Share

BAB 23

Author: Dana Jaryanto
last update Last Updated: 2025-04-15 17:59:43

Byur!

Suara air kolam memecah keheningan malam. Sosok lelaki melompat tanpa pikir panjang, menyusul tubuh Nayara yang sudah hampir tenggelam. Dimas berenang secepat mungkin, tangannya meraih tubuh Nayara yang sudah lemas. Dengan tenaga penuh, ia menyeret Nayara ke tepi kolam.

"Cepat! Tolong angkat!" seru Dimas.

Paman Dimas, yang sudah bersiaga, segera membantu mengangkat tubuh Nayara ke lantai tepi kolam. Nayara tampak tak sadarkan diri, wajahnya pucat, napasnya tak terdengar.

"Nayara! Nay! Dengar aku!" Dimas langsung melakukan pertolongan pertama. Ia menepuk-nepuk pipinya pelan, namun Nayara tetap tak merespons. Dengan tangan gemetar, ia memiringkan tubuh Nayara, memompa dadanya perlahan—satu, dua, tiga kali. Tak ada respons.

Dimas menunduk, melakukan napas buatan. Satu tiupan. Dua tiupan. Tangannya kembali menekan dada Nayara, ritmis namun panik.

Saat itu, Dhirga melihat apa yang dilakukan Dimas. Matanya membelalak, dadanya naik turun penuh amarah. Tanpa aba-aba, ia menghampiri dan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 24

    "Pasien belum siuman. Kemungkinan karena terlalu lama tenggelam di dalam air. Silakan urus administrasinya terlebih dahulu, Pak," ucap dokter dengan nada profesional namun tenang."Tolong berikan penanganan terbaik untuk Nayara, ya, Dok. Semua biayanya saya yang tanggung," kata Dimas, tegas namun penuh kepanikan yang ditahan."Baik, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik," dokter membalas sebelum kembali masuk ke dalam ruang perawatan.Dimas kemudian berjalan menuju bagian administrasi rumah sakit. Meski tubuhnya masih basah dan dingin, ia tetap fokus mengurus semua biaya pengobatan Nayara tanpa sedikit pun mengeluh.Namun tiba-tiba..."Dimas." Sebuah suara familiar terdengar dari belakang. Dimas menoleh perlahan. Di sana berdiri Dhirga Mahendra, wajahnya tampak menahan emosi yang bercampur canggung."Aku... aku minta maaf, ya," ucap Dhirga dengan nada berat, jelas terasa dipenuhi keterpaksaan.Dimas hanya mengangguk kecil. "Iya, nggak apa-apa.""Bagaimana keadaan Nayara sekarang?" tanya

    Last Updated : 2025-04-16
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 25

    Dimas Prayoga.Ia tak benar-benar kembali ke vila. Hanya sebentar ia pergi, mencari butik terdekat untuk mengganti bajunya yang basah kuyup. Udara dingin mulai menusuk kulit, tapi pikirannya lebih dingin lagi—mengingat keadaan Nayara yang belum stabil.Setelah berganti pakaian, ia kembali ke rumah sakit. Langkahnya terhenti di depan meja perawat."Sus, apakah pasien atas nama Nayara sudah bisa dijenguk?" tanyanya sopan."Sudah, Pak. Tapi mohon maaf, Bapak ini keluarganya?" suster menatapnya penuh selidik."Saya saudaranya, Sus. Tadi saya yang mengantar Nayara ke sini. Suaminya meminta saya untuk menjaganya sementara," ucap Dimas tanpa ragu, menyisipkan kebohongan kecil demi bisa berada di sisi Nayara.Suster mengangguk, tampak puas dengan jawabannya. "Baik, silakan masuk. Pasien sudah sadar."Dimas mendorong pelan pintu ruang UGD. Hatinya tercekat melihat Nayara terbaring lemah. Wajahnya pucat, matanya sembab. Tangannya tergolek dengan infus yang menancap."Nay... kamu habis nangis, y

    Last Updated : 2025-04-16
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 26

