Home / Romansa / Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan / Bab 2. Dianggap seperti pembantu

Share

Bab 2. Dianggap seperti pembantu

Author: Any Anthika
last update Last Updated: 2024-04-23 17:12:46

Setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri, Wibowo meminta Gara tinggal disini dulu untuk sementara waktu.

“Ajak suami kamu ke kamar dulu, mungkin dia ingin istirahat.” kata Wibowo pada Mia.

Mia mengangguk patuh, dia pun mengajak pria yang sudah menjadi suaminya itu ke kamar.

“Mari.” Lalu Mia melangkah dahulu diikuti oleh Gara.

Mia membuka pintu kamar, mengajak Gara untuk masuk kedalam.

Kamarnya ini memang sangat sempit. Hanya berisi dipan kecil dengan kasur yang sudah mengeras. Ada lemari kayu usang yang beberapa bagiannya sudah dimakan rayap.

Mia melihat Gara masih berdiri disana. Temperamental Pria itu terlihat sangat baik, begitu tenang. Sementara Mia justru sangat canggung dan merasa gugup.

Dia juga melihat bahwa penampilan Gara sangat sederhana, tapi wajahnya sangat tampan dan kulitnya juga putih.

Mia jadi berpikir jika nasibnya tidak akan terlalu buruk menikah dengan pria ini daripada dia harus menjadi istri ketiga Pak Anton.

“Begini kamarku. Tapi aku tidak yakin kamu akan betah.”

Pria itu mengulas senyuman tipis, “Tidak masalah bagaimanapun keadaannya, aku pasti akan betah karena tinggal bersama Istriku.”

Mia mengerutkan keningnya. Didengar dari nada bicaranya, sepertinya pria ini sama sekali tidak menganggap dirinya asing. “Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” Mia bertanya seperti itu.

Gara mengangguk kecil, “Tentu saja kita pernah bertemu. Aku tidak mungkin sembarangan melamar seorang wanita yang belum aku ketahui sebelumnya. Jadi aku sudah pernah melihatmu sebelum ini. Hanya saja, aku tidak tahu bagaimana kehidupanmu di dalam keluargamu ini.”

Mia menautkan kedua alisnya. “Dimana kita pernah bertemu?” Dia mencoba mengingat-ngingat, mungkin saja ada yang terlupa selama ini.

Gara lagi-lagi tersenyum kecil. “Pasti kamu tidak mengingatnya. Pada saat itu aku melihatmu, tapi kamu tidak melihatku.”

Mia memang tidak bisa mengingat suatu momen. Kemudian dia beranggapan jika mungkin kabar tentang ibunya yang sedang mencarikan jodoh untuk dirinya sudah menyebar kemana-mana dan sampai pria ini mendengarnya lalu datang untuk melamarnya.

“Baiklah, tidak masalah apakah kita pernah bertemu atau tidak sebelum ini. Sekarang, sebaiknya kamu mandi dulu.’

“Aku sudah mandi di tempat kerja. Aku ingin istirahat saja. Boleh kan, jika aku tidur disini?” Gara menepuk kasur keras yang sudah didudukinya.

Mia tentu tidak bisa merasa keberatan. Pria ini sudah menjadi suaminya. Dia mengangguk kecil, “Istirahat saja. Aku ingin mandi dulu.”

Baru saja dia membalikkan badan untuk ke kamar mandi, Gara memanggilnya.

“Mia.”

“Ada apa?” Mia menoleh, menatap kedua mata pekat pria itu.

“Apa kamu tidak suka dengan pernikahan kita? Kalau kamu tidak suka, bilang saja. Aku tahu kamu hanya terpaksa karena tuntutan keluarga kamu, kan?” Pertanyaan Gara ini lebih seperti sebuah pilihan untuk dirinya. Tapi untuk apa dia harus memilih jika sekarang? Sedangkan pernikahan mereka telah sah tercatat di departemen agama.

