“Justru karena harganya sangat mahal, aku takut kalung ini rusak kalau memakainya. Sebaiknya disimpan saja untuk tabungan masa depan kita.” Mia segera menyimpan kotak dengan baik-baik di dalam lemari.Gara menggelengkan kepalanya, wanita lain akan sangat mendambakan bisa memakai kalung berlian seperti itu, sedangkan istrinya malah menyimpannya untuk tabungan."Aku sudah mengatakan padamu, masalah menabung adalah urusanku, kamu jangan khawatir. Pakailah kalung itu.”Mia menoleh lagi dan tersenyum, “Baiklah, aku akan memakainya saat acara pernikahan Dinda nanti.”Gara mengangguk saja. Semau istrinya saja, dia hanya ingin Mia merasa nyaman.Hening sejenak, kemudian Mia kembali menoleh pada Gara dan bertanya, tetapi pertanyaannya kali ini seperti mengandung kecurigaan. “Gara, bagaimana caranya kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli kalung berlian? Apa bisnis properti milikmu itu bisa menghasilkan banyak uang?”“Kamu tidak menjual obat-obatan terlarang kan?” Mia merasa khawatir,
Pagi ini Farhan sudah bersiap mengantar Istri dan Ibu mertuanya untuk pergi ke rumah bibi Wati yang dikatakan mereka.Melihat mereka berpakaian rapi dan sudah bersiap pergi, beberapa tetangga mereka penasaran dan bertanya, “Bu Rita mau pergi kemana? Tumben sekali rapi begini?”Rita menoleh, tersenyum ramah pada tetangganya itu dan menjawab,”Kami akan pergi ke rumah saudara, untuk mengundang secara langsung mereka ke acara pernikahan Dinda.”“Oh, iya. Kalian akan mengadakan pesta besar, perlu mengumpulkan sanak famili. Baiklah, hati-hati di jalan ya, Bu Rita.”Rita mengangguk masuk ke dalam mobil bersama Silvia. Farhan kemudian melajukan mobilnya meninggalkan sekumpulan orang-orang itu. Selepas mobil mereka pergi, orang itu membicarakan mereka. “Nasib Bu Rita memang sangat mujur. Dia punya menantu mapan seperti Farhan, bisa membeli mobil bagus dan kerja di kantoran. Calon suaminya Dinda juga seorang pengusaha. Ya ampun, semoga anakku juga bisa mendapatkan jodoh seorang pengusaha. Jad
Beberapa orang mengatakan jika hidup tanpa hutang itu tidak akan semangat. Itu sebabnya kata mereka hutang bisa membuat seseorang bersemangat dalam bekerja. Padahal yang sebenarnya, orang bersemangat bekerja karena untuk membayar hutang itu sendiri. Jika dia tidak bersemangat, lalu apa yang untuk membayar hutangnya?Hutang sebenarnya juga bisa membuat orang menjadi gelisah, makan tidak enak, tidur juga tidak nyenyak. Apalagi jika sudah jatuh pada temponya, itu sungguh sangat memusingkan.Hutang juga membuat bisa membuat hidup jadi ribet. Yang memberi hutang tidak berpikir jauh jika uang sudah di tangan orang, semanis apapun janji belum tentu ditepati. Yang berhutang juga demikian, saat sudah mendapatkan uang dia sangat senang luar biasa. Tidak lagi memikirkan bagaimana cara untuk membayarnya nanti .Apakah sudah sesuai kemampuannya?Yang terjadi pada Rita dan Silvia, mereka tidak pernah memikirkan jika apa yang mereka lakukan ini nantinya hanya akan merenggangkan persaudaraan mereka
"Kalau begini masih kurang dong, Bu! Ini hanya bisa untuk membeli baju dan perhiasanku saja.” Silvia berkata pada ibunya. Ibu langsung menyambar uang itu dari tangan Silvia.“Tidak bisa seperti itu. Urusan baju dan perhiasanmu kamu harus bisa usaha cara lain lagi. Uang ini untuk tambahan ibu.”Silvia melotot,”Jangan seperti itu, Bu! Memangnya maukemana lagi mencari uang?”“Usaha, Silvia! Kamu ini, belum usaha tapi sudah menyerah seperti itu!”balas ibu.Silvia kesal bukan main,lalu dia menoleh pada Dinda. Dia melihat adiknya itu sedang bersantai dengan ponselnya. Tertawa-tawa tidak jelas, membuat Silvia menyadari sesuatu. Dia baru sadar kalau dia dan suaminya yang sangat sibuk dengan urusan Dinda, Tapi orang yang akan menikah justru bersantai ria.“Dinda, ini adalah pesta kamu! Bukannya kamu ikut berpikir tapi kamu malah santai seperti itu!”Dinda langsung menoleh. "Mbak. Sudah seharusnya mbak Silvia itu sibuk seperti ini. Apa tidak ingat, waktu pernikahan kalian dulu, siapa yang sib
