Share

Menantu Hina Jadi Nyonya
Menantu Hina Jadi Nyonya
Author: Pramesti GC

Do'a buruk

"Jangan gemuk-gemuk Mega, lihat itu perut Mak Alika, baru juga melahirkan dua anak, perut sudah lebar seperti hamil lima bulan saja!"

Bu Siti menunjuk perut Mega menantunya, wanita yang sudah memberinya dua cucu perempuan nan cantik itu tertunduk, kembali melanjutkan tugasnya memarut kelapa.

"nggak besar itu bulek, namanya juga sudah melahirkan, nanti juga kecil sendiri."

Dewi keponakan Siti berusaha mencairkan suasana, sudah tabiat Siti memang, tak bisa mengukur lidah sendiri dan pandai sekali menaruh luka baru di hati menantunya.

"Kecil apa, anak ke dua saja sudah mau dua tahun, masak iya masih sebesar sak beras begitu!"

Mega tersenyum, meski saudara Siti yang lain melihatnya kasihan. "Ini mungkin masih ada calon bayinya Mak, mungkin bayi kembar lelaki."

Mega berucap mencoba menghibur diri nya sendiri, di tepuk-tepuk nya perut sendiri sambil mengurai senyum, menutupi rasa tersinggung nya atas ucapan ibu mertua.

"Heh, kayak mampu aja ngurus anak lagi! Suamimu itu cuma kuli bangunan, kerja di sawah, nggak usah lah gaya mau punya anak banyak! Jangan ya Allah, Kasih saja anak itu ke perut Siska anak perempuanku ya Allah!"

Mega terdiam, ia tak berniat membuat hati mertuanya memanas, ia hanya ingin mengobati rasa tersinggung nya sendiri, atas perilakuan ibu suaminya itu.

Siska, Kakak kandung Ridho, suami Mega memang belum juga memiliki keturunan, hampir tujuh tahun menikah Siska tak juga hamil. Mereka bilang Agus suami nya yang bermasalah dengan kesuburan.

"Biar anak Ridho, Alika dan Alina saja ya Allah, kasih anak ke Siska saja ya Allah, anakku itu sudah berlebih harta, hanya tinggal menunggu keturunan saja!"

Siti masih mengangkat tangannya, bahkan do'a itu tak berhenti terucap, hingga menutup rapat mulut keluarga yang lain, termasuk Mega menantunya. Sementara hati Mega serasa tercabik, punggungnya tak berhenti di belai kakak kandung Siti, Halimah.

"Bude do'akan Mega masih bisa hamil sekali lagi ya, nggak harus kembar juga tidak apa, semoga bisa punya satu lagi anak lelaki." 

"Iya ga, dua anak kurang ramai ya ga, Bulek do'a kan juga mega cepat hamil lagi, Siska juga segera hamil." Rut adik Siti ikut bicara.

Mega tersenyum merasa hatinya di lapangkan, meski ibu mertuanya masih terus mengangkat tangan, seolah menyumpahi dirinya tak bisa lagi memiliki keturunan lain.

"nggak, Semoga Siska saja yang hamil ya Allah!" Siti masih terus berdo'a.

"Do'a itu ya semua to bulek, do'a kok satu-satu!" Dewi melirik iba pada Istri adik sepupunya itu. ia tau betul bagaimana sakitnya menjadi menantu rasa anak tiri seperti Mega.

"Lha Siska anakku kok yang belum punya anak, ya tak do'a kan dulu. ngapain do'a kan anak orang!"

"Hust Siti orang tua itu dijaga ucapannya. Do'a bagus nanti juga baliknya bagus! Mega juga anakmu, jangan di beda-bedakan." Halimah sudah hilang sabar, rasanya kalimat adik iparnya itu sudah sangat keterlaluan.

"Bude, bulek, mbak Dewi, semuanya, Mega pamit pulang dulu sudah azan duhur, anak-anak belum makan juga." Mega beranjak dari tempat nya duduk, ia berpamitan pada empunya rumah dan segera pulang lewat pintu belakang, rumahnya dan rumah Halimah memang saling punggung.

Ia tak lagi mau mendengar belati dari mulut ibu mertuanya, Mega merasa lebih baik memang dia tak datang ke rumah Halimah lagi.

sampai di rumah Ridho suaminya sedang menyuapi Alina, ia terkejut melihat wajah merah sang istri. "kamu kenapa dek?"

"nggak apa-apa mas." Mega berjalan masuk ke dalam kamar.

"nggak apa-apa kok nangis begitu!" Ridho berjalan menyusul istrinya ke kamar.

"ini bukan nangis mas, ini kena uap air yang panas. Mega mau mandi dulu mas, mau sholat duhur,." Mega segera masuk ke kamar mandi, menghindar dari interogasi suaminya.

Tak lama setelah mega masuk ke kamar mandi, Dewi datang dari pintu belakang. " Asalamualaikum!"

"waalaikumsalam mbak Dewi to, ada apa mbak? Mega baru mandi mbak, ada perlu?" Ridho berdiri mendekati Dewi yang menaruh sesuatu di meja makannya.

"Nggak dho, ini ada soto buat anak-anak, Mega lupa bawa pulang tadi. Em dho, Istrimu baik-baik saja kan dho?"

Ridho terdiam, ia semakin merasa ada yang aneh. "Memangnya ada apa sih mbak?"

"Oh, Mega nggak cerita? Lah ya sudah, lupakan saja!"

"Lho mbak Dewi ini, aku jadi penasaran kalau begini. Ada apa memangnya? Apa karena Emak?"

Ridho sudah bisa menebak, memang ini bukan kali pertama dirinya mendengar ibunya menyakiti hati Mega.

"Biasa lah, Emakmu itu memang begitu." 

"Memang Emak bilang apa mbak?"

"Jangan tanya mbak dong Dho, Sudah ya, kerjaan mbak masih banyak, Emakmu juga baru saja pulang. bilang sama Mega, jangan di ambil hati ucapan tadi, nanti di tunggu datang lagi ke rumah Makku ya, cuma dia yang bisa bikin bumbu sedep buat nanti malam."

Dewi segera berlalu pergi, ia juga takut salah bicara jika di rumah Ridho lebih lama. Sementara Ridho hanya duduk di kursi makan, bertanya sendiri apa yang sudah terjadi pada Mega dan Ibu kandung nya.

"Dek, masih lama?" Ridho berjalan ke depan kamar mandi.

"Sebentar lagi mas, ada apa?"

"Mas keluar dulu ya, ke warung, anak-anak mas bawa."

"Ia Mas."

Mendengar jawaban Mega, Ridho segera membawa Alika dan Alina berjalan ke jalan rumah.

"Ayah, kita mau ke mana?" Alika bertanya, bocah empat tahun itu memang sudah begitu pandai bicara.

"Ke rumah Nenek, kita main di rumah nenek sebentar ya."

Ridho segera menggandeng Alika dan menggendong Alina berjalan ke rumah Siti, Emaknya. Rumahnya hanya berjarak satu rumah milik Dewi. Mereka memang masih satu keluarga, tinggal di tempat yang berdekatan, karena tanah tempat mereka membangun rumah adalah tanah peninggalan kakek Ridho dari sang Ayah.

makin melangkah masuk, suara Emak bercakap jelas terdengar dari ruang tengah.

"Mak nggak suka si Mega do'a punya anak lagi pak! Mak do'a kan saja dia nggak hamil lagi pak, Siska saja belum hamil, enak sekali dia brojol terus!"

"Do'a yo yang bagus to Mak, sama anak sendiri kok do'a begitu!" Harun Bapak Ridho mengingatkan.

"Anak menantu pak, bukan anak kandung, jadi ya terserah dan Mak mau do'a apa!"

Kalimat itu membuat hati Ridho ikut tercabik, Pantas saja jika istrinya pulang dengan wajah sembab, ia sendiri begitu terluka dengan kalimat Emak kandungnya, bagaimana dengan Mega yang jelas di bedakan oleh Emaknya.

"Mak, Jangan begitu dengan istriku, Ridho mohon Emak jaga ucapan juga." Ridho berjalan masuk, membuat Siti dan Harun terdiam karena terkejut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Jangan begitu dengan istriku
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status