Home / Romansa / Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan / Bab 1. Menikah malam itu juga

Share

Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan
Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan
Author: Any Anthika

Bab 1. Menikah malam itu juga

Author: Any Anthika
last update Last Updated: 2024-04-23 17:04:52

Saat ini, Mia terlihat sedang gelisah. Dia dituntut agar segera menikah oleh ibunya karena sang adik akan menikah dan tidak ingin melangkahinya.

“Pokoknya ibu tidak mau tahu, cepat kamu cari pria yang mau menikahimu. Siapapun itu terserah. Dinda akan segera menikah. Calon suaminya bukan sembarang orang. Dinda tidak mau melangkahimu. Jadi jangan membuatnya malu.”

Kedua mata bulat itu mengerjap beberapa kali. Perlahan Mia mendongak, jari-jemarinya saling bertautan dan meremas satu sama lain. Dia menatap Rita, wanita ini adalah orang yang telah melahirkannya tetapi kurang mengasihinya.

“Tapi Bu,” suara Mia tercekat di tenggorokan, terpotong oleh suara ibunya yang kembali berkata, “Tidak ada tapi-tapian. Cari sendiri, atau ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu.”

Permintaan ibu membuat Mia kebingungan, dia sama sekali tidak punya pacar, bahkan kenalan seorang pria pun tidak ada. Selama ini ruang geraknya dibatasi, dia hanya tinggal di dalam rumah membantu ibunya membuat kue dan membereskan pekerjaan rumah. Sesekali dia akan keluar hanya untuk mengantar pesanan.

Jika adik dan kakaknya bersekolah tinggi dan bebas bergaul di luar rumah, tapi dia tidak. Mia hanya sebatas sekolah menengah pertama, setelah itu dia hanya diperbolehkan di rumah saja.

Bagaimana dia akan mendapatkan calon suami?

Mia hidup di keluarga kandung yang tidak harmonis. Ibunya memang tidak suka padanya, meskipun bisa dibilang jika alasan Rita tidak masuk akal. Hanya karena dia lahir sepuluh bulan setelah kakaknya. Itu membuat Rita merasa kehadirannya telah merusak kebahagiaannya dan putri pertamanya.

Semua pekerjaan rumah, Mia yang harus menyelesaikan. Dia juga harus membantu ibunya membuat kue lalu mengantarnya kepada toko langganan dan rumah makan tanpa uang upah. Balasannya yang diterima Mia hanya sepiring nasi dan sepotong sosis. Jika dia berani protes, maka, besok sepotong sosis itu akan berganti dengan sesendok kecap saja.

Mia tidak akan berani mencari kesalahan sedikitpun demi bisa bertahan hidup di dalam rumah ini.

Wibowo sesekali akan menyelinap ke kamarnya. Pria separuh baya itu dengan lembut akan menyenggol bahunya sekitar tengah malam. Lalu menempelkan jarinya tepat pada bibirnya.

"Sttttt." Kemudian dengan hati-hati Wibowo akan mengeluarkan sepotong roti panggang atau satu apel merah yang cukup besar dari balik kaosnya.

"Makanlah disini saja. Jangan keluar kamar."

Sang ayah juga akan sesekali mencegatnya saat dia pulang dari pasar.

"Buat jajan kamu ya. Jangan sampai ibu tahu." Ayahnya akan memberi satu lembar uang jajan untuk dirinya.

Mia sering menangis sendirian. Beratnya hidup yang harus tetap dijalani. Tetapi dia masih merasa bersyukur saat menatap punggung yang mulai tidak kekar lagi itu melangkah menjauh.

Ada sang ayah yang menyayanginya dalam diam. Jika tidak, mungkin Mia tidak akan tumbuh sebaik ini.

“Mia, apa kamu masih belum mendapatkan calon suami?” Siang ini Rita bertanya padanya saat mereka sedang menata kue pesanan.

Mia tidak berani menatap ibunya, karena sejauh ini dia belum berhasil mendapatkan pria yang mau menikahinya. Dengan ragu-ragu dia menggeleng.

Rita menarik nafas berat, memberi tanda jika dia telah kecewa.

“Kamu ini benar-benar tidak berguna. Seharusnya kamu berusaha lebih keras lagi! Kurang dari dua bulan lagi Dinda akan menikah, dia akan marah kalau kamu belum juga menikah.”

Mia tidak bisa menjawab apapun. Baginya mencari calon suami memang sangat sulit. Apalagi dia bukanlah gadis yang cantik dan berpendidikan. Dia juga tidak pandai dalam berbaur di luar rumah.

“Sepertinya ibu harus turun tangan sendiri. Jika menunggu Mia, kapan? Ibu kan tahu, kalau Mia itu kurang pergaulan, bagaimana dia bisa mendapatkan suami?” Suara Silvia yang baru masuk ke dalam dapur terdengar lebih seperti ejekan.

Rita menoleh, mengangguk kepada anak pertamanya itu. “Kamu benar, Silvia.”

Kemudian Rita berkata lagi pada Mia, “Baiklah, ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu. Kamu tidak perlu repot-repot lagi. Sana, antar pesanan ini. Orangnya sudah menunggu.” Rita menyodorkan beberapa kotak kue pada Mia.

Mia hanya mengangguk, menerima empat kotak kue lalu pergi ke tempat yang dimaksud ibunya untuk mengantar pesanan.

Mungkin karena pikiran Mia sedang kacau, dia tidak fokus pada jalan. Saat dia akan masuk restoran tujuannya, dia menabrak seorang pria yang juga akan masuk ke sana.

Kotak di tangannya terjatuh. “Maaf, Tuan. Maaf. Aku tidak sengaja.” Mia berjongkok, ingin mengambil kotak itu. Tapi pria itu sudah duluan mengambil kontak roti dan mengulurkan padanya.