"Maksudnya, makan siang di kantor kamu?"Gara mengangguk."Aku memasak, lalu mengantar makan siang kesana, begitu?" Mia kembali bertanya karena belum paham."Iya. Kamu memasak, selesai itu antar makan siang ke kantor ku. Kita makan siang sesekali di kantor. Bagaimana? Sekalian kamu melihat tempat kerjaku dan agar mereka tahu, istriku seperti apa."Wajah Mia tiba-tiba memerah, antara senang dan tapi malu. Seperti apa? Bukankah dia jelek dan jelas tidak bermutu? Tapi dia tidak ingin menolak keinginan suaminya yang baik, ingin mengenalkan dia dengan rekan kerjanya. "Tapi aku tidak tahu tempat kerjamu dimana.""Nanti ada pak sopir yang akan menjemputmu.""Tapi aku malu. Nanti kalau dilihat temen-temen kamu, istrimu jelek!" Mia berkata sambil menunduk Gara tertawa kecil mendengarnya, padahal menurutnya istrinya ini sangat cantik hanya kurang percaya diri dan tidak suka berdandan. "Kamu sangat cantik. Lebih cantik kalau mau sedikit merubah penampilan."Mia semakin menunduk, meremas ujun
Setelah puas tersenyum sendirian sambil mengamati cincin di jari manisnya, sudah tiba waktunya Mia untuk pergi ke dapur. Dia kemudian memasak bahan sisa kemarin yang disimpannya dalam kulkas.Setelah semua beres, Mia kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Kembali dia mematut dirinya di cermin, mengusap wajahnya sendiri sambil melamun. “Suamiku itu sangat tampan, diriku sama sekali tidak sepadan jika bersanding dengannya.” Mia merasa kurang percaya diri. Dia takut membuat Gara kecewa kalau penampilannya hanya biasa saja.Dia termenung memikirkan apa yang harus dia lakukan demi suaminya agar tidak membuat malu. Ada ide yang terlintas di pikirannya kemudian dengan semangat dia menghampiri lemari lalu membukanya. Tapi saat dia memilih baju dia kebingungan harus memakai baju model yang mana. Dia tidak kehabisan akal, segera mengambil ponselnya untuk mengintip video di internet. Mencari tahu bagaimana cara para istri orang kaya berpakaian.Dia tersenyum setelah menemukan b
Saat dia memberanikan diri untuk menatap satu orang diantara mereka, orang itu malah cepat-cepat menunduk sambil menyapanya dengan hormat,"Selamat datang, Nyonya Mahendra."Eh, eh. Kok mereka memanggilku Nyonya Mahendra lagi sih? Atau jangan-jangan,aku mirip dengan Nyonya Mahendra? Siapa sih dia?Mia sebenarnya kebingungan. Tetapi dia tidak mungkin bertanya, hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman saja.“Wah, Nyonya Mahendra ternyata sangat ramah ya?” Dengar satu orang berkata seperti itu."Iya. Begitu anggun dan lembut!"Bisik-bisik mereka terdengar oleh Mia. Wah, mereka benar-benar sudah salah paham mengira aku Nyonya Mahendra.Mia berjalan sedikit terburu, dia ingin bertanya pada pria yang berjalan mendahuluinya itu, tetapi langkah mereka berhenti di depan sebuah pintu ruangan.Pria itu mengetuk sebentar kemudian membuka pintu."Silahkan Nyonya. Tuan sudah menunggu anda."Mia mengangguk pelan. Dengan sangat ragu dia melangkah.Dia bisa melihat suaminya sedang duduk di hadapan
"Gara," Mia hampir bertanya lagi."Ayo makan, sayang. Lapar." Rengel Gara, membuat dirinya mengurungkan pertanyaannya kembali.Mereka kemudian makan, Gara terlihat begitu menikmati makanan buatan istrinya.Nyonya Mahendra. Nyonya Mahendra. Pikiran Mia dipenuhi dengan nama itu. Siapa sebenarnya dia, atau jangan-jangan? Pikirannya tiba-tiba buruk.Apa wanita itu mantan istri Gara yang kebetulan mirip denganku?Tapi menurut Gara sendiri, dia belum pernah menikah, atau mantan pacarnya?Dia tersentak dari lamunannya saat jari Gara menyentuh bibirnya dengan tisu, membersihkan sisa makanan yang menempel disudut bibirnya."Makannya yang benar, kenapa seperti anak kecil?" Mia terpana ketika pandangannya bertemu dengan kedua mata Gara."Gara,""Hem. Kenapa? Aku tampan ya? Atau baru sadar kalau suamimu ini tampan?"Wajah Mia memerah dan menunduk karena malu. Tiap kali tatapannya beradu dengan suaminya, tiap itu juga jantungnya berdebar tak karuan. Padahal ini kan suaminya? Sudah setiap hari dia