“Aku tidak bisa memastikan,” geleng wanita itu. “Tapi yang pasti kamu tidak sama seperti aku, ayahku, dan manusia lainnya ... Darah kamu seperti tercipta dengan elemen rumit yang aku sendiri tidak terlalu paham ... Mungkin itu sebabnya, kamu mengalami reaksi berbeda ketika seharusnya kamu merasakan sakit karena tersiram air panas, atau energi kamu yang cepat terisi penuh padahal hanya makan sedikit roti ....”Marcel terdiam cukup lama mendengar penjelasan Venya tentang kejanggalan itu. “Jangan-jangan ini karena aku ... minum cairan itu?” cetus Marcel sambil berpikir keras. “Sayangnya aku tidak tahu cairan apa yang aku minum, mungkin mau bisa sekalian menelitinya kalau ada sisa ....”Venya menggeleng, dia ingat betul seperti apa suasana ketika dirinya pertama kali menyelundup ke lab bersama sang ayah.“Saat aku dan ayahku datang, seperti ada bekas pel di lantai yang penuh debu.” Venya menggambarkan. “Kamu lihat ada bekas lainnya tidak? Mungkin botol yang aku minum ... atau ada s
Malam itu suasana di kediaman keluarga Delvino begitu hingar bingar dengan suara musik, entakan orang-orang yang sedang berjoget, diiringi lampu berkedip-kedip yang membuat mata sakit. Marcel sejak tadi sudah bolak-balik mengantarkan minuman ke tengah-tengah pesta dibantu Eli dan juga Bik Nana. Tidak satupun ada yang mengenali Marcel sebagai menantu di rumah itu. “Minum sini, hei!” “Cepat, mana ini makanannya!” “Cel, jangan lelet!” “Shirley, urus pelayan satu itu!” Marcel yang masih repot membereskan gelas-gelas kosong di meja, merasakan lengannya yang ditarik kasar. Dia berbalik dan langsung berhadapan dengan istrinya sendiri. “Kamu ngapain saja dari tadi?” hardik Shirley seraya mencampakkan lengan Marcel dengan kasar. “Itu hidangannya bagaimana? Kasihan mereka sudah kelaparan gara-gara kamu!” “Aku sedang beres-beres, apa kamu tidak lihat?” balas Marcel di tengah-tengah suara bising musik yang memekakkan telinga. “Suruh teman-teman kamu menunggu sebentar!” Shirley mengerucut
“Shirley!” tegur Marcel yang merasakan seluruh darahnya mendidih, bukan karena cemburu melainkan karena statusnya sebagai suami dan menantu di rumah ini tidak pernah dianggap sama sekali.“Bung, dia istriku!” ucap Marcel lagi dengan suara yang lebih keras. “Jauhkan tanganmu darinya!”Baik Shirley maupun pria itu sama-sama menoleh ke arah Marcel.“Kamu ini kenapa?” cemooh si pria dengan wajah memerah. “Apakah aku mengganggumu, Cantik?”Shirley terkekeh.“Tidak usah kamu pedulikan suamiku, Peter!” Dia mengibaskan tangannya sambil terkikik geli. “Dia mungkin lelah karena dari tadi sibuk melayani keperluan kita.”Marcel geleng-geleng kepala saat menyaksikan dua manusia yang sama sekali tidak mempedulikan keberadaannya.“Hentikan pesta ini!” suruh Marcel kepada Shirley dengan tegas. “Ini bahkan sudah hampir pagi, kalian tidak mikir sama ketenangan orang lain?”“Siapa sih itu, berisik sekali?”“Kalian bisa menikmati suasana tidak sih?”Suara Ronnie dan Ciko saling bersahutan.“In
Namun, Ronnie memekik ketika buku-buku jarinya menghantam perut Marcel. Rasanya seperti dia menghantamkan kulitnya ke permukaan tembok yang kokoh. “Kenapa, Ron?” “Kak, kenapa Kakak yang kesakitan?” “Aku tidak kesakitan!” bantah Ronnie demi gengsi, dia melirik Marcel yang tampak bingung dengan situasi ini. “Pergi kamu!” usir Ronnie sambil mendorong Marcel. “Jangan mengganggu kesenangan kami!” Ciko dan yang lain melongo. “Kak, masa disuruh pergi begitu saja?” protes Ciko dengan kening berkerut. “Kalau kamu tidak tega menghajarnya, biar aku saja yang memberinya pelajaran!” “Jangan, tidak usah!” Ronnie mencegah, tapi Ciko tetap ingin melanjutkan keributan dengan Marcel yang tidak salah apa-apa. “Kamu ini adik ipar yang tidak tahu diri!” umpat Ciko seraya mendorong bahu Marcel hingga dia terhuyung membentur salah seorang teman di belakangnya, lalu dia didorong ke arah Ciko lagi dan didorong kembali ke arah orang-orang yang mengelilinginya. Begitu terus sampai Marcel merasa muak da