Mia tertegun beberapa saat. Meskipun dia memang lumayan tidak menyukai pernikahan ini, tapi mau bagaimana lagi, sekarang dia sudah resmi menjadi istri pria yang sedang duduk di tempat tidurnya itu.

“Meskipun aku tidak suka, tapi kurasa ini lebih baik. Siapa tahu setelah menikah, mereka tidak akan membenciku lagi.”

Gara menautkan kedua alisnya, tatapannya kali ini penuh rasa penasaran.“Kenapa mereka membencimu?”

Sesaat Mia terdiam, rasanya tidak pantas jika dia tiba-tiba bercerai tentang kesedihannya? Mereka baru saja menikah. Lalu dia menggelengkan kepalanya.

“Lupakan saja. Baiklah, aku mandi dulu. Kamu tidur saja.” Mia melangkah ke kamar mandi.

Gara menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup itu. Banyak hal yang pasti terjadi dalam hidup wanita yang sudah dinikahinya itu.

Baiklah, dia akan melihatnya sendiri nanti.

Gara merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kasur ini lumayan keras dan tidak nyaman untuk dirinya.

Saat Mia keluar dari kamar mandi, dia melihat Gara sudah terlelap. Dia menatap pria itu sedikit lebih dekat sekarang.

Semakin dilihat, pria itu terlihat semakin tampan. Rambutnya sedikit panjang dan diikat dengan karet ke belakang.

Mia mencoba mengingat, apakah benar pernah bertemu dengan pria ini sebelumnya. Tapi sepertinya memang belum pernah.

Malam sudah larut, Mia bingung mau tidur dimana.

Lantai kamarnya ini sangat sempit jika harus tidur dibawah, tidak ada sofa yang tersedia juga.

Dengan hati-hati dan ragu, dia naik ke atas tempat tidur lalu merebahkan diri di samping Gara.

Gara menggeliat, dia membuka matanya perlahan. Awalnya dia linglung sebentar, tapi segera sadar jika saat ini dia sedang berada dikamar Mia. Dia bangun, melirik jam dinding. Ini masih sekitar pukul 4 pagi.

Gara merasa tubuhnya ngilu-ngilu. Punggungnya juga sedikit sakit. Mungkin karena tempat tidur yang ditidurinya semalam sangat keras. Tubuhnya belum terbiasa.

Dia menoleh ke samping, dia tidak lagi melihat Mia disampingnya. Tengah malam tadi dia sempat terbangun, dia melihat Mia tidur meringkuk di sebelahnya.

Gara menoleh ke kamar mandi. Pintunya sedikit terbuka menandakan tidak orang di dalamnya.

Padahal ini masih sangat pagi, lalu kemana dia pergi?

Lalu Gara turun dari tempat tidur, dia membasuh muka terlebih dahulu kemudian melangkah keluar kamar untuk mencari keberadaan istrinya.

Begitu Gara turun, dia melihat istrinya sedang membungkuk di ruang tamu. Ada kain pel di tangan kirinya. Gara tertegun melihat itu kemudian menghampiri.

“Kenapa harus pagi-pagi sekali kamu sudah mengepel lantai?”

Mia terkejut dan menoleh. Dia melihat pria itu sudah berdiri di dekatnya.

“Kamu sudah bangun? Ini masih sangat pagi, kembalilah tidur. Kalau aku, memang harus begini. Sebelum mereka bangun, semua pekerjaan rumah harus sudah beres.”

Gara menatap punggung Mia yang melangkah ke arah dapur. Dia mengabaikan perintah Mia tadi dan mengikuti istrinya itu.

Dari tempat dia berdiri sekarang, Gara bisa melihat bagaimana kesibukan gadis itu. Dimulai dari membereskan meja makan yang berantakan, menumpuk cucian piring dan mencuci semuanya.

Setelah semua pekerjaan itu beres, Mia masih harus memasak sarapan untuk seluruh anggota keluarga. Lalu pergi ke belakang untuk mencuci baju seluruh penghuni rumah ini.