    Di tempat berbeda, Clarissa duduk di samping Dhirga yang masih terlelap. Matanya menatap kosong, pikirannya melayang entah ke mana. Perlahan ia berdiri, turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Namun, langkahnya terhenti di depan kamar Dimas di Villa itu.Pintu kamar itu sedikit terbuka. Clarissa mengintip—kosong."Dimas kemana ya?" gumamnya pelan, alisnya berkerut penuh curiga.Saat ia berbalik, langkahnya bertemu dengan Pak Salman yang sedang menyusuri lorong villa."Ayah, Dimas kemana?" tanyanya, mencoba terdengar biasa saja.Pak Salman menggeleng. "Belum pulang dari tadi sejak nganter Nayara ke rumah sakit."Clarissa terdiam sejenak. "Lho, tadi udah pulang kok, Yah. Tadi cuman aku dan Dhirga yang ada di sana"Pak Salman mengangkat bahu. "Tapi di sini belum kelihatan sama sekali."Kecurigaan Clarissa menguat. Ada sesuatu yang tidak beres. Tatapannya mengeras. Ia yakin Dimas masih berada di rumah sakit—dan kemungkinan besar, masih bersama Nayara.Tanpa pi

    Last Updated : 2025-04-16
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 27

    Matanya membelalak. Nafasnya terxekat. Clarissa berdiri terpaku di balik celah pintu yang terbuka sedikit, menyaksikan adegan yang baginya lebih manis dari balas dendam itu sendiri—Dimas sedang duduk di sisi ranjang, jemarinya membelai rambut Nayara yang tertidur lelap."Nggak salah lagi... Ini yang bikin hubungan Dhirga dan Dimas memanas belakangan ini," bisik Clarissa, senyumnya merekah penuh kemenangan.Ia segera mengeluarkan ponselnya. Jepret. Satu foto penuh makna tersimpan. Tak puas, ia lanjutkan dengan merekam video saat Dimas mulai berbicara dengan suara pelan namun penuh emosi."Nay... aku itu sayang banget sama kamu," ucap Dimas, seolah Nayara bisa mendengarnya dalam tidurnya yang tenang. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca."Sejak zaman kuliah aku sudah tertarik sama kamu. Tapi kenapa... kenapa kamu malah pilih laki-laki seperti Dhirga?" Ia menarik nafas panjang, seakan menyembunyikan luka yang telah lama terpendam. "Tapi nggak apa-apa, Nay. Mulai sekarang sampai kapanpu

    Last Updated : 2025-04-17
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 28

    Di balik kaca mobil, terlihat Dimas duduk di kursi kemudi, dan di sampingnya Nayara dengan wajah letih. Dhirga yang melihat itu langsung menghampiri mereka dengan langkah lebar, namun nadanya tetap ia jaga."Nay, pulang sama aku sekarang," katanya pelan tapi tegas, suaranya dipaksa tenang demi menutupi amarah yang sedang membara. Ia masih mengingat pesan papanya agar tak gegabah.Dimas segera turun dari mobil, lalu membukakan pintu penumpang. Nayara pun turun perlahan dengan tongkat putih di tangannya. Hati Dhirga terasa disayat melihat perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu bersandar pada pria lain.Namun, ia menggertakkan gigi dan menahan emosinya."Terima kasih, Dim," ucap Nayara sembari tersenyum ke arah Dimas.Dhirga langsung menggenggam tas Nayara dan menggandeng tangan istrinya dengan kasar. Cengkeramannya begitu kuat hingga Nayara mengernyit kesakitan."Mas, pelan-pelan... sakit," lirih Nayara mencoba melepas genggaman."Jangan banyak omong! Cepat masuk ke mobil!" bisik

    Last Updated : 2025-04-17
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 29

    Plak! Plak!"Aduh!"Nayara menjerit pelan, tangisnya pecah saat dua tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya terhuyung, namun ia tetap mencoba duduk dengan susah payah. Wajahnya kini memerah dan basah oleh air mata. Dhirga berdiri di hadapannya, matanya menyala penuh amarah, tak peduli dengan kondisi Nayara yang baru saja pulih dari rumah sakit."Lihat ini, Nay!" bentak Dhirga.Ia mengacungkan ponselnya, memperlihatkan sederet foto dan video. Dalam gambar itu, terlihat Nayara dan Dimas duduk berdampingan di sebuah ruangan rumah sakit, tampak akrab. Lalu video menyusul, suara Dimas terdengar jelas, mengungkapkan sesuatu yang membuat Nayara terperangah."Tapi aku nggak tahu, Mas... Aku beneran nggak tahu apa-apa," Nayara mencoba menjelaskan, suaranya bergetar diselingi isak tangis."Nggak tahu?! Kamu pikir aku bodoh? Seharusnya kamu jauhin dia! Mau taruh di mana harga diri aku sebagai suamimu, hah?!"Plak!Tamparan ketiga mendarat. Kali ini lebih keras. Nayara terjatuh lagi, tubuhny

    Last Updated : 2025-04-18
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 30

