Mega tak membalas pesan iparnya, ia diam menunggu saja suaminya pulang ke rumah dan meminta penjelasan. Hingga hari semakin malam, suara motor Ridho memasuki pelataran rumah.Mega berjalan ke depan saat mertuanya batu turun dari motor. "Jangan lupa bilang sama Mega Dho, di bujuk saja biar mau!" Ucap Siti lalu pulang membawa kantung besar plastik berwarna putih.Ridho menghela napas sebentar dan berjalan masuk membawa Alika yang tertidur bersamanya. Baru masuk dari pintu depan Mega sudah berdiri di tengah ruang tamu."Siapkan tempat untuk Alika tidur." Ucap Ridho sedikit gemetar, ia memikirkan banyak hal sebelum mengatakan pada istrinya."Di kamar sudah bersih." Jawab Mega, ia tak ikut Ridho masuk, justeru berjalan melihat keluar rumah.Mega melihat ke halaman, ibu mertuanya tak lagi ada, ia juga tak melihat di mana Alina sekarang, bergegas dia masuk ke dalam kamar."Mana Alina?" Tanyanya pada Ridho yang tengah menidurkan anak sulungnya di atas ranjang."Mas, mana Alina?" Tanyanya lagi
"kamu nggak boleh bawa alina pulang kemari Mega!" Siti berteriak mengikuti menantunya keluar rumah.Sementara Mega tak lagi mau perduli dengan apa yang akan di katakan mertuanya, hatinya sedang panas mengetahui Ridho mengambik keputusan sendiri, tanpa pertimbangannya."Jangan coba bawa Alina kemari." Siti mencengkeram erat tangan Mega."Kenapa memangnya bu?""Biarkan dia di sana Mega, anakmu dua , berbagulilah sati saja!"Mega melepas kasar tangan sang mertua. "Anakku tak akan ikut siapapun kecuali aku, ibunya!" Ucap Mega kesal, ia berjalan hingga keluar pelataran rumah ."Jika kamu baww Alina, aku akan masuk penjara!" Ridho akhirnya bicara, membuat langkah kaki Mega terhenti.Mega berbalik menatap wajah suaminya yang bimbang. "Katakan mas, katakan sekali lagi!" Ucapnya, ia merasa mungkin saja salah dengar."Hutangku dulu saat coba masuk pegawai negri di minta mbak Siska secepatnya."Mega lemas, kakinya bagai tak menapak tanah, ia lalu berjalan mendekati sang suami. "Katakan sekali la
Sepanjang jalan mereka hanya diam, Mega mendekap erat tubuh kecil putrinya hingga motor Ridho perlahan masuk ke pelataran tumah. Alika sudah bangun rupanya, Dewi bahkan sudsh memandikan gadis sulung Mega dan menyuapinya di teras rumah.Mega turun dan berjalan masuk, ia duduk di depan Dewi dengan posisi masih memeluk Alina dengan erat."Emakmu di tinggal di sana?" Tanya Dewi saat melihat buleknya tak ikut pulang."Iya mbak." Jawab Ridho singkat, ia menatap ke arah istrinya sebentar lalu ikut duduk di satu kursi yang kosong.Mega melirik ke arah Ridho yang ternyata juga sedang melihatnya diam-diam, mereka ingin saling bicara, namun binggung bagaimana memulai kata."Karena kalian sudah pulang, mbak juga pulamg ya, tadi belum selesai jemur baju, jadi mau di lanjut lagi." Dewi meletakkan mangkok kosong Alika di meja."Makasih ya mbak sudah jaga Alika, maaf kalau merepotkan." Mega mengucapkan terimakasih Dewi bersedia di repotkan oleh keluarganya."Alah kayak sama siapa saja, ya sudah mbak
Mega terduduk gemetar setelah kepergian kakak iparnya, tentu saja dia tetap takut, bukankah anak-anak adalah segalanya bagi orang tua, pun dengannya yang bertaruh nyawa saat jiwanya bertaruh dengan raga membawa mereka ke dunia."Kamu kenapa?" Ridho bertanya pada sang istri, ia terkejut melihat Mega terdiam di lantai rumah.Perlahan Mega berdiri, ia bangkit dan berjalan ke dalam kamarnya."Ada apa Mega, apa yang sudah terjadi?" Kembali Ridho bertanya, ia masih tak mendapat jawaban."Bilang pada mbakmu itu jangan pernah lagi menyentuh anakku!" Ucapnya pelan namun matanya tajam menatap Ridho."Apa mbak Siska ke sini?""Menurutmu mas?"Ridho diam, tentu saja ia tak tau apa yang sudah terjadi antara Mega dan kakaknya, terlebih Siska tak akan pernah mengatakan apa yang terjadi."Bilang pada mbak Siska jangan pernah menginjakkan kakinya lagi di sini, bilang padanya untuk tak menganggap anak-anakku miliknya!" Suara Mega meninggi, ia merasa kesal dan kecewa atas sikap kakak iparnya."Nanti aka
Mengantri di bank, Mega duduk di barisan belakang, ia nampak menunggu nomornya di panggil juga ke depan."Ngapain kamu ke sini?" Agus suami Siska bertanya, ia tiba-tiba saja duduk du dekat Mega.Mega yang terkejut melihat ke arah Agus. "Mas di sini?""Iya, tadi duduk du sana terus lihat kamu." Ucapnya dengan senyum genit.Mega yang tak enak membalas senyum dan kembali melihat ke depan."Kamu belum jawab pertanyaanku, ngapain kamu di sini?""Ada perlu saja mas, Mas Agus mau nabung?""Ambil uang buat ambil barang dagangan."Mega hanya menganggukkan kepala dan kembali diam, sementara Agus masih melihatnya dengan lekat."Masih marahan sama Ridho?"Dua alis mega berkerut. "nggak mas, Mega nggak marahan sama mas Ridho, kami baik-baik saja."Agus menganggukan kepala lagi. "Maaf ya istriku memang suka sekali cari gara-gara, dia senang membuatmu marah!" Ucapnya seolah sedang meminta Mega memaklumi watak samg istri.Mega hanya tersenyum tak menanggapi, sementara ia terus memandang nomor antrian
Mega menatap tak percaya pada suaminya, ia sudah banyak mengalah dan diam namun tak bisa membuatnya di hargai."Mas, sebenanya kamu ini kenapa?" Tanya Mega akhirnya, setelah sekian lama ia mwrasa ada yang jangga dari sikap Ridho padanya."Mas nggak apa-apa!" Ucapnya singkat lalu diam menatap ke arah lantai rumahnya."Mas tau, hutang kita di bank saja belum juga lunas, bagaama bisa aku ambil pinjaman lagi!" Mega mengingatkan Ridho bahwa mereka juga masih punya hitungan yang belum tuntas."Mas kira berapa banyak sertifikat rumah ini sampai aku bisa pinjam terus?".Ridho masih terdiam, di dalam kepalanya penuh dengan rasa curiga pada Mega, ia masih bertanya dari mana Mega akan mendapatkan uang dan membayar semua hutang Ridho pada Siska."Jika aku sudah dapat uang, berikan separuh dulu pada mbak Siska mas!" Ucap Mega lagi lalu kembali fokus menulis di ponselnya."Memang dari mana kamu dapat uang sebanyak itu?""Dari usahaku mas, dari jerih payahku sendiri, akan aku buktikan pada mereka se
Hari berganti dengan cepat, Siska tak berhenti menebarkan ancaman setelah kedatangannya saat itu, ia begitu yakin jika suaminya telah terhasut ucapan Mega yang merayunya tanpa malu. Sementara Mega dan Ridho mulai menata hati, suaminya yang ia percaya dulu sudah kembali."Dho, mana istrimu?" Siti masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam."Keluar mak, ada apa?""Mak mau bicara!" Ucap wanita itu menarik tubuh Ridho duduk di teras rumah."Ada apa mak?" "Kamu ini kenapa sih dho nggak percaya sama mak dan mbakmu sendiri!" Siti mulai bicara, berusaha menghasut anak lelakinya itu."Jangan mulai lagi mak, hidup kami baru saja tenang sekarang, mak jangan membuat kami bertengkar lagi." Ridho berdiri, malas rasanya mendengar ibunya itu bicara tanpa rasa bersalah."Dho, mbak mu itu yakin jika Agus punya simpanan wanita lain! Beberapa kali Siska memergoki Agus sedang telpon seseorang di malam hari, apa kamu nggak merasa curiga?""Curiga sama siapa, Mega? Mak, dari mana mbak Siska bisa menyimpu
Menjelang sore, Mega mengajak Ridho menemui Siska kakaknya, sengaja tak membawa anak-anak mereka sekarang, tak ingin dua buab hatinya mendengar kalimat yang tak baik bila Siska kehilangan kendali."Mau kemana kamu?" Siti mendekat melihat anak dan menantunya keluar.rumah tanpa dua cucunya."Ke rumah mbak Siska bu, kenapa?" Tanya Ridho"Ngapain?" Siti bertajya balik, ia tak mau menjawab oertanyaan Ridho."Ada urusan bu, sudah ya kita pergi dulu." Ridho naik ke atas motor."Mana anak-anak?" Tanya Siti lagi, seharian ia tak melihat anak-anak Ridho itu."Pergi sama mbak Dewi bu." Ucap Mega namun Siti tak menghiraukan menantunya itu."Lain kali jangan titip anak ke orang lain Dho, ibu masih bisa urus!" Ucapnya lagi lalu melirik Mega yang masih diam menunggu motor suaminya keluar halaman."Sudah bu, kami pergi dulu ua!" Ribdho berpamitam pada siti dan segera melajukan motornya meninggalkan Siti di halaman rumah mereka.Di jalan Ridho tak berhenti membahas sikap ibu pada mereka tadi, ia ing