Sementara orang-orang di dalam rumah ini masih terbuai mimpi dalam selimutnya masing-masing.

Bukan sehari dua hari ini saja Gara melihat kegiatan istrinya di rumah ini, begitu juga perlakuan mereka pada Mia. Bisa dibilang Mia diperlakukan lebih seperti pembantu oleh keluarganya sendiri.

Dada Gara terasa sesak rasanya, dia merasa tidak tega. Pada suatu hari ketika dia melihat Mia dengan setumpuk pekerjaan dia berinisiatif untuk membantu.

“Biar aku bantu ya?” Dia mengambil sapu dari tangan istrinya.

Mia menoleh, “Eh, pergilah mandi dan berkemas. Nanti kamu bisa kesiangan. Bukankah kamu harus berangkat bekerja?”

“Tidak apa-apa. Aku akan berangkat setelah semua pekerjaanmu beres.”

Mia menjadi terharu, selama ini selain ayahnya, tidak ada yang peduli lagi padanya. Ayahnya sekarang sudah mulai sakit-sakitan dan hanya bisa berdiam di dalam kamar, tidak bisa lagi membela atau melindungi dirinya lagi.

Pria ini, semakin hari semakin menunjukkan perhatian padanya.

“Terima kasih.” Mia mengucapkan kata itu dibalas senyuman Gara yang bisa menenangkan hatinya.

“Tidak masalah, karena kamu istriku. Sudah kewajibanku untuk membantumu.”

Mendengar ucapan Gara, angan Mia seakan melambung, dia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Gara. Meskipun pertemuan mereka sangat singkat dan menikah secara mendadak sekali.

Satu bulan setelah pernikahan, mereka sama-sama merasa cocok, lalu berjanji untuk saling menerima satu sama lain.

Hanya saja, ada yang membuat Mia tetap bersedih. Pernikahannya ini tidak juga membawa dampak baik bagi dirinya di depan keluarganya. Mereka tetap membencinya. Apalagi asal usul Gara yang tidak jelas, itu semakin membuat Rita kesal pada Mia dan suaminya.

“Gara, kamu angkat semua barang belanjaan ini ke dapur, setelah itu kamu bereskan meja makan. Bawa semua cucian piring ke tempatnya.” Ini Perintah Rita saat Gara baru pulang dari kerja.

Gara mengiyakan perintah Bu Rita.

Mia melihat suaminya disuruh lagi oleh ibunya. Ibunya tidak segan menunjuk ini itu dan lainnya. Padahal suaminya itu baru saja mau duduk.

Sejak pulang dari kerja tadi suaminya belum sempat istirahat. Kopi yang dibuatnya sampai sudah dingin karena belum sempat disentuh oleh suaminya.

Rita terus menyuruh Gara. Bukan hanya ibunya saja, tapi Silvia sang kakak dan Farhan suami Silvia juga ikut menyuruh Gara.

Perasaan Mia mulai tidak enak. Rasanya dia tidak rela suaminya disuruh-suruh bahkan dianggap seperti pembantu dirumah orang tuanya sendiri.

Bukankah Gara juga adalah menantu laki-laki di rumah ini sama seperti Farhan? Seharusnya mereka bisa sedikit menghargainya. Tapi mereka malah memandang rendah suaminya.

Apa karena suaminya bukan orang kantoran seperti suami Silvia dan calon suami Dinda?

Tetapi tidak seharusnya mereka semena-mena memperlakukan suaminya seperti itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
Novita Sari
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
gara kamu menghayati acting mu ampe segitu ny,,,aku gemes tau kpn kamu bikin mereka nyesel
goodnovel comment avatar
Puji Herawati
seru bangt..n ad sedihy.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 405. Akhirnya Mereka Sah Juga

    Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 404. Memberi Solusi

    Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 403. Benar-benar Datang Ke rumah

    Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 402. Akan melamarnya l

    Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 401. Kasmaran

    Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali

  • Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan   Bab 400. Ke Pesta Bersama

    Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status