Share

Meminta Anak

Siti terpaku melihat Ridho berdiri di ambang pintu  ruang tengah, ia melihat Alika di sisi anaknya dan Alina ada dalam gendongan, dua cucunya itu menatapnya dalam keluguan.

"Eh cucu nenek di sini, ayo nenek suapi dulu. Kita makan soto dari tempat Nek Halimah." Siti menarik tubuh Alina dari gendongan dan mendudukannya  di atas tikar. Sesekali Siti masih melihat Ridho, ia jadi salah tingkah mendapati anak lelakinya masih menatap lekat.

"Sini Alika, maem sama adek juga." Siti menarik tubuh kecil Alika.

"Duduk dho!" Harun mempersilahkan anak lelakinya duduk, ia juga merasa tak enak hati atas ucapan istrinya.

Ridho duduk dan kembali melihat ke arah ibunya, ada rasa kecewa pada wanita yang melahirkannya itu sekarang. Mengapa Emak yang begitu ia hormati tega berucap bagai belati tepat menghulus di hatinya.

"Mak, apa yang Emak katakan pada Mega di tempat bude Imah?"

"Apa memang, Emak nggak bilang apa-apa. Ngadu apa istrimu itu?" Siti melirik tajam, Ridho tau betul watak Ibunya, wanita itu akan lebih marah jika dirinya yang salah.

Ridho menghela napas dalam. " Mega nggak bilang apa-apa, justru Emak sendiri kan yang bilang ke Bapak barusan?" Ridho menaikkan kedua alisnya, sementara Siti sudah terlihat salah tingkah sendiri.

"Emak kenapa harus bicara begitu? Apa kalau Mega hamil lagi itu bukan cucu Emak juga?"

Siti meletakkan sendok sayur dengan kasar, ia menghela napas berat seolah enggan menjawab tanya anak lelakinya. Matanya menerawang ke luar jendela.

"Mak, Mega itu sudah yatim piatu, kalau bukan Emak dan Bapak siapa lagi yang akan menganggapnya anak? Mega begitu sayang dengan Emak dan Bapak juga."

"Sudah lah dho, Emak nggak mau bertengkar, nggak usah juga kamu bela-bela terus itu istrimu. Emak bicara  begitu  karena nggak suka Mega itu hamil  terus. Bagaimana perasaan Siska kakakmu, pasti sakit melihatnya!"

"Mak, anak itu sudah rezeki, kalau memang si Siska belum di kasih Allah, kita bisa apa? Jangan lantas do'a kan buruk pada anak sendiri! " Harun ikut memberi nasehat, ia merasa pemikiran istrinya itu perlu di benarkan.

"ish, makanya itu Emak berdoa'a Bapak. Do'akan siska biar bisa cepat hamil, salahnya di mana?" Siti masih merasa dirinya benar.

"nggak salah do'a begitu, yang salah itu do'akan anak sendiri nggak bisa hamil lagi !."

Siti bersungut, merasa dirinya di adili, ia duduk dan memandang Ridho anaknya. "Dulu waktu Mega hamil Alina, Emak sudah minta biar Alina di asuh Siska, tapi istrimu ngotot mau merawat sendiri. Kalau saja dia mau, beda cerita pasti dho, Siska sudsh bahagia sekarang. Lagian kamu sebagai adik masak tega saudaramu nggak punya anak?"

Ridho terdiam, hatinya kembali terluka. Permintaan ibunya sungguh tak masuk akal. Mega istrinya hamil memang di luar rencana, melahirkan Alina juga karena kebobolan, tapi bukan berarti anak itu lantas tak di inginkan, Ridho dan Mega menerima pemberi Allah sebagai rezeki yang di syukuri juga. Ia tak pernah mengeluh bahkan merasa kesulitan.

"Emak pernah memikirkan hati Mega tidak? dia hamil sembilan bulan lamanya mak, merasakan nyawa itu bergerak di dalam perut, mereka satu tubuh selama berbulan-bulan, lalu saat hamil Emak meminta anaknya untuk mbak Siska, di mana hati Emak? apakah kalau itu Emak, Emak bisa menjalaninya juga?"

Ridho menatap lekat wajah ibunya, meski ada raut tak suka dari tatapan Siti, Ridho masih berharap ibunya bisa sedikit memahami posisi Mega.

"Bisa saja ibu janali. Contohnya tu Sari anaknya pak Rudi itu bisa, anak ke tiganya di berikan pada adiknya yang belum punya anak. Sekarang anaknya sudah sekolah, semua harta adik Sari di kasihkan atas nama anak itu, hidup nya terjamin Dho, mau sekolah apa juga bisa!"

"Sari hamil tanpa suami mak, itu anak siapa juga nggak tau, wajar saja dia kasih ke orang, dia sendiri saja nggak bisa menghidupi dirinya sendiri." Ridho mulai tersulut emosi mendengar istrinya di banding-bandingkan.

"Ya apa bedanya sama kamu dho, Kamu bukan orang kaya, hidup juga masih kurang dan susah, satu anak saja kasih saudara apa susahnya, nanti juga yang kaya anakmu, yang punya harta Siska ya anakmu!"

Siti masih merasa ucapannya benar, bahkan ia justeru memberi contoh wanita yang juga bisa memberikan anaknya.

"Astaqfirullah Mak, kok jadi mikir begitu! Mega itu hamil ada suaminyaSi Ridho, anak kita, anak kandungmu sendiri kok ya bisa di bandingkan sama Sari, janda yang nggak jelas hamil sama siapa!"

Harun ikut terbawa emosi, ia tak menyangka istrinya bisa bicara begitu menyakitkan hati.

"Ah sudah lah pak, kamu sama Ridho itu sama saja, sama-sama cuma memikirkan diri sendiri! Nih, bawa pulang anakmu, minta saja istrimu itu menyuapi anaknya! Bikin emosi saja kamu ke sini." Siti memberikan Alina ke gendongan Ridho, ia lalu berjalan mengambil sepeda mini miliknya, menuntunnya ke depan, entah akan pergi ke mana.

***

Ridho kembali ke rumah, setelah cukup lama ia duduk bersama Harun, mendapat wejangan dari Ayahnya, hati Ridho sedikit lebih tenang.

"Ke warung lama sekali mas?" Mega sudah selesai berdandan. Ia memang tak lagi secantik dulu, namun bagi Ridho istrinya jauh lebih berharga karena pengorbanannya yang luar biasa.

"Ah, iya tadi di panggil Bapak ke rumah. Kamu nggak kembali ke rumah bude dek?"

Mega menggelengkan kepalanya. "nggak mas, sudah banyak yang bantu juga. oh iya mas, ini yang antar siapa?" Mega menunjuk sepanci kecil soto di meja.

"Mbak Dewi, em-- dek.."

Mega menatap wajah suaminya, tergambar jelas ada keresahan dalam diri lelaki yang sudah lima tahun menjadi pending hidup nya itu.

"Mbak Dewi cerita sesuatu ya mas?" Mega berjalan duduk di samping suaminya, di belainya tangan sang suami, tangan yang meski tak se halus dulu, semakin ia hormati karena kerja kerasnya.

"Mbak Dewi nggak bilang apapun, matamu yang nggak akan pernah bisa berbohong Mega, jangan memendam segalanya sendiri, kamu boleh menangis di pelukan Masmu ini."

Air mata yang coba di tahan itu luruh juga, Mega mendekap tubuh kekar suaminya, membenamkan wajahnya di antara dada yang bidang.

"Maaf ya mas, aku nggak bisa meluluhkan hati Emak."

Tangisnya semakin tergugu, Ridho membelai kepala istrinya. "Kamu nggak dalah dek, jangan di ambil hati ucapan Emak, kamu tau kan bagaimana Emak?"

"Apakah aku ini egois mas, jika tak memberikan anakku pada mbak Siska atau menginginkan anak lagi dalam pernikahan kita, apakah aku ini sangat egois?"

Mega menatap wajah Ridho, ia mencoba mencari jawaban dari dua manik mata suaminya itu. Dirinya merasa iba atas pernikahan kakak iparnya yang tak kunjung memiliki keturunan, namun apakah ia yang harus menanggung takdir yang bahkan ia sendiri tak tau mengapa itu menimpa Siska. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status