Share

BAB 64

Author: Dana Jaryanto
last update Last Updated: 2025-05-09 17:40:51

"Ibu Clarissa," lanjut Sonia dengan suara bergetar, pelan, tapi cukup untuk membuat ruangan interogasi itu seakan runtuh oleh dentuman kejujuran.

Kata-kata itu membuat dunia seperti menggelegar dalam telinga Januar. Sebuah senyum tipis merekah di wajahnya—bukan senyum sombong, tapi senyum lega seorang penyidik yang perjuangannya nyaris mencapai garis akhir. Tatapan matanya tajam menusuk ke dalam jiwa Sonia, memastikan bahwa tak ada lagi dusta tersisa.

Kesaksian Sonia menjadi potongan terakhir dari puzzle yang telah ia susun dengan hati-hati. Dua alat bukti sah kini telah dikantongi: hasil digital forensik dan pengakuan langsung dari pelaku lain. Itu cukup untuk menetapkan Clarissa sebagai tersangka.

Tanpa menunda waktu, Januar keluar dari ruang interogasi dan menuju ruang gelar perkara. Di sana, ia bersama tim penyidik lainnya mempresentasikan seluruh hasil penyelidikan. Setelah melalui pemaparan yang detail dan diskusi yang hangat, keputusan bulat diambil: Clarissa dan Sonia resmi di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 64

    "Ibu Clarissa," lanjut Sonia dengan suara bergetar, pelan, tapi cukup untuk membuat ruangan interogasi itu seakan runtuh oleh dentuman kejujuran.Kata-kata itu membuat dunia seperti menggelegar dalam telinga Januar. Sebuah senyum tipis merekah di wajahnya—bukan senyum sombong, tapi senyum lega seorang penyidik yang perjuangannya nyaris mencapai garis akhir. Tatapan matanya tajam menusuk ke dalam jiwa Sonia, memastikan bahwa tak ada lagi dusta tersisa.Kesaksian Sonia menjadi potongan terakhir dari puzzle yang telah ia susun dengan hati-hati. Dua alat bukti sah kini telah dikantongi: hasil digital forensik dan pengakuan langsung dari pelaku lain. Itu cukup untuk menetapkan Clarissa sebagai tersangka.Tanpa menunda waktu, Januar keluar dari ruang interogasi dan menuju ruang gelar perkara. Di sana, ia bersama tim penyidik lainnya mempresentasikan seluruh hasil penyelidikan. Setelah melalui pemaparan yang detail dan diskusi yang hangat, keputusan bulat diambil: Clarissa dan Sonia resmi di

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 63

    “Tidak pernah, setahu saya,” jawab Clarissa dengan nada ragu.“Itu jawaban klien kami saat ini, dan mohon dicatat dengan jelas bahwa segala tuduhan harus berdasarkan bukti, bukan asumsi semata,” potong Nikolas tegas, tatapannya tajam mengarah pada penyidik di depannya.Januar, yang sejak tadi mencatat hasil pemeriksaan dengan serius, mengangguk kecil lalu menatap Clarissa lurus-lurus.“Tentu. Tapi saya ingatkan, jika nantinya ditemukan bukti tambahan yang menguatkan dugaan keterlibatan Saudari, maka kami tidak segan menetapkan status hukum yang berbeda,” ucapnya, tegas dan jelas.Suasana ruang interogasi mendadak terasa lebih dingin. Clarissa menggenggam kedua tangannya di pangkuan, berusaha tetap tenang. Januar melanjutkan pertanyaannya dengan suara yang tenang, namun penuh tekanan.“Apakah Saudari pernah meminjamkan ponsel kepada orang lain dalam dua minggu terakhir?”Clarissa menggeleng cepat. “Tidak. Ponsel saya selalu saya pegang sendiri.”Januar kembali mencatat jawabannya, lalu

