"Tantangan ada untuk ditakhlukkan, jangan takut bisa atau tidak, selama semangat terus membara. Niscaya semua akan indah pada akhirnya."by Wisnu
Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh!
Ahai! Sinta ada ide!Apakah idenya layak untuk dilakukan? Wisnu itu suaminya, bukan mau jadi ART di keluarganya. Lha kok jadi kaya gini? Dan perihnya suami Sinta itu nampak legowo alias ikhlas nan santuy saja menjalaninya. Elah! Sinta yang gak mau! Ga rela."Oke Mas. Gini aja deh, aku mau lihat keadaan papa dulu, Mas, katanya tadi kan mabuk. Ntar skalian akan kupanggilin Samsu aja bantuin kamu ya, Mas?" Sinta memegang tangan suaminya manja. Duh hasrat itu mesti tertunda."Boleh deh, tapi minta bantuan ya niatnya, jangan nyuruh mas Samsu sopirmu itu, siapa tahu dia juga lagi capek? Jam malam seperti ini kan juga sudah di luar jam kerjanya?" Wisnu tampak sudah bersiap mendorong troli yang sudah penuh itu. Di pelipisnya nampak titik-titik peluh karena akibat kegiatan kulinya barusan."Baik, Mas. Pasti aku akan menanyakannya dengan sopan kok. Lagian Samsu orangnya rajin dan baik, karena itu dia awet jadi sopirku.""Iya, itulah yang aku suka dari kamu, Sin. Tidak membedakan bersikap ke seseorang berdasar kasta. Ehm ... aku ke gudang dulu, ya?" Wisnu pamitan."Iya, Sayang." Sementara itu Adi dan Mirna cekikikan melihat menantu baru keluarga Wiguna tampak makin berkeringat mendorong troli sendirian. Sinta sendiri sudah sampai ke kamar papanya. Papa Hendra tampak tidur telentang sambil ngoceh sedikit tapi gak jelas. "Sintaaaaa! Kenapa kau tega samaaa ... papa?"Pak Hendra Wiguna, papa Sinta nampak merancau terus, tapi matanya tertutup. Tampak baju jasnya kotor kena muntahannya sendiri. Sinta jadi sedih. Kenapa hal yang membuatnya bahagia, malah membuat orang tua kandungnya itu sengsara? 'Ampuni aku, Alloh. Maafkan Sinta, papa. Tidak ada niat sedikitpun berbuat durhaka, membuatmu menderita seperti ini. Insyaallah pilihanku ini tepat. Aku yakin suamiku akan menunjukkannya suatu hari nanti.'Sinta hanya menutupi tubuh papanya dengan selimut lalu bergegas membuatkan minuman hangat teh jahe.Dia lalu pergi ke kamar belakang, kamar si Samsu, sopirnya yang setia mengikuti nona muda yang sudah jadi nyonya itu sekarang kemana-mana. "Samsu. Apa kamu sudah tidur? Sinta mau minta tolong bisa gak?" "Belum mbak Sinta, saya lagi nonton tv aja kok," jawab Samsu membukakan pintu, "apa yang bisa daya bantu, Mbak?""Itu suamiku, lagi beresin barang di ruang tengah. Mondar-mandir sendirian ke gudang. Bantuin dia ya?""Siap, Mbak. Astaga kenapa penganten baru malah disuruh kerja bakti sih?" celetuk Samsu menutup mulut memakai jemarinya, merasa antara prihatin dan geli. "Tau tuh, tante sama om biasa bikin ulah." "Oh pantesan. Ya udah, Mbak istirahat aja, saya sekarang bantu mas Wisnunya." "Oke, makasih ya, Samsu.""Siap, Mbak Sinta."Dengan bantuan si Samsu, kerjaan Wisnu jadi cepat selesai, hanya dalam waktu sejam saja. Apalagi Samsu juga rajin dan cekatan. Tapi rupanya, penderitaan Wisnu masih belum berakhir. Saat dia dengan peluh menetes, akan kembali ke kamar pengantennya, mama Joyce, yang tampak bersantai di ruang makan, memanggilnya dengan kasar. "Hai menantu udik! Sudah selesai kau merapikan ruangan?""Sudah, Ma." Wisnu menjawab dengan sopan. Dia mengelap peluhnya sambil membatin 'Ada apa lagi ini.'"Eits, jangan sok akrab kau manggil aku Mama. Sekarang kamu bantuin papanya Sinta ganti baju sana. Aku jijay bajunya bau muntah ... heek!" "Baik ... Nyonya." "Eh, kok Nyonya?" "Lalu saya harus manggil apa? Mama ga boleh, Nyonya juga salah. Apa saya panggil aja ... Sayang?" Wisnu tersenyum kocak bermaksud melucu. Joyce langsung berdiri dan berkacak pinggang, mukanya memerah menahan kesal. "Apaaa! Sembarangan! Jangan ngelunjak! Udah kamu segera ke kamar papa Sinta. Gantiin bajunya dan mandiin bersih wangi klo perlu!""Iya, baiklah ...." Wisnu jadi bingung manggil apa. Euy serba salah. Ya udah ga usah manggil apapun sampai SK resmi dari mama Joyce turun. Wisnu pun segera ke kamar menemui pak Hendra. Dia prihatin, orang tua kaya itu nampak kacau keadaannya. Dia tertidur tapi sedikit gelisah. Wisnu mengambil sepasang piyama dalam.almari. Lalu melepaskan baju papa mertuanya itu tanpa merasa jijik sama sekali meski muntahan itu berbau parah. Apalagi ini papa mertuanya, yang artinya sama dengan orangtuanya juga kan? Dahulu waktu masih kuliah di Jogja dan ngeband di Sixth, sesekali bersama sahabatnya yang juga tak pernah menyentuh minuman keras, mereka sudah biasa mengurusi teman mereka lainnya yang teler dan muntah akibat minuman keras. Wisnu lalu mengambil air panas dari dapur dan mencampurnya dengan ar kran dalam sebuah baskom. Dia berniat mengelap tubuh mertuanya dengan air hangat ini. Setelah semua bersih dan dikeringkan dengan handuk kecil, tak lupa Wisnu mengambil bedak talk yang ada di meja rias, entah punya siapa. Dia lalu menaburkannya sedikit ke badan bapak mertuanya , lalu meratakannya. Baru kemudian Wisnu memakaikan piyama tadi. Nah yang penting sekarang beliau sudah bersih dan wangi. Beres!Dengan wajah ceria dan langkah kaki ringan, Wisnu kembali ke kamarnya, berniat mau mandi lagi, karena badan terasa gerah juga sedikit bau karena mengurusi mertua. Wisnu ingin meneruskan yang tertunda tadi bersama istrinya. Asyik!"Hai Wisnu, sudah kau urusi kakakku?" Ada suara tante Mirna tiba-tiba menyeruak."Sudah, Tante. Ada yang perlu saya banting eh bantu lagi?" "Huum. Kau bisa bikin sup pengar untuk mengatasi orang abis mabuk, biar ga pusing? Bisa kan? Nah besok pagi-pagi banget, sebelum mas Hendra bangun, kau bikinkan ya? Semua orang di sini harus rajin, palagi kau yang cuma menantu. Apalagi yang beda kasta kek kamu, sadari posisimu! Paham?" "Paham, Tante. Besok pagi akan saya masakkan supnya."Tante Mirna rupanya sudah menghilang lagi tanpa menanggapi jawaban Wisnu. Ah ga sopan deh. Wisnu lalu berjalan cepat menuju kamarnya, dia takut ntar ada perintah tak berujung yang nyuruh lagi, alamak. 'Sekali ini aja, malam ini ... biarkanlah aku belah duren dulu elah!' batin Wisnu.Wisnu akhirnya sampai di kamarnya. Ditutup dan dikuncinya pintu dengan perlahan. Dia melihat Sinta sudah terlelap. Dan wajah cantik itu jadi makin mempesona. Baju tidur transparan yang dikenakan istrinya tampak tersingkap di bagian paha mulusnya sampai hampir ke pangkal. Ya Alloh, badan Wisnu jadi tergetar abis dan otomatis memejamkan mata. Dia menahan hasrat dirinya yang mendadak menjadi liar, dan ingin terbang meraup kenikmatan duniawi yang sudah halal dan terpampang nyata di depan matanya. Sambil tak juga berani membuka matanya, Wisnu berjalan pelan ke arah kamar mandi. Sesuatu yang mengeras itu nampak makin gagah mendesak pelepasannya, tapi dia perlu mandi dulu. "Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. ***NOTES :Siapa yang terjatuh? Kepoin maksimal yuk.
"Cinta bukan hanya sekedar penyatuan dua hati, tetapi nyatanya adalah penggabungan semangat dua keluarga." by Sinta "Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. Sinta kaget dan terbangun, dia melihat suaminya sudah terduduk sambil meringis. Sinta dengan terburu-buru menghampiri suaminya, tapi karena nyawanya belum berkumpul karena baru bangun, dia ikut terjatuh. Brukk. "Aww astaga!" jerit lirih Sinta bersamaan dengan Wisnu yang tertimpa tubuh istrinya. Sinta mengusap matanya dan memandang suaminya. Wisnu yang ikut kaget karena benda hangat empuk wangi yang menimpanya tiba-tiba lalu juga memandangi istrinya. "Kau tidak apa-apa?" tanya penganten baru itu berbarengan satu sama lain. Mereka berpandangan lagi. Lalu merasa mereka sangat lucu dengan kondisi saling berpelukan, dan linu
"Tegap berdiri menghadapi tantangan yang datang. Bak pantai siap diterjang ombak kecil sampai besar." by Wisnu "Wisnu, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hendra dengan pandangan sedikit meremehkan ke arah menantunya. "Ya tentu saja boleh kok, Pa?" Wisnu jadi deg-degan juga. Kenapa ya, papa Hendra mau tanya apa sih. Satu dua tiga .... "Kamu mau kerja di kantorku? Tapi Wisnu, pendidikan terakhirmu kan tidak cocok dengan apa yang diminta perusahaan, sayang sekali!" Papa Hendra menggelengkan kepalanya dengan gemas. "Iya sih, Pa. Pendidikan terakhir Wisnu adalah S1 sastra Inggris. Wisnu hobi belajar bahasa, Pa." "Nah itu dia! Kamu kenapa milih jurusan ga bonafid gitu sih, astaga! Apa bapakmu gak mengarahkan? Uh dasar ... Memangnya kau mau mengajar para pegawai di kantorku dengan bahasa Inggrismu? Huh kan itu tidak pada tempatnya. Payah!" "Wisnu mau kok
"Nasehat menurutku saripati kalimat yang bisa memberikan pencerahan, semacam jalan keluar dari himpitan masalah. Tetapi perjuangan terutama ada di kekuatan diri." by Wisnu "Boleh Kek, dengan senang hati Wisnu akan lakukan. Oiya Kakek mau ganti baju apa?" "Jas kemeja celana lengkap, dasi, juga tas kerja soalnya aku mau pergi ke kantor hari ini. Jangan lupa sepatu dan kaos kaki bersih ya?" "Lho kakek masih aktif di kantor ya? Hebat! Joss tenan, Rek!" Wisnu ga sadar dialek Jawa Surabayanya jadi keluar. Itu hanya tercetus saat dia bersama orang yang bisa membuatnya nyaman. Kakek Darmanto yang belum satu jam diakrabinya rupanya sudah memberinya rasa itu. "Nggak sih, Wisnu. Cuma sesekali aja ngantor, toh itu dulu kantor yang kubangun dari 0 bulat kan? Kerja anak-anak muda itu, sesekali harus diawasi, Nak. Hendra itu pintar berbisnis, tetapi dia tidak pandai menilai perangai orang jadi kadang masih te
"Tekad membaja bagai tertempa makin kuat dengan tantangan "Hai Wisnu, jangan bengong aja dong! Segitu herannya sama gaya sarapan keluarga kaya ya? Biasa aja kali, kamu tu jangan bersikap malu-maluin!" seru tante Mirna sambil mencomot sebuah sandwich. Sinta memelototi tantenya. Keadaannya yang kurang tidur dan masih nyeri di area kewanitaannya membuatnya jadi gampang emosi. "Tante, jangan merusak mood kita semua dong. Ini masih pagi lho, sudah aja membuat suasana jadi kacau! Perlu ya hina suamiku terus, setelah memperlakukan dia kayak kuli kemarin? Apa sih tujuan Tante sebenarnya?" Sinta menaruh sebuah gelas yang dipegangnya dengan keras sampai air putih di dalamnya jadi sedikit muncrat. Wisnu terkejut, dia memegang jemari tangan istrinya dengan erat, dia kuatir nanti malah masalah yang sesungguhnya bukan masalah ini, jadi berkepanjangan. "Tidak apa-apa, Sayang. &
"Suasana baru, tempat baru, hidup baru memberikan tantangan tersendiri untuk ditakhlukkan. Bisakah aku?" by Wisnu "Wisnu? Wisnu kan namamu? Sebagai pegawai baru, buatin kita seruangan kopi dong?"seru senior laki-laki berkepala botak di kantor W-Transport bagian administrasi gudang itu. "Iya nama saya Wisnu. Mohon bimbingannya. Baiklah akan saya buatkan kopinya. Dapur pantrynya di sebelah mana ya, Pak?" "Kamu jalan aja lurus ke arah sana nanti ketemu kok pantrynya sebelah kanan. Ga akan tertukar baunya khas harum kopi dan roti soalnya." Si bapak botak kasih keterangan. "Pak, ngapain sih nyuruh anak baru? Kan ntar orang pantry juga kasih kopi dan teh bentar lagi ?" Pemuda bernama Edi yang tadi satu-satunya teman yang mau senyum pada Wisnu protes. "Diem Lo, Ed. Ga papa kali, namanya pegawai baru bisa diterima di sini ad
"Sendiri dan sepi membuat hati jadi lebih berintropeksi." by Wisnu. "Iya benar. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Anda dipanggil Pak Darmanto di ruangan kantor depan. Mari saya antarkan, Pak?" Hmm ada apa ya? Semua teman ruangan Wisnu mengangkat wajah penuh keingintahuan. Kecuali Edi yang cuek saja. Dia lagi fokus mengecek tumpukan laporan. "Wisnu kenapa ya dipanggil Pak Darmanto? Wisnu emangnya siapa sih?" Si Jabrik tampak kepo banget. "Nah iya, siapa Wisnu? Bukan siapa-siapa kali! Siapa tau dia dipanggil cuma disuruh bersihin meja barangkali. Atau ngepel. Hmm atau dikasih kerjaan tambahan admin?" Si botak berusaha menganalisa. "Iya tuh, mungkin saja." Seumur hidup mereka kerja di perusahaan W-Transport, tak pernah sekalipun dipanggil pak Hendra Wiguna, the big boss, apalagi atas
"Hati manusia adalah sebuah palung misteri di kedalaman yang tak terukur, bahkan tak terjangkau oleh pemikiran kita sendiri." by Wisnu. "Wisnu, kalau boleh aku nasehati ya. Klo bisa ... kamu jangan terlalu dekat sama dia, Nu." Edi berbisik sambil menghindari tatapan Pak Adi yang masih ke arah mereka dari kejauhan. "Kenapa? Ada yang salah tentang pak Adi ya, Ed?" Wisnu mengeryitkan dahi. Apa memang om Adi demikian negatif sifatnya? "Iya. Sebaiknya jangan terlalu dekat sih, Nu. Meski dia adalah adik ipar dari pak bos besar Hendra Wiguna, tapi kinerjanya sangat diragukan." Edi berbisik lirih sambil sesekali menoleh kanan kiri, seperti takut ada yang dengar. "Kinerja yang diragukan dari pak Adi itu seperti apa?" Wisnu ikutan berbisik. Mereka berdua sudah berada di dekat pancuran untuk wudlu. Beberapa karyawan ja
"Senang, susah, bahagia dan sedih semua sebenarnya sama, hanya tinggal dari sisi mana ditelaah, dari hati dan pikiran yang sama. Semua pasti bermakna." by Sinta. Setelah ganti baju rumahan berupa baby doll tipis warna pink dan mencuci muka dan kaki sehingga segar, Sinta segera menyusul suaminya, dia ikutan berbaring di sebelah kiri Wisnu. Sinta ingin tidur juga, tapi akhirnya tak tahan lagi, dia merangkul suaminya dengan penuh gairah yang meluap. Diletakkannya kepalanya di dada suaminya. Lalu diselipkannya juga kaki kirinya di sela kedua kaki Wisnu. Terasa sangat hangat di situ. Sinta mengangkat kepalanya menghadap ke wajah Wisnu, lalu menelusuri leher suaminya dengan hidung mancungnya. Diendusnya dengan penuh cinta. Terasa sangat harum di situ. Karena cinta, semua jadi terasa indah dan hanya benar adanya. Wisnu yang masih terlelap