"Ketika pertemuan cinta di ujung lara, sanggupkah hati mencerna dan melahirkannya kembali ke suci?" by Wisnu-Sinta
Otomatis pelukan sepasang penganten baru ini jadi lepas! Oh sial! Lagi enak-enaknya kan, astaga.
Lalu terdengar teriakan suara cempreng wanita. "Wisnu! Sinta! Woiii, masih sore ini, jangan ngendon di kamar aja dong! Mentang-mentang penganten baru udah ga sabar aja! Hari masih panjang keles?" "Apa-apaan sih Tante! Ga sopan deh! Ini sudah jam 10 malam kali, wajar dunk kami bersiap bobok?" Sinta memberengut, sebal banget, keasyikannya jadi terganggu. Moment indah teruhui dalam hidupnya jadi ambyar. Mana udah basah di bawah sana, elah."Sabar, Sin. Sama tante harus sopan ya. Ntar kita restart lagi ya hihi. Kita bukain pintu dulu, yuk?" Wisnu yang sudah separo turn on jadi mengusap peluh. Wisnu lalu beranjak menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu dan mendapati tante istrinya nampak berkacak pinggang dan melihat Wisnu dari atas sampai bawah dengan tatapan meremehkan. Sinta masih memberengut dan cuek saja tetap duduk di tempat tidur. Dia melirik tantenya dengan sebal. "Ada apa Tante? Apa yang bisa Wisnu bantu?" tanya Wisnu sopan. Tangannya menyatu di depan tubuh bawahnya menyamarkan keadaan si junior yang tadi sempat menanjak."Kamu tuh ya, jadi lelaki keluarga barunya Sinta jangan letoy donk! It's forbidden things you know! Dilarang manja dan malas-malasan, tahu! Emangnya kamu bos apa? Sana bantuin Om kamu beberes dulu! Om kamu, suamiku itu udah tua tapi rajin, masak kamu yang muda males sih? Hello? Tau gak sih, rumah ini abis ada acara pesta nikahmu jadi kacau, berantakan dah kaya bongkaran gudang! Papamu juga lagi mabuk no, bantuin kek. Jangan egois dan seenak udelmu gitu. Jadi menantu ya harus gerak cepat! Paham? Sana cepetan!" Mirna langsung cabut dari kamar penganten itu sebelum diamuk Sinta. Wisnu termangu-mangu. Sinta memahami kekagetan suaminya. Tante Mirna emang keterlaluan banget, sumpah! Sinta sangat merasa malu. Dia lalu menghampiri Wisnu dan mengelendot manja di lengan suaminya yang kurus panjang."Mas, maafkan tanteku ya? Dia emang suka bersikap berlebihan, lebay akut. Sebelas dua belas sama suaminya, si om Adi ... beneran! Padahal papaku ga gitu-gitu amat sebagai tuan rumahnya. Sabar ya, Sayang?" Wisnu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum manis. Dia mengusap pucuk kepala Sinta lalu mengecupnya mesra. Harum rambut Sinta yang beraroma strawberry membangkitkan lagi naluri kelelakiannya."Ndak apa-apa, Istriku. Aku cuma heran aja tadi. Mulut sekecil tantemu bisa mengucap rentetan kalimat panjang, bernada bentak bertanda seru penuh, tanpa koma sama sekali dalam hanya satu tarikan nafas. Hebat! Hehehe ... kira-kira sempat bernafas gak tadi?" Wisnu malah mengajak Sinta bercanda, berkilah halus untuk menyembunyikan kekagetannya sendiri. Bahkan junior di tengah tubuhnya itu juga tadi ikutan mengecil karena bentakan tante. Barangkali dia ikut syok? Eh."Hahaha ya mati donk kalo ga sempat bernafas atuh ... eh Mas Wisnu malah bercanda, gimana sih? Ayo marah dong?" Sinta memandangi wajah Wisnu dengan gemas. Lelaki yang ga kenal marah ini emang terlalu sabar menurutnya. "Jangan ah, ga mau. Rugi klo dimarahin ikut marah. Ntar yang ada kita jadi mengidap darah tinggi kan. Yuk kita bantuin om Adi. Hmm ... tapi aku mau nerusin bentar yang tadi. Pengen banget. Bentar aja, boleh ya?" Wisnu menutup pintu kamar lalu menekan tubuh istrinya di belakang pintu itu.Wisnu kembali