    "Ya Allah..." lirih Nayara, tubuhnya gemetar dan tak mampu bangkit. Ia mencoba berdiri, namun baru saja menumpu, lututnya kembali roboh menghantam lantai dingin. Darah menetes dari luka di kakinya, mengalir pelan membasahi ubin."Tolong..." suaranya nyaris tak terdengar, hanya desahan lirih dari seseorang yang nyaris kehilangan daya.Seorang pelayan yang tengah melintas di lorong mendadak menghentikan langkah. Ia mendengar suara lirih dari balik pintu setengah terbuka. "Nay? Ya Tuhan, kamu kenapa?!" pekiknya panik, segera berlari mendekat."Bantu aku... Aku nggak bisa bangun," ucap Nayara lemah, air mata membasahi wajahnya.Tanpa ragu, pelayan itu membantu Nayara bangkit, memapah tubuh rapuh itu menuju kamar kecil di belakang."Makasih ya..." ucap Nayara sesampainya di atas kasur."Sama-sama, Nay. Aku ambilkan tongkatmu sekalian bersihin darah di lantai, ya. Kamu istirahat dulu."Nayara mengangguk pelan. Tubuhnya terasa mati rasa. Bahkan untuk sekadar duduk tegak pun terasa begitu ber

    Last Updated : 2025-04-19
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 31

    "Nay!" teriak Dhirga panik, ketika melihat tubuh Nayara tergeletak tengkurap di lantai kamar. Nafasnya nyaris tak terdengar, wajahnya pucat, lutut terdapat luka terbuka yang masih mengeluarkan darah dan keningnya memar. Tanpa pikir panjang, Dhirga langsung membopong tubuh lemah itu ke atas kasur kecil yang ada di sudut kamar. Ia menahan napas—entah karena panik, takut, atau rasa bersalah yang membuncah di dadanya."Dhirga! Panggil dokter sekarang juga!" perintah Leonardo lantang dari ambang pintu. Suaranya menggelegar, penuh tekanan dan kekhawatiran."Iya, Pah!" jawab Dhirga cepat, lalu mengambil ponselnya dan segera menghubungi dokter pribadi keluarga Mahendra. Suaranya tergesa saat menelepon, bahkan tangannya sedikit gemetar.Tak sampai dua puluh menit, seorang dokter paruh baya datang tergesa membawa tas hitam berisi perlengkapan medis. Ia langsung menghampiri Nayara yang masih tak sadarkan diri. Dokter itu memeriksa denyut nadi, pupil mata, serta luka-luka yang menghiasi tubuh per

    Last Updated : 2025-04-19

Latest chapter

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 58

    Sesaat setelah Dimas tiba di lobi Rumah Sakit Internasional Prayoga, langkah kakinya tak bisa ditahan lagi. Ia berlari melewati lorong panjang yang sunyi, hanya terdengar derap sepatunya yang tergesa-gesa. Aroma khas antiseptik rumah sakit menusuk hidung, namun Dimas tidak peduli. Tujuannya hanya satu—ruangan tempat Nayara dirawat.Di depan pintu ruang rawat, Dimas berpapasan dengan dokter yang baru saja keluar. Napasnya memburu."Dok, bagaimana keadaannya?" tanya Dimas dengan nada cemas.Dokter itu mengangguk pelan sambil membetulkan stetoskop yang menggantung di lehernya. Tatapannya tenang namun penuh kehati-hatian."Barusan saya periksa, Ibu Nayara sedang beristirahat. Kondisinya cukup stabil untuk saat ini," jawabnya."Apa dia sempat bertanya tentang siapa yang menyelamatkannya?" Dimas menggali lebih jauh, raut wajahnya tegang.Dokter menghela napas ringan, lalu menatap Dimas dalam-dalam."Tadi beliau sempat bicara dengan suster, dan sesuai permintaan Pak Dimas, suster telah menja

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 57

    “Permisi, Dok.”Suara lembut seorang suster memecah keheningan saat ia mendorong pintu ruangan dokter.“Masuk, Sus,” jawab dokter sambil tetap memandangi layar monitor.Suster itu melangkah masuk, lalu menyerahkan map berwarna biru. “Ini hasil rekam medis pasien setelah operasi, Dok.”“Terima kasih, Sus.” Dokter mengangguk singkat dan menerima map tersebut, kemudian suster itu pamit keluar dengan pelan, meninggalkan ruangan yang kembali sunyi.Dokter membuka lembar demi lembar hasil pemeriksaan, lalu menoleh ke Dimas yang duduk di depannya dengan wajah cemas dan mata tak berkedip.“Pak Dimas,” ujar dokter sambil menata hasil rekam medis di mejanya, “Saya akan jelaskan kondisi Ibu Nayara saat ini.”Dimas langsung menegakkan tubuhnya. “Iya, Dok. Bagaimana hasilnya?” tanyanya dengan suara sedikit gemetar.Dokter tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Syukur alhamdulillah, kondisi Ibu Nayara saat ini cukup stabil. Respon tubuhnya terhadap operasi juga sangat baik. Jika tidak ada komplikasi la