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 62

    "Kenal, Pak. Dia adalah istri pertama suami saya," jawab Clarissa pelan namun jelas, suaranya sedikit bergetar.Januar menatapnya tajam lalu mengangguk sebelum melanjutkan, "Apakah akun Facebook bernama CA Lovers ini milik Saudari?""Akun Facebook saya hanya satu, Pak. Atas nama Clarissa Anindita," jawabnya tegas.Januar meletakkan satu berkas di atas meja, menatap Clarissa dalam-dalam. "Saudari Clarissa, Saudari barusan menyatakan bahwa akun Facebook CA Lovers bukan milik Saudari. Namun berdasarkan hasil forensik digital, akun tersebut terhubung ke nomor 08xxxxxxx milik Saudari dan beberapa kali terpantau login dari perangkat yang terdaftar atas nama Saudari. Bisa dijelaskan?"Clarissa menelan ludah, tangannya yang di pangkuan mulai bergetar. "Itu bukan akun saya, Pak... Saya nggak tahu siapa yang bikin akun itu."Nikolas segera menyela, "Maaf, saya minta agar pertanyaan ini dijelaskan lebih lanjut datanya. Klien saya tidak bisa memberikan keterangan tanpa melihat bukti teknis yang d

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 61

    “Silakan duduk, Pak Bram,” ujar Januar, menyilakan pria berjas abu-abu itu masuk ke ruang interogasi.Bram Hadiwijaya, CEO Darmaseraya Group, melangkah masuk dengan wajah tenang namun tegang. Pandangannya langsung bertemu dengan mata Clarissa yang sudah lebih dulu duduk di kursi saksi. Keduanya saling menatap sejenak. Tak ada keakraban di antara mereka—hanya kekosongan, seperti dua orang asing yang kebetulan berada di satu ruang yang sama. Bram pun duduk di kursi yang disediakan, tepat di samping Clarissa.“Apakah Bapak mengenal wanita ini?” tanya Januar, membuka percakapan dengan nada datar.“Saya tidak mengenalnya,” jawab Bram cepat dan lugas.Januar mengangguk pelan, mencatat sesuatu di mapnya. Kemudian ia menoleh ke arah Clarissa.“Ibu Clarissa, apakah Anda sudah siap memberikan kesaksian?” tanyanya.Clarissa menoleh, wajahnya tampak cemas. “Saya masih menunggu suami saya, Pak.”Januar menarik napas panjang. Ia tahu bahwa proses tak bisa ditunda terlalu lama, namun situasi ini mem

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 60

    "Iya, Pak. Pulangnya nanti saya ambil suratnya," balas Dhirga singkat melalui pesan teks. Clarissa yang duduk bersandar di ranjang rumah sakit, memiringkan kepala sedikit sambil menatap wajah suaminya. "Pesan dari siapa?" "Dari satpam rumah. Katanya ada surat penting yang harus aku ambil nanti sore," jawab Dhirga sambil meletakkan kembali ponselnya di meja kecil di samping ranjang. Suaranya tenang, tapi sorot matanya penuh pikiran. Beberapa hari berlalu. Waktu berjalan dengan ritme lambat, namun kepastian kondisi Clarissa menjadi pelipur lara tersendiri bagi Dhirga. Hari itu, matahari bersinar lembut dari jendela rumah sakit saat dokter masuk ke ruangan dengan senyum ringan di wajahnya. "Ibu Clarissa, setelah kami pantau terus selama beberapa hari terakhir, kondisi Ibu kini sudah stabil. Tidak ada lagi indikasi yang mengkhawatirkan. Ibu sudah boleh pulang hari ini," jelas dokter sambil menyerahkan berkas kepada Dhirga. Clarissa mengangguk pelan, wajahnya menunjukkan kelegaan

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 59

    “Pesan dari siapa, Dim?” tanya Elena sambil menatap gelisah wajah Dimas yang mulai pucat.Dimas menelan ludah, menurunkan ponselnya perlahan. “Dari Dokter Enjelin... Katanya Nayara mengigau memanggil nama suaminya.”Elena menarik napas pelan, lalu menunduk sebentar sebelum menatap Dimas lagi. “Sebagus apa pun niatmu, sebaiknya kamu kembalikan Nayara ke suaminya, Dim. Sebelum semuanya menjadi rumit.”Dimas mengangguk pelan, namun ada keraguan yang jelas tergambar di matanya. “Aku akan kembalikan... Tapi tidak sekarang. Biarkan dia pulih dulu. Aku hanya ingin memastikan dia benar-benar sehat sebelum kembali menghadapi dunia yang menyakitinya.”Sebelum Elena sempat menjawab, seorang ibu-ibu paruh baya datang membawa dua mangkuk soto panas dan dua gelas teh hangat di atas nampan.“Permisi... Ini pesanannya,” katanya ramah sambil meletakkan makanan di meja.“Terima kasih, Bu,” ujar Elena sambil tersenyum. Dimas hanya mengangguk kecil, pikirannya masih tertambat pada pesan singkat yang baru