mencium bibir ranum istrinya dengan tubuh menempel erat beberapa lama, Sinta juga membalasnya dengan penuh penghayatan. Saat keduanya merasa sudah kehabisan nafas mereka perlahan saling melepaskan dan lalu sama-sama tersipu malu. "Hehehe maap ya, Yank. Sekilas kemesraan biar nambah semangat gitu, eeak. Ayo ah keluar, ntar ada yang gedor pintu kita lagi, kan gawat hehe! Kita tunda dulu malam pertamanya, cuss bantu paman dan tantemu dulu skalian anggap olahraga pemanasan, yuk?" Wisnu menggandeng tangan istrinya dan membuka pintu untuk keluar. Sinta sebenarnya enggan banget. Emang kemana para ART rumah ini? Masak iya penganten baru dipekerjakan beres-beres rumah? Menggelikan! Apa kata dunia?Tapi Sinta menurut saja ajakan suaminya. Dia bertekad menuruti apapun kata suami setelah menikah. Suami adalah imamnya. Sinta juga akan mendukung dan melindungi suaminya dari segala hinaan. Terlebih dari keluarganya sendiri.Setiba di ruang keluarga, terlihat om Adi malah duduk dan sedang ngopi bersama tante Mirna dengan tertawa-tawa manja. Astaga!"Hei Wisnu! Baru keluar kamar Lo! Sini angkatin barang-barang itu ke gudang. Masih sore jangan ngendon di kamar aja donk! Kita sebagai menantu keluarga besar Wiguna mesti rajin nan tangguh!" teriak om Adi sambil mengelus pundak istrinya. Tante Mirna cuma senyum-senyum aja memainkan ponselnya. "Iya Om Adi, Wisnu akan bantu kok." Wisnu dengan santuy melihat barang-barang dalam kardus yang nampak berantakan."Lha Om Adi sendiri malah duduk santai gitu, mana katanya lagi sibuk beberes?" teriak Sinta membalas dengan hati kesal. "Om kamu sudah beberes tadi, Sinta. Sekarang dia istirahat dong. Ngopi-ngopi," jawab tante Mirna meletakkan kepalanya ke dada suaminya. Wisnu cuma tersenyum, dia lalu mulai menata barang di troli untuk dipindahkan ke bangunan gudang di sebelah rumah besar bak istana ini. "Memangnya para ART kemana sih, Om? Keterlaluan deh, ini kan malam pertama Sinta ma mas Wisnu! Kalian sengaja kan ngerjain kami?" Sinta mendecakkan bibirnya kesal. Meski gitu tangannya bergerak ikut membantu suaminya."Mereka udah pada tidur kali, Sin, kan capek dari semingguan ini menata rumah untuk pesta," kilah om Adi sambil mengecup pelan pundak istrinya. "Oke! Tapi kan bisa besok pagi beberes, Om? Masak malam ini juga?" Sinta kesal banget sama Omnya. Si om Adi yang aslinya juga bukan orang kaya dan hanya lulusan Diploma, tapi belagu bukan main, dah berlagak kayak orang kaya. Bossy parah."Lebih baik sih jangan menunda kerjaan, Sinta ponakanku! Lagian ini belum lagi tengah malam. Udah ... klo kamu capek dan gak mau, biar suamimu aja yang beresin itu." Tante Mirna menjawab lagi dengan wajah tengilnya. "Udah Sin, kamu istirahat aja, aku bisa sendiri kok. Di Surabaya dah biasa bantu bapakku beberes gudang. Hehe. Udah kamu tidur duluan sana, ga papa." Wisnu mendorong pinggang istrinya sambil tersenyum.Sinta tampak tak terima. Dia tetap berdiri tidak mau beranjak. Sedih hatinya akan perlakuan om tantenya pada suaminya seperti itu. 'Alasan aja ini mah. Sebagai penganten, aku dan suami juga capek kali seharian berdiri mengikuti prosesi nikah dan juga harus menerima tamu. Dasar om tante pasangan gaje!' rutuk Sinta dalam hati sebal.Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om dan tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh!Ahai! Sinta ada ide!***NOTES :Wah emang kurang ajar si Om dan Tantenya Sinta. Apa mereka emang suka bersikap gaje gitu ya? Apa sih ide Sinta? Komen yuk.
