Share

Bab 15

Akhirnya sudah ada jawaban dari pertanyaan di benak Hannah. Saat ini, hatinya terasa sangat hangat.

Sebenarnya Hannah sudah bisa menebak bahwa Inti Bulare adalah pemberian Nelson. Namun setelah mendengar jawaban langsung dari mulut Nelson, Hannah pun baru merasa yakin.

Hannah sungguh tidak menyangka Nelson adalah tipe orang yang tidak akan memungkiri ucapannya. Padahal Nelson baru mengatakannya di pagi hari, dan sore harinya Inti Bulare pun sudah sampai di kantornya.

Barang-barang seperti ini juga tidak bisa dicari dalam waktu singkat. Sepertinya Nelson sudah mempersiapkannya dalam waktu yang cukup lama?

Sekarang Hannah sudah bersuami, dia sadar dirinya tidak mungkin boleh menyetujui lamaran ini. Hanya saja, Hannah merasa terharu dan tersipu malu.

“Eh! Kalian sudah lihat belum? Ekspresi Brandon lucu sekali! Sepertinya dia terkejut banget! Hahaha!”

Saat ini, Martin berdiri, lalu menunjuk Brandon dengan tertawa terbahak-bahak.

Ketika mendengar ucapan Martin, semua orang di ruangan pun ikut tertawa.

Jujur saja, ekspresi Brandon memang sangat jelek. Dia sungguh tidak menyangka Nelson akan begitu tidak tahu malu! Apa dia tidak tahu kebohongannya akan terbongkar?

“Pak Nelson, dari ekspresi menantu pecundang itu, apa dia ingin hajar kamu?” Martin kembali memanaskan kondisi.

“Apa dia berani? Mana mungkin si pecundang itu berani menyentuh Pak Nelson? Hahaha!”

“Dia bukanlah apa-apa kalau dibandingkan dengan Pak Nelson. Kalau dia berani sentuh Pak Nelson, kita hajar dia saja!”

“Kenapa? Nggak berani bicara? Takut, ya?” Martin tertawa terbahak-bahak. “Brandon, kamu memang pecundang, ya? Padahal ada yang datang untuk rebut istrimu, kamu malah nggak berani bersuara. Kasihan si Hannah punya suami sepertimu!”

“Hahaha!”

Begitu ucapan dilontarkan, terdengar suara tawa dari sekitar.

Tansri yang berada di samping melirik Brandon dengan sinis, lalu berkata, “Kenapa? Kamu marah? Kalau kamu berani cari masalah, aku akan beri pelajaran sama kamu!”

“Brandon, ternyata kamu takut banget sama ibu mertuamu? Kamu bahkan nggak berani ucapin sepatah kata pun? Ayo sini beri tahu aku gimana perasaanmu saat ini? Apa kamu setuju istrimu dilamar sama Pak Nelson?”

Sepertinya Martin tidak berencana untuk melepaskan Brandon. Dia terus menyindir dan bahkan menginjak-injak harga dirinya.

Saat ini, Brandon melirik Martin sekilas, lalu berkata dengan perlahan, “Oke, kalau kalian ingin aku bicara, aku akan bicara …. Kalau gitu, kita bahas dulu mengenai masalah Inti Bulare. Inti Bulare adalah pemberianku untuk istriku. Aku harap kalian semua jelas dengan masalah ini.”

Seketika suasana di dalam ruangan menjadi hening. Mereka semua terbelalak ketika mendengar ucapan Brandon.

“Hahaha ….”

Beberapa detik kemudian, entah siapa yang tidak bisa menahan tawanya, alhasil semua hadirin di tempat juga ikut tertawa.

“Hahaha, lucu sekali! Dia bilang dia yang beli Inti Bulare? Apa dia tahu berapa harga dari bros itu?”

“Cih! Dasar nggak tahu malu! Jelas-jelas bros itu pemberian Pak Nelson, bisa-bisanya dia bilang bros itu dibeli sama dia!”

Di sisi lain, Nelson langsung terdiam di tempat. Hanya saja, dia segera merespons dan kembali tersenyum seperti biasanya.

Martin menggebrak meja sambil tertawa keras. “Brandon, kamu bodoh, ya? Apa otakmu sudah korslet? Jangan-jangan kamu kira bakal ada yang percaya sama omongan kamu? Oke, meski aku memaksakan diri untuk percaya sama kamu, kamu juga mesti beri tahu aku, dari mana datangnya barang ini, ‘kan?”

“Aku suruh orang lain untuk beli bros itu,” balas Brandon.

“Orang lain?” Martin menahan tawanya, lalu berkata, “Kalau begitu coba kamu beri tahu aku, berapa harganya?”

“Gratis! Itu imbalan untukku karena dia minta bantuan sama aku,” balas Brandon dengan datar.

“Orang lain minta bantuan sama kamu? Imbalan buat kamu?” Perut Martin semakin sakit lagi lantaran terlalu banyak tertawa.

“Hahaha!” Begitu pula dengan semua orang di ruangan, mereka juga ikut tertawa.

Brandon sungguh lucu!

Dia membantu orang lain? Kemudian diberi imbalan Inti Bulare? Apa dia tidak becermin? Siapa juga yang rela dibantunya? Lagi pula, apa yang bisa dia bantu?

“Kalau begitu, coba kamu katakan. Apa yang sudah kamu bantu sampai diberi Inti Bulare?” tanya Martin dengan nada menyindir.

“Aku disuruh untuk bantu investasi,” jawab Brandon dengan tenang. “Investasi dari Perusahaan Investasi Sinjaya.”

“Pftz!” Kali ini, bahkan air liur Martin pun sudah memuncrat. “Brandon, mentang-mentang kamu bermarga Sinjaya, kamu kira kamu ada hubungannya dengan Perusahaan Investasi Sinjaya? Kamu masih belum bangun, ya?”

Nelson yang terus menyaksikan komedi akhirnya bersuara, “Hei pecundang, maksudmu kamu bisa memutuskan penggunaan dana investasi di perusahaan kami? Jangan asal bicara, ya! Apa kamu tahu apa akibat kalau kamu berbohong dengan mengatasnamakan Perusahaan Investasi Sinjaya?”

“...”

“Akibat? Nelson, kamu hanyalah seorang pegawai perusahaan. Apa kamu tahu akibat dari membual dengan menggunakan nama perusahaan?” Tatapan Brandon terlihat sinis.

Nelson pun tersenyum sinis. “Pecundang itu memang nggak berwawasan, ya. Kamu nggak bakal bisa membayangkan betapa pentingnya posisiku di perusahaan. Aku itu manajer proyek di Perusahaan Investasi Sinjaya. Aku bisa alokasi setidaknya 30% dari dana investasi 10 triliun itu.”

“Apa kamu bisa mengerti apa maksudku?” Nelson semakin arogan lagi. “Itu berarti kesuksesan atau kebangkrutan perusahaan di Kota Manthana ada di tanganku.”

Martin spontan menatap Nelson dengan tatapan penuh kagum, lalu menunjuk Brandon. “Brandon! Padahal kamu nggak ngerti apa-apa, kamu malah berani bikin masalah di sini. Apa kamu ingin permalukan nama Keluarga Limantara!”

“Pak Nelson adalah elite di Perusahaan Investasi Sinjaya, sedangkan kamu hanyalah seorang pecundang. Kenapa kamu malah mencurigai kehebatannya?”

“Brandon, aku saranin kamu segera minta maaf sama Pak Nelson. Kalau nggak, nasib kamu akan celaka!”

“Pak Nelson, jangan hiraukan orang nggak berguna seperti dia. Mana mungkin dia akan mengerti betapa agungnya identitasmu!”

“Selama ada Pak Nelson, Keluarga Limantara pasti akan kecipratan dana investasi Perusahaan Sinjaya ….”

“ … ”

Melihat para anggota Keluarga Limantara yang ingin mengambil hati Nelson, Brandon spontan tersenyum sinis, lalu melihat ke sisi Nelson. “Aku dengar-dengar, keputusan alokasi dana investasi 10 triliun itu ada di tangan presdir baru. Kamu hanyalah seorang manajer proyek, apa mungkin kamu bisa ikut campur dalam masalah ini?”

Nelson membalas, “Kamu sok tahu banget sama masalah internal perusahaan? Apa kamu nggak tahu presdir baru kami sangat percaya sama aku.”

Kenyataannya, Nelson bahkan tidak pernah bertemu dengan presdir baru. Hanya saja, Nelson sengaja berbicara seperti itu untuk mempertahankan pamornya. Sebab dia tahu anggota Keluarga Limantara pasti akan percaya dengan omongannya.

Tiba-tiba Brandon malah tertawa. “Presdir baru sangat percaya sama kamu? Nelson, kamu yakin kamu tidak lagi berbohong?”

Nelson terbengong. Mungkin anggota Keluarga Limantara tidak menyadari keanehan dari Brandon, tapi Nelson menyadarinya. Kenapa dia seolah-olah tahu masalah internal perusahaannya?

Setelah melirik Brandon sekilas, dan yakin si pecundang tidak mungkin akan kenal dengan presdir barunya, Nelson baru berkata, “Dari nada bicaramu, sepertinya kamu kenal sama presdir baru perusahaanku?”

“Pak Nelson, Brandon memang nggak tahu diri. Pak Nelson jangan masukin ke hati!”

“Cowok itu sudah gila, nggak usah ladeni dia.”

“Ckckck, coba kalian lihat ekspresinya. Apa dia kira dirinya sangat hebat ….”

“Cukup!” Kakek Herman mengerutkan keningnya, dan langsung menatap Brandon dengan ekspresi sinis. “Brandon, kamu nggak berhak ngomong di sini. Kamu kira kamu itu siapa? Cepat keluar dari sini!”

“Iya! Keluar dari sini! Jangan buat malu!”

“Jangan sampai nama Limantara dihancurkan oleh seorang pecundang!”

Nelson tersenyum sambil melambaikan tangannya. “Pecundang, aku nggak bakal tindas kamu lagi. Hari ini aku beri kamu satu kesempatan ….”

“Kalau kamu bisa sebut nama dari presdir baru perusahaan kami, aku akan minta maaf sama kamu! Tapi … kalau kamu nggak tahu, mulai hari ini kamu harus keluar dari Kediaman Limantara!”

Selesai berbicara, Nelson langsung tersenyum lebar seolah-olah kemenangan sudah berada di tangannya. Sebenarnya identitas presdir baru mereka sangatlah misterius, bahkan dia juga tidak tahu siapa nama presdir baru itu. Jadi, mana mungkin si Brandon bisa mengetahuinya?

“Pak Nelson memang sangat lapang dada, ya. Kamu bahkan beri kesempatan terhadap si pecundang.”

“Brandon, kamu jangan nggak tahu diri. Cepat berlutut dan minta maaf sama Pak Nelson!”

“Brandon, kamu kira kamu itu siapa?!” Tansri berdiri, lalu memarahi Brandon sambil menunjuknya. “Berani-beraninya kamu berbicara di sini! Kamu kira kamu itu siapa? Cepat keluar dari sini!”

Hahaha!

Semua orang di sekitar langsung tertawa. Bahkan ibu mertuanya sendiri juga sudah mengusirnya. Memalukan sekali!

Dulu, Brandon pasti bersedia untuk minta maaf. Hanya saja sekarang, Brandon malah tersenyum, dan menatap Tansri dengan sinis.

Bahkan, Hannah juga merasa sangat kaget. Mereka sudah menikah selama tiga tahun, ekspresi Brandon saat ini terasa asing baginya.

Brandon berjalan dengan tegak sambil menatap ekspresi orang-orang yang sedang mempermalukannya. Dia menghirup napas dalam-dalam, lalu berkata dengan sinis, “Bukannya kalian semua ingin tahu siapa presdir baru dari Perusahaan Investasi Sinjaya? Oke, aku akan beri tahu kalian hari ini!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status