan maret― mereka lalu mengajakku menonton di bioskop. Dan jawabanku tetap sama, tidak.  Sebenarnya bukan karena tidak suka nonton film, tapi jika kau jadi aku, mungkin menonton di bioskop adalah hal yang paling menyedihkan yang pernah kau lakukan. Dengan ayahmu yang  menyembunyikan stik kentang dalam saku celananya, ibumu yang selalu terharu, serta kakak yang tidur ketika film bahkan belum menyentuh tahap komplikasinya. Itu akan jadi malam senin paling menyebalkan yang pernah kau lalui, dan tentunya kau tidak akan mau mengulanginya.

               Sekarang, hujan sudah berhenti. Dan aku masih larut di kehangatan selimutku. Jam dinding menunjukan angka 4 lebih 35 menit. Ini pertama kalinya, setidaknya dalam seminggu ini, aku tidak punya rencana.

               Aku berjalan ke jendela dan membukanya. Masih tidak punya tujuan, tapi melihat keluar lebih baik dari pada ikut memancing di sungai kota.

               Tiba-tiba aku jadi teringat taman kota. Aku belum kesana sejak pesta tahun baru. Aku bisa menghabisakan waktuku disana. Taman kota berbeda dengan daerah rumahku, dimana anggota ibu-ibu arisan komplek perumahan kami selalu mengoceh dan membicarakan orang lain hingga mereka lupa memasak sarapan untuk anak-anak mereka, dan berbeda pula dengan bagian-bagian lain dari perumahan ini. Disana sangat rindang. Bisa dibilang, sangat mewah untuk taman di komplek dengan fasilitasnya yang lengkap, dan akan membuatmu berpikir sekian kali untuk mencari tempat lain. Ada jalur lari untuk anjing beserta pemilik mereka, lapangan tenis, dan lapangan basket.

               Disini jarang yang menyukai kriket. Dan yang sering berkunjung kesini kebanyakan orang-orang yang sudah berumur.  Kau tau ‘kan, mereka banyak mendengar soal kematian orang tua saat bermain kriket belakangan ini, jadi, mungkin karena itu mereka mengubahnya menjadi lapangan basket. Yang sekarang justru banyak dipakai orang yang lebih muda.

             

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Memories   Chapter 62 part 2

    “Ooi! Katakan sesuatu!” Suara pukulan yang keras tepat di perutnya bersamaan dengan suaranya yang mencoba untuk menahan muntahan darah untuk keluar dari mulutnya. Wajahnya yang berlumuran darah tiba tiba menyebut namaku. “Lari, S-Sofia…” “Derald!” Aku segera menggerakkan tubuhku dan berlari menuju Derald. Tapi ketiga orang yang berada dibelakangku segera menangkapku. “Sofia— Ugh…!“ Derald mencoba berteriak ketika melihat mereka menangkapku. Meski dia akhirnya dipukuli lagi dan lagi. Aku mencoba untuk memberontak tetapi mereka langsung menahan perger

  • Memories   Chapter 62

    “Bagaimana dengan perjanjiannya?” “Aah. Hanya beberapa jam lagi, ya…” Aku tiba-tiba menghentikan langkahku. “… setelah itu kita bisa membakar tempat ini.” Wah, wah… Sepertinya meninggalkan tempat ini bukan tindakan yang benar untuk sekarang. Apa jangan jangan ini yang aku dan Derald dengar sore tadi sebelum babak kedua dimulai. Aku segera kembali ketempat sebelumnya, merapat ke dinding. “Selain itu, memanfaatkan acara ini sungguh ide yang luar biasa, ketua. Anda memang hebat.&

  • Memories   Chapter 61

    “Kau… sungguh tidak menggunakan parfum?” Aku membalas wajah terkejutnya dengan tatapan bingung. Apa itu sesuatu yang aneh? Aku hanya mengangguk. “Sungguh, kau tidak pernah memakai parfum?” “Uhm.” Aku lagi lagi mengangguk. “Sungguh tidak pernah?” Dia mendekatkan wajahnya.

  • Memories   Chapter 60

    Aku segera beranjak menuju tenda kami yang berada di bawah pohon, tidak sulit untuk menemukannya. Segera aku masuk ke dalam tendaku yang ku tempati berdua dengan Alisa nantinya. Setidaknya aku perlu istirahat dari ini keriuhan ini. Istirahat yang cukup bagi fisik, dan mentalku. Terus berada bersama ditengah orangorang membuatku lelah, secara batin. Aku melepas jas almamater dan rompi rajut serta melonggarkan dasi yang ku gunakan. Hanya meninggalkan kemeja dan rok kotak-kotak, juga membiarkan kaos kaki hitamku tetap berada di tempatnya. Di dalam sini terasa panas, ditambah aku yang baru saja berlari, membuat tubuhku menjadi terasa panas. Aku mulai bisa merasakan keringat menetes satu demi satu dari tubuhku. M

  • Memories   Chapter 59

    “Uughhh..haaah….” Aku meregangkan tubuhku setelah keluar dari area hutan. Babak kedua akhirnya kami lalui dengan lancar. Ternyata tidak semua dari peserta lolos di babak ini. Itu sangat masuk akal jika kau tanya aku. Pasalnya, berbeda dari mengerjakan soal biasa, dengan sistem permainan “Mencari Harta Karun” pada babak ini, kau tidak bisa memilih soal mana yang menurutmu mudah atau yang bisa kau kerjakan terlebih dulu. Semuanya harus selesai denga jawaban yang tepat, atau setidaknya mendekati. Jika kau salah perhitungan, itu akan menyebabkan mu tersesat di dalam hutan itu. Ya, meskipun sudah ada tali pembatas untuk membuat permainan ini tetap aman. “Kau meregangkan tubuhmu seperti wanita tua, Sofia.” 

  • Memories   Chapter 58 (Derald)

    “Kalau begitu, sekarang kita selalu bersama ya, Sofia!” Kataku padanya. Gadis itu kemudian membalas senyumku dengan begitu cerahnya. Aku merasakan sesuatu yang membuatku bergetar ketika melihat itu. “Lalu kau sendiri, kenapa ada di sini?” Dia balik bertanya padaku.Sungguh, aku berfikir untuk tidak mengatakannya. Dia mungkin tidak akan mengerti apa yang aku akan aku ceritakan. Apa sebaiknya aku berbohong? Tapi kebohongan apa yang harus aku katakan. Bagian dari dalam diriku seperti tidak bisa berbohong padanya.“Um.. ceritanya panjang—“ “Ceritakan!” Sekarang dia melihatku dengan mata yang berapi api. Well, sepertinya aku memang tidak bisa berbohong darinya.&

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status