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 58

    Sesaat setelah Dimas tiba di lobi Rumah Sakit Internasional Prayoga, langkah kakinya tak bisa ditahan lagi. Ia berlari melewati lorong panjang yang sunyi, hanya terdengar derap sepatunya yang tergesa-gesa. Aroma khas antiseptik rumah sakit menusuk hidung, namun Dimas tidak peduli. Tujuannya hanya satu—ruangan tempat Nayara dirawat.Di depan pintu ruang rawat, Dimas berpapasan dengan dokter yang baru saja keluar. Napasnya memburu."Dok, bagaimana keadaannya?" tanya Dimas dengan nada cemas.Dokter itu mengangguk pelan sambil membetulkan stetoskop yang menggantung di lehernya. Tatapannya tenang namun penuh kehati-hatian."Barusan saya periksa, Ibu Nayara sedang beristirahat. Kondisinya cukup stabil untuk saat ini," jawabnya."Apa dia sempat bertanya tentang siapa yang menyelamatkannya?" Dimas menggali lebih jauh, raut wajahnya tegang.Dokter menghela napas ringan, lalu menatap Dimas dalam-dalam."Tadi beliau sempat bicara dengan suster, dan sesuai permintaan Pak Dimas, suster telah menja

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 57

    “Permisi, Dok.”Suara lembut seorang suster memecah keheningan saat ia mendorong pintu ruangan dokter.“Masuk, Sus,” jawab dokter sambil tetap memandangi layar monitor.Suster itu melangkah masuk, lalu menyerahkan map berwarna biru. “Ini hasil rekam medis pasien setelah operasi, Dok.”“Terima kasih, Sus.” Dokter mengangguk singkat dan menerima map tersebut, kemudian suster itu pamit keluar dengan pelan, meninggalkan ruangan yang kembali sunyi.Dokter membuka lembar demi lembar hasil pemeriksaan, lalu menoleh ke Dimas yang duduk di depannya dengan wajah cemas dan mata tak berkedip.“Pak Dimas,” ujar dokter sambil menata hasil rekam medis di mejanya, “Saya akan jelaskan kondisi Ibu Nayara saat ini.”Dimas langsung menegakkan tubuhnya. “Iya, Dok. Bagaimana hasilnya?” tanyanya dengan suara sedikit gemetar.Dokter tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Syukur alhamdulillah, kondisi Ibu Nayara saat ini cukup stabil. Respon tubuhnya terhadap operasi juga sangat baik. Jika tidak ada komplikasi la

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 56

    Suara monitor berdetak pelan "Tit... tit... tit..." seperti ketukan waktu yang menegangkan.Sudah lebih dari enam jam Dimas duduk terpaku di depan ruang operasi. Wajahnya tegang, mata sembab, dan tangan terus menggenggam erat tas kecil berisi dokumen Nayara. Setiap detik terasa lambat, setiap suara dari dalam ruangan membuat jantungnya melompat. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa dalam hati, berharap Tuhan masih mengizinkan Nayara bertahan dan kembali pulih.Sementara itu, di rumah sakit berbeda, suasana mendadak tegang. Seorang dokter dan beberapa suster berlari tergesa menuju ruang NICU. Alarm kecil berbunyi cepat dan tajam.Dhirga, Jeni, Sintia, Leonardo, dan Adinda sontak berdiri. Tanpa pikir panjang, mereka mengikuti dokter dan perawat, rasa takut menguasai mereka. Jantung Dhirga berdetak cepat. Ia tidak siap menerima kabar buruk.Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan dengan wajah muram. Ia menghampiri Dhirga perlahan."Dok... bagaimana kondisi anak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status