Share

Bab 4. Keluarga Baru Tercinta

"Tantangan ada untuk ditakhlukkan, jangan takut  bisa atau tidak, selama semangat terus membara. Niscaya semua  akan indah pada akhirnya."by Wisnu

Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh!

Ahai! Sinta ada ide!

Apakah idenya layak untuk dilakukan? Wisnu itu suaminya, bukan mau jadi  ART di keluarganya. Lha kok jadi kaya gini? Dan perihnya suami Sinta itu nampak legowo alias ikhlas nan santuy saja menjalaninya. Elah! Sinta yang gak mau! Ga rela.

"Oke Mas. Gini aja deh, aku mau lihat keadaan  papa dulu, Mas, katanya tadi kan mabuk. Ntar skalian akan kupanggilin Samsu aja bantuin kamu ya, Mas?" Sinta memegang tangan suaminya manja. Duh hasrat itu mesti tertunda.

"Boleh deh, tapi minta bantuan ya niatnya,  jangan nyuruh mas Samsu sopirmu itu, siapa tahu dia juga lagi capek? Jam malam seperti ini kan juga sudah di luar jam kerjanya?" Wisnu tampak sudah bersiap mendorong troli yang sudah penuh itu. Di pelipisnya nampak titik-titik peluh karena akibat kegiatan kulinya barusan.

"Baik, Mas. Pasti aku akan menanyakannya dengan sopan kok. Lagian Samsu orangnya rajin dan baik, karena itu dia awet jadi sopirku."

"Iya, itulah yang aku suka dari kamu, Sin. Tidak membedakan bersikap ke seseorang berdasar kasta.  Ehm ... aku ke gudang dulu, ya?" Wisnu pamitan.

"Iya, Sayang." 

Sementara itu Adi dan Mirna cekikikan melihat menantu baru keluarga Wiguna tampak makin berkeringat mendorong troli sendirian. 

Sinta sendiri sudah sampai ke kamar papanya. Papa Hendra tampak tidur telentang sambil ngoceh sedikit tapi gak jelas. 

"Sintaaaaa! Kenapa kau tega samaaa ... papa?"

Pak Hendra Wiguna, papa Sinta nampak merancau terus, tapi matanya tertutup. Tampak baju jasnya kotor kena muntahannya sendiri. 

Sinta jadi sedih. Kenapa hal yang membuatnya bahagia, malah membuat orang tua kandungnya itu sengsara?

 'Ampuni aku, Alloh. Maafkan Sinta, papa. Tidak ada niat sedikitpun berbuat durhaka, membuatmu menderita seperti ini. Insyaallah pilihanku ini tepat. Aku yakin suamiku akan menunjukkannya suatu hari nanti.'

Sinta hanya menutupi tubuh papanya dengan selimut lalu bergegas membuatkan minuman hangat teh jahe.

Dia lalu pergi ke kamar belakang, kamar si Samsu, sopirnya yang setia mengikuti nona muda yang sudah jadi nyonya itu sekarang kemana-mana. 

"Samsu. Apa kamu sudah tidur? Sinta mau minta tolong bisa gak?" 

"Belum mbak Sinta, saya lagi nonton tv aja kok," jawab Samsu membukakan pintu, "apa yang bisa daya bantu, Mbak?"

"Itu suamiku, lagi beresin barang di ruang tengah. Mondar-mandir sendirian ke gudang. Bantuin dia ya?"

"Siap, Mbak. Astaga kenapa penganten baru malah disuruh kerja bakti sih?" celetuk Samsu menutup mulut memakai jemarinya,  merasa antara prihatin dan geli. 

"Tau tuh, tante sama om biasa bikin ulah." 

"Oh pantesan. Ya udah, Mbak  istirahat aja, saya sekarang bantu mas Wisnunya." 

"Oke, makasih ya, Samsu."

"Siap, Mbak Sinta."

Dengan bantuan si Samsu, kerjaan Wisnu jadi cepat selesai, hanya dalam waktu sejam saja. Apalagi Samsu juga rajin dan cekatan. 

Tapi rupanya, penderitaan Wisnu masih belum berakhir. Saat dia dengan peluh menetes, akan kembali ke kamar pengantennya, mama Joyce, yang tampak bersantai di ruang makan,  memanggilnya dengan kasar. 

"Hai menantu udik! Sudah selesai kau merapikan ruangan?"

"Sudah, Ma." Wisnu menjawab dengan sopan. Dia mengelap peluhnya sambil membatin 'Ada apa lagi ini.'

"Eits, jangan sok akrab kau manggil aku Mama. Sekarang kamu bantuin papanya Sinta ganti baju sana. Aku jijay bajunya bau muntah ... heek!" 

"Baik ... Nyonya." 

"Eh, kok Nyonya?" 

"Lalu saya harus manggil apa? Mama ga boleh, Nyonya juga salah. Apa saya panggil aja ... Sayang?" Wisnu tersenyum kocak bermaksud melucu. 

Joyce langsung berdiri dan berkacak pinggang, mukanya memerah menahan kesal. 

"Apaaa! Sembarangan! Jangan ngelunjak! Udah kamu segera ke kamar papa Sinta. Gantiin bajunya dan mandiin bersih wangi klo perlu!"

"Iya, baiklah ...." Wisnu jadi  bingung manggil apa.  Euy serba salah. Ya udah ga usah manggil apapun sampai SK resmi dari mama Joyce turun. 

Wisnu pun segera ke kamar menemui pak Hendra. Dia prihatin, orang tua kaya itu nampak kacau keadaannya. Dia tertidur tapi sedikit gelisah. 

Wisnu mengambil sepasang piyama dalam.almari. Lalu melepaskan baju papa mertuanya itu tanpa merasa jijik sama sekali meski muntahan itu berbau parah. Apalagi ini papa mertuanya, yang artinya sama dengan orangtuanya juga kan? 

Dahulu waktu masih kuliah di Jogja dan ngeband di Sixth, sesekali bersama sahabatnya yang juga tak pernah menyentuh minuman keras, mereka sudah biasa mengurusi teman mereka lainnya yang teler dan muntah akibat minuman keras. 

Wisnu lalu mengambil air panas dari dapur dan mencampurnya dengan ar kran dalam sebuah  baskom. Dia berniat mengelap tubuh mertuanya dengan air hangat ini. 

Setelah semua bersih dan dikeringkan dengan handuk kecil, tak lupa Wisnu mengambil bedak talk yang ada di meja rias, entah punya siapa. Dia lalu menaburkannya sedikit ke badan bapak mertuanya , lalu meratakannya. Baru kemudian Wisnu memakaikan piyama tadi. Nah yang penting sekarang beliau sudah bersih dan wangi. Beres!

Dengan wajah ceria dan langkah kaki ringan, Wisnu  kembali ke kamarnya, berniat mau mandi lagi, karena badan terasa gerah juga sedikit bau karena mengurusi mertua. Wisnu ingin meneruskan yang tertunda tadi bersama istrinya. Asyik!

"Hai Wisnu, sudah kau urusi kakakku?" Ada suara tante Mirna tiba-tiba menyeruak.

"Sudah, Tante. Ada yang perlu saya banting eh bantu lagi?" 

"Huum. Kau bisa bikin sup pengar untuk mengatasi orang abis mabuk, biar ga pusing? Bisa kan? Nah besok pagi-pagi banget,  sebelum mas Hendra bangun, kau bikinkan ya? Semua orang di sini harus rajin, palagi kau yang cuma menantu. Apalagi yang beda kasta kek kamu, sadari posisimu! Paham?" 

"Paham, Tante. Besok pagi akan saya masakkan supnya."

Tante Mirna rupanya sudah menghilang lagi tanpa menanggapi jawaban Wisnu. Ah ga sopan deh. 

Wisnu lalu berjalan cepat menuju kamarnya, dia takut ntar ada perintah tak berujung yang nyuruh lagi, alamak. 'Sekali ini aja, malam ini ... biarkanlah aku belah duren dulu elah!' batin Wisnu.

Wisnu akhirnya sampai di kamarnya. Ditutup dan dikuncinya pintu dengan perlahan. Dia melihat Sinta sudah terlelap. Dan wajah cantik itu jadi makin mempesona. Baju tidur transparan yang dikenakan istrinya tampak tersingkap di bagian paha mulusnya sampai hampir ke pangkal. 

Ya Alloh, badan Wisnu jadi tergetar abis dan otomatis memejamkan mata. Dia menahan hasrat dirinya yang mendadak menjadi liar, dan ingin terbang meraup kenikmatan duniawi yang sudah halal dan terpampang nyata di depan matanya. 

Sambil tak juga berani membuka matanya, Wisnu berjalan pelan ke arah kamar mandi. Sesuatu yang mengeras itu nampak makin gagah mendesak pelepasannya, tapi dia perlu mandi dulu. 

"Brukkk. Augghh!" 

Suara berdebum  mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu.  

***

NOTES : 

Siapa yang terjatuh? Kepoin maksimal yuk. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status