"Tantangan ada untuk ditakhlukkan, jangan takut bisa atau tidak, selama semangat terus membara. Niscaya semua akan indah pada akhirnya."by Wisnu Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh! Ahai! Sinta ada ide! Apakah idenya layak untuk dilakukan? Wisnu itu suaminya, bukan mau jadi ART di keluarganya. Lha kok jadi kaya gini? Dan perihnya suami Sinta itu nampak legowo alias ikhlas nan santuy saja menjalaninya. Elah! Sinta yang gak mau! Ga rela. "Oke Mas. Gini aja deh, aku mau lihat keadaan papa dulu, Mas, katanya tadi kan mabuk. Ntar skalian akan kupanggilin Samsu aja bantuin kamu ya, Mas?" Sinta memegang tangan suaminya manja. Duh hasrat itu mesti tertunda. "Boleh deh, tapi minta bantuan ya niatnya, jangan nyur
"Cinta bukan hanya sekedar penyatuan dua hati, tetapi nyatanya adalah penggabungan semangat dua keluarga." by Sinta "Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. Sinta kaget dan terbangun, dia melihat suaminya sudah terduduk sambil meringis. Sinta dengan terburu-buru menghampiri suaminya, tapi karena nyawanya belum berkumpul karena baru bangun, dia ikut terjatuh. Brukk. "Aww astaga!" jerit lirih Sinta bersamaan dengan Wisnu yang tertimpa tubuh istrinya. Sinta mengusap matanya dan memandang suaminya. Wisnu yang ikut kaget karena benda hangat empuk wangi yang menimpanya tiba-tiba lalu juga memandangi istrinya. "Kau tidak apa-apa?" tanya penganten baru itu berbarengan satu sama lain. Mereka berpandangan lagi. Lalu merasa mereka sangat lucu dengan kondisi saling berpelukan, dan linu
"Tegap berdiri menghadapi tantangan yang datang. Bak pantai siap diterjang ombak kecil sampai besar." by Wisnu "Wisnu, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hendra dengan pandangan sedikit meremehkan ke arah menantunya. "Ya tentu saja boleh kok, Pa?" Wisnu jadi deg-degan juga. Kenapa ya, papa Hendra mau tanya apa sih. Satu dua tiga .... "Kamu mau kerja di kantorku? Tapi Wisnu, pendidikan terakhirmu kan tidak cocok dengan apa yang diminta perusahaan, sayang sekali!" Papa Hendra menggelengkan kepalanya dengan gemas. "Iya sih, Pa. Pendidikan terakhir Wisnu adalah S1 sastra Inggris. Wisnu hobi belajar bahasa, Pa." "Nah itu dia! Kamu kenapa milih jurusan ga bonafid gitu sih, astaga! Apa bapakmu gak mengarahkan? Uh dasar ... Memangnya kau mau mengajar para pegawai di kantorku dengan bahasa Inggrismu? Huh kan itu tidak pada tempatnya. Payah!" "Wisnu mau kok
"Nasehat menurutku saripati kalimat yang bisa memberikan pencerahan, semacam jalan keluar dari himpitan masalah. Tetapi perjuangan terutama ada di kekuatan diri." by Wisnu "Boleh Kek, dengan senang hati Wisnu akan lakukan. Oiya Kakek mau ganti baju apa?" "Jas kemeja celana lengkap, dasi, juga tas kerja soalnya aku mau pergi ke kantor hari ini. Jangan lupa sepatu dan kaos kaki bersih ya?" "Lho kakek masih aktif di kantor ya? Hebat! Joss tenan, Rek!" Wisnu ga sadar dialek Jawa Surabayanya jadi keluar. Itu hanya tercetus saat dia bersama orang yang bisa membuatnya nyaman. Kakek Darmanto yang belum satu jam diakrabinya rupanya sudah memberinya rasa itu. "Nggak sih, Wisnu. Cuma sesekali aja ngantor, toh itu dulu kantor yang kubangun dari 0 bulat kan? Kerja anak-anak muda itu, sesekali harus diawasi, Nak. Hendra itu pintar berbisnis, tetapi dia tidak pandai menilai perangai orang jadi kadang masih te
"Tekad membaja bagai tertempa makin kuat dengan tantangan "Hai Wisnu, jangan bengong aja dong! Segitu herannya sama gaya sarapan keluarga kaya ya? Biasa aja kali, kamu tu jangan bersikap malu-maluin!" seru tante Mirna sambil mencomot sebuah sandwich. Sinta memelototi tantenya. Keadaannya yang kurang tidur dan masih nyeri di area kewanitaannya membuatnya jadi gampang emosi. "Tante, jangan merusak mood kita semua dong. Ini masih pagi lho, sudah aja membuat suasana jadi kacau! Perlu ya hina suamiku terus, setelah memperlakukan dia kayak kuli kemarin? Apa sih tujuan Tante sebenarnya?" Sinta menaruh sebuah gelas yang dipegangnya dengan keras sampai air putih di dalamnya jadi sedikit muncrat. Wisnu terkejut, dia memegang jemari tangan istrinya dengan erat, dia kuatir nanti malah masalah yang sesungguhnya bukan masalah ini, jadi berkepanjangan. "Tidak apa-apa, Sayang. &
"Suasana baru, tempat baru, hidup baru memberikan tantangan tersendiri untuk ditakhlukkan. Bisakah aku?" by Wisnu "Wisnu? Wisnu kan namamu? Sebagai pegawai baru, buatin kita seruangan kopi dong?"seru senior laki-laki berkepala botak di kantor W-Transport bagian administrasi gudang itu. "Iya nama saya Wisnu. Mohon bimbingannya. Baiklah akan saya buatkan kopinya. Dapur pantrynya di sebelah mana ya, Pak?" "Kamu jalan aja lurus ke arah sana nanti ketemu kok pantrynya sebelah kanan. Ga akan tertukar baunya khas harum kopi dan roti soalnya." Si bapak botak kasih keterangan. "Pak, ngapain sih nyuruh anak baru? Kan ntar orang pantry juga kasih kopi dan teh bentar lagi ?" Pemuda bernama Edi yang tadi satu-satunya teman yang mau senyum pada Wisnu