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 56

    Suara monitor berdetak pelan "Tit... tit... tit..." seperti ketukan waktu yang menegangkan.Sudah lebih dari enam jam Dimas duduk terpaku di depan ruang operasi. Wajahnya tegang, mata sembab, dan tangan terus menggenggam erat tas kecil berisi dokumen Nayara. Setiap detik terasa lambat, setiap suara dari dalam ruangan membuat jantungnya melompat. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa dalam hati, berharap Tuhan masih mengizinkan Nayara bertahan dan kembali pulih.Sementara itu, di rumah sakit berbeda, suasana mendadak tegang. Seorang dokter dan beberapa suster berlari tergesa menuju ruang NICU. Alarm kecil berbunyi cepat dan tajam.Dhirga, Jeni, Sintia, Leonardo, dan Adinda sontak berdiri. Tanpa pikir panjang, mereka mengikuti dokter dan perawat, rasa takut menguasai mereka. Jantung Dhirga berdetak cepat. Ia tidak siap menerima kabar buruk.Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan dengan wajah muram. Ia menghampiri Dhirga perlahan."Dok... bagaimana kondisi anak

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 55

    Tok. Tok.Suara ketukan pintu itu memecah keheningan ruangan kerja Bram yang luas dan minimalis."Permisi, Pak," ujar resepsionis dengan sopan saat membuka pintu."Masuk," jawab Bram tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Namun, ketika ia melihat dua tamu yang berdiri di ambang pintu, ia segera berdiri dari kursinya."Wisnu!" sapa Bram hangat, menjabat tangan pria berseragam yang kini berdiri di hadapannya.Wisnu tersenyum hormat. "Selamat siang, Pak Bram. Perkenalkan, ini AKP Januar, Kanit yang menangani kasus yang Bapak laporkan.""Saya Januar, Pak," ujar pria berpakaian dinas itu sambil menunduk hormat."Silakan duduk. Kamu boleh kembali," kata Bram kepada resepsionis."Baik, Pak," jawabnya lalu menutup pintu dengan sopan.Bram mempersilakan kedua tamunya duduk di sofa kulit hitam yang terletak di pojok ruangan. Kopi hangat dan air mineral telah tersedia di atas meja kecil di depannya."Bagaimana perkembangan kasus saya, Pak Januar?" tanya Bram dengan nada serius, kedua

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 54

    "Pak Dimas..." suster berlari tergesa ke arah pria yang tengah berdiri gelisah di lorong rumah sakit. "Ada apa, Sus?" tanya Dimas, wajahnya tampak tegang. "Nayara, Pak..." jawab sang suster, nafasnya terengah. Ia seolah menahan sesuatu yang mendesak untuk dikatakan. "Ada apa dengan Nayara?!" suara Dimas meninggi, matanya menatap tajam penuh kekhawatiran. "Nayara kritis, Pak..." akhirnya suster itu menjawab, suaranya pelan namun cukup menusuk telinga siapa pun yang mendengarnya. Tanpa pikir panjang, Dimas berlari menuju ruang ICU, langkahnya cepat dan mantap. Di belakangnya, Dhirga, Jeni, dan Sintia ikut menyusul. Tepat di depan pintu ICU, mereka berpapasan dengan dokter yang menangani Nayara. "Dok, bagaimana keadaan Nayara?" tanya Dimas, suaranya terdengar putus asa. "Iya, Dok... gimana keadaan istri saya?" sela Dhirga dengan nada dibuat-buat seolah benar-benar peduli. Dokter menarik nafas sejenak, lalu menjawab, "Keadaan Nayara kritis. Kami sedang berusaha semaksimal m

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 53

    “Jangan ikut campur kamu, Ardi!” bentak Dimas, suaranya menggelegar memantul di sepanjang koridor rumah sakit.Ardi Kusuma Prayoga, seorang direktur utama di Rumah Sakit Internasional Prayoga, melangkah mendekat. Wajahnya datar, tapi matanya menyorotkan ketidaksenangan. Ia adalah adik sepupu Dimas, satu darah, satu garis keturunan, namun hubungan mereka jauh dari kata harmonis. Sejak Dimas dipercaya menggantikan ayahnya sebagai pimpinan Prayoga Group—konglomerasi besar yang menaungi berbagai lini bisnis termasuk rumah sakit ini—api cemburu terus membara di dada Ardi.“Bagaimana aku bisa diam kalau suara kalian terdengar sampai ke dalam?” sahut Ardi tajam. “Kalian pikir tempat ini pasar?”Ia tertawa sinis, nada tawanya seperti ejekan yang ditusuk dengan pisau tajam.“Oh... jadi perempuan yang dirawat di dalam itu istri kamu?” tanyanya sinis pada Dhirga, matanya melirik ke arah ruang VVIP. “Dan kamu, Dimas... kamu benar-benar tak punya malu. Sudah tak ada perempuan lain di dunia ini sam

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 52

    "Mau apa kalian ke sini?" tanya Dimas dengan suara dingin namun tegas, saat membuka pintu dari dalam ruangan VVIP tempat Nayara dirawat. Bajunya rapi, wajahnya tegang, dan matanya memerah menahan amarah. Di belakangnya, terlihat tubuh Nayara terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, diselimuti selimut putih dengan infus menggantung di sampingnya."Harusnya aku yang bertanya! Kenapa kamu bawa kabur Nayara tanpa seizinku?!" bentak Dhirga dengan mata melotot, rahangnya mengeras. Napasnya memburu, dadanya naik turun dengan cepat. Ia benar-benar terbakar emosi.Dimas menutup pintu pelan, lalu berjalan mendekat ke arah Dhirga dengan tatapan yang tak gentar."Bawa kabur? Seharusnya aku yang ambil Nayara dari kamu, Dhirga! Dia lebih pantas menjauh dari kamu!" suaranya meninggi, dan aura protektif terpancar dari sikapnya."Apa maksudmu, hah?!" Dhirga mencengkram kerah jas Dimas, namun Dimas tak mundur. Dengan tenang, ia menarik selembar kertas dari map di tangannya dan menyodorkannya ke waj

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 51

    “Siap, Pak,” jawab dokter singkat, lalu segera berbalik arah memasuki ruang ICU.Adinda datang tergesa bersama Leonardo. Wajahnya cemas, sorot matanya mencari-cari sosok Dhirga. Begitu melihatnya berdiri di sudut lorong rumah sakit, ia langsung mendekat.“Dhirga,” sapa Adinda pelan, “bagaimana keadaan Clarissa?”Dhirga menoleh, matanya sembab, wajahnya kelelahan. “Clarissa belum stabil, Mah…” suaranya nyaris tak terdengar.“Anakmu sudah lahir belum?” tanya Leonardo.“Sudah, Pah… Sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang NICU karena lahir prematur,” jawab Dhirga dengan lirih, berusaha tetap tenang meski jantungnya berkecamuk hebat.Belum sempat mereka berbincang lebih jauh, pintu ruang ICU terbuka lebar. Seorang suster mendorong tandu besar beroda yang membawa inkubator transparan. Di dalamnya, seorang bayi mungil terlelap, tubuhnya dibungkus selimut tipis, dan wajahnya begitu damai—meski tubuhnya sangat kecil dan rapuh.“Itu... cucu kita, Pah,” bisik Adinda, matanya berkaca-kaca.Semua

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 50

    Dimas Prayoga berdiri di depan ruang donor dengan napas tak beraturan. Matanya langsung menatap tubuh Nayara yang terkulai lemah di atas kursi donor. Ia melangkah cepat masuk ke ruangan. "Suster, ini kenapa Nayara seperti ini?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar. "Beliau baru saja mendonorkan darah untuk pasien yang ada di ruang ICU, Pak. Golongan darahnya sangat langka," jawab suster itu tanpa menoleh, sibuk mencatat. Tanpa banyak bicara, Dimas segera membopong tubuh Nayara keluar dari ruangan. Langkahnya cepat dan mantap. Suster di belakangnya langsung berseru panik. "Pak, mau dibawa ke mana? Pasien belum stabil!" Namun Dimas tak menggubris. Ia membuka pintu mobilnya, meletakkan Nayara dengan hati-hati, lalu tancap gas menuju rumah sakit internasional milik keluarganya. Hujan masih turun, dan jalanan lengang di tengah malam mempercepat lajunya. Sesampainya di rumah sakit, petugas sudah sigap menyambut. Seorang suster datang membawa tandu dorong. "Cepat! Dia kehi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status