Kekacauan pesta itu akhirnya berhasil diatasi hingga matahari hampir terbit.Setelah kakak-kakak iparnya dibaringkan ke kamar masing-masing, Marcel bersama pelayan yang lain bahu membahu membereskan sampah hasil pesta dan membersihkan ruangan hingga tidak ada lagi bekas-bekas minum di sana.“Aku capek sekali!” Marcel mengeluh di depan Venya ketika dia datang ke lab lebih awal. “Ini formula yang kamu berikan, aku hanya pakai sedikit. Para pelayan bilang kalau mereka merasakan energi yang tidak biasa.”Venya menerima kembali formula itu menatap Marcel. “Kamu ikut minum?” “Aku lupa ....”“Seharusnya stamina mereka akan terus terjaga sampai beberapa jam ke depan, tapi kamu kelihatan sudah lemas ....”Marcel merebahkan dirinya di samping Meru yang sibuk mencoret-coret kertas.Venya segera membuatkan Marcel sesuatu di lab, yakni serupa ramuan modern dari campuran beberapa bahan dan diraciknya sesuai pengetahuan yang dia dapatkan selama ini.“Minumlah,” suruh Venya sambil membawakan
Marcel sedang sibuk membersihkan kebun ketika sudut matanya tanpa sengaja melihat beberapa orang yang berjalan mengendap-endap ke arah gudang.“Kak, ini kenapa justru kita yang jadi seperti pencuri ya?” komentar Ciko seraya berjalan membuntuti Ronnie yang melangkah paling depan.Namun, hanya Alvon satu-satunya orang yang bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Ini kan kawasan rumah kita!” ucap Ciko lagi.“Diam lah,” tukas Ronnie. “Kamu harus tahu kalau gudang itu memang bagian dari kawasan rumah kita, tapi ada hal yang kalian tidak pernah tahu ....”“Apa?” tanya Ciko. “Lab yang ada di bawahnya adalah milik orang tua Marcel,” jawab Ronnie memberi tahu.“Serius?” sahut Alvon meragukan.“Kok tidak percaya,” ketus Ronnie sambil terus melangkah.“Bagaimana ceritanya orang tua Marcel bisa membangun lab tepat di bawah gudang rumah kita?” tanya Ciko tidak percaya.“Aku tidak terlalu paham bagaimana perjanjian mereka, tapi itu yang aku dengar dari ayah.” Ronnie menjelask
Marcel menjalani kehidupannya seperti biasa, sebagai menantu, pembantu, dan juga sesekali samsak bagi kakak-kakak iparnya yang sedang kesal.Dia tidak keberatan sama sekali, justru terkadang malah menikmati sandiwaranya setiap kali Ronnie dan yang lain mengerjainya.“Sudah berapa lama kamu tidak makan hidangan sisa lagi?” tanya Ciko ketika melihat Marcel sudah berani minum terang-terangan di dapur bersama mereka.“Mungkin mulai hari ini,” jawab Marcel seraya memegang cangkirnya yang berisi teh hangat campur lemon.“Dan kamu akan makan menu baru?” tanya Ronnie memastikan.“Sepertinya begitu,” jawab Marcel terus terang. “Nanti setelah aku mencuci pakaian kalian semua.”Ciko saling pandang dengan Ronnie.“Cel, aku nitip gaun lagi!” timpal Shirley. “Jangan sampai rusak, karena aku tidak akan memaafkan kamu.”Marcel mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Kenapa suami kamu itu?” tanya Ciko heran. “Tidak seru sama sekali kalau dia menurut begitu.”“Kamu aneh, Kak.” Alvon b
Marcel terdiam cukup lama setelah Herman mengungkapkan keheranannya atas keputusan untuk mengajak ilmuwan yang bahkan sudah tidak mampu lagi bekerja di lab.“Aku pikir yang penting aku berani mencoba dulu, Yah.” Marcel menjelaskan.“Berani? Maksud kamu berani rugi?” Herman menegaskan. “Memangnya kamu bisa yakin kalau penelitian itu akan membuahkan hasil?”“Segala sesuatu layak untuk dicoba, Yah. Kita tidak akan pernah tahu kalau tidak mau mencoba,” jawab Marcel dengan bahasa yang tetap santun dan juga sopan.“Kamu bisa saja membuat sebuah terobosan, tapi saya tetap tidak mau dirugikan lagi.” Herman menegaskan.“Aku tahu, Yah. Karena itu aku berusaha cari sponsor untuk bisa melanjutkan penelitian ini,” angguk Marcel. “Aku sama sekali tidak ingin merugikan Ayah lagi, melainkan supaya bisa membayar ganti rugi atas apa yang telah Ayah kucurkan di masa lalu.”Herman menatap Marcel, seorang menantu yang tidak pernah dia harapkan kedatangannya.Namun, sepasang suami istri bodoh dan il