“Lain kali hati-hati. Jika tidak, Roti kamu bisa rusak.”

“Iya, terima kasih.” Mia menerima kotak roti dari tangan pria itu. Tapi dia menunduk, tidak berani melihat wajah pria baik yang tidak marah dengan kecerobohannya itu. Dia hanya sempat melihat dua pasang sepatu mengkilap berwarna hitam saja.

Mia cepat-cepat berjalan masuk untuk mengantar pesanan pada pemilik Restoran. Pria itu juga masuk, dan memilih bangku untuk duduk.

Pria itu terus melihat ke arah Mia, sampai Mia merasa takut dan ingin cepat-cepat keluar dari restoran itu.

Dari luar, seorang pemuda berlari terburu-buru untukmu menghampiri pria tadi.

“Tuan, Nona Cesil menelpon, dia akan datang lebih terlambat. Katanya jalanan macet.”

Pria itu mendengus, “Aku paling malas dengan orang yang punya banyak alasan. Katakan padanya untuk tidak perlu datang.”

Pemuda itu melotot, “Tapi Tuan, Tuan besar sudah sangat,”

Pria itu segera memotong ucapannya, “Aku ada pekerjaan penting untukmu. Selidik wanita itu.”

“Apa?” Pemuda itu mengikuti tatapan tuannya. Dia baru menyadari jika tatapan Tuannya tertuju pada seorang wanita yang sudah melangkah keluar dari Restoran.

Tuan Gara ingin menyelidiki seorang wanita? Sungguh ini berita menyenangkan!

“Baik. Akan segera aku lakukan.”

***

Pada Minggu kedua setelah Mia menabrak pria di restoran itu, datang seorang pria berpakaian lusuh dengan mengendarai motor butut ke rumah .Pria itu menemui kedua orang tuanya.

Rupanya, pria itu datang untuk melamar Mia. Mendengar itu Rita langsung berwajah ceria dan segera berkata pada suaminya.

“Kita terima saja, Pak. Lagian Mia memang harus cepat menikah. Kasihan Dinda, dia malu kalau sampai melangkahi kakaknya.”

“Tapi semua keputusan tergantung pada Mia sendiri. Apa dia bersedia atau tidak. Kita tidak bisa memaksa.”

Rita berdiri, menarik tangan Mia untuk ke belakang. “Ikut ibu sebentar.”

Rita membawa Mia ke kamar, kemudian dia berkata, “Kamu nikah saja sama pria itu. Daripada nanti ibu terima lamaran pak Anton. Memang kamu mau menjadi istri ketiga pak Anton, enggak kan?”

“Kalau pria itu sepertinya jauh lebih baik, meskipun miskin tapi dia masih single.”

Hati Mia langsung berdenyut. Ada rasa perih yang teramat sangat dirasakannya. Sepertinya keberadaannya di rumah ini sangat tidak senangi, sampai dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk menentukan hidupnya sendiri.

Mia terdiam karena memang dia tidak punya jawaban. Walaupun dia menolak, ibunya pasti akan menikahkan dia dengan pak Anton yang sudah memiliki dua istri. Dia akan menjadi istri ketiga, itu pasti akan lebih buruk.

“Sudah sana kamu ke depan. Bilang saja kalau kamu bersedia.” Rita mendorong punggung Mia.

Mia berjalan perlahan lalu duduk di samping ayahnya, dihadapan pria yang ingin melamar Mia.

"Aku Gara, dan ingin menikah denganmu, Mia."

Mia menatap pria yang melamarnya di hadapannya, lalu menunduk, dia smaa sekali tidak mengucapkan jawaban. Kedua tangannya memilin ujung baju untuk mengusir rasa gemetaran yang tiba-tiba menyerang kedua lututnya.

Wibowo menatapnya penuh kecemasan, dia tahu jika putrinya ini kurang setuju. Lalu terdengar Wibowo berkata. “Mia, kalau kamu keberatan jangan memaksakan diri Menikah itu bukan untuk coba-coba, harus dengan niat dari hatimu sendiri.”

Rita buru-buru menyela ucapan suaminya, “Mia sudah setuju. Tadi dia bilang begitu.”

Kemudian Rita menoleh pada calon pria yang duduk di hadapan mereka itu dan berkata, “Kalau kamu memang serius ingin menikah dengan putriku, nikah saja malam ini. Tidak perlu sibuk menyiapkan apapun. Kami yang akan menyiapkan segala sesuatunya.”

Pria itu terlihat mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. Meskipun dia ingin menikah tapi jika malam ini dia sama sekali belum ada persiapan. Bagaimana mungkin dia akan menikah dengan buru-buru seperti ini?

Rita mengatakan akan menikahkan Mia dengan pria lain jika dia tidak mau menikahi putrinya malam ini.

Gara sudah berada disini, dia harus berhasil menikahi gadis ini demi permintaan terakhir kakeknya, jadi dia pun menuruti permintaan wanita ini.

Tanpa persiapan apapun, pada akhirnya mereka menikah malam ini juga.

Any Anthika

(Sebelum lanjut, minta ulasannya ya Kak. Kasih Author bintang lima dulu.)

| 99+
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (75)
goodnovel comment avatar
bustan bustan
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
shskktj
mantap lah ceritanya
goodnovel comment avatar
Ri Val
mantap ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 405. Akhirnya Mereka Sah Juga

    Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 404. Memberi Solusi

    Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 403. Benar-benar Datang Ke rumah

    Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 402. Akan melamarnya l

    Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 401. Kasmaran

    Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 400. Ke Pesta Bersama

    Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 399. Di Bully

    "Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 398. Kejutan

    Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 397. Kenapa Kak Gita tiba-tiba berubah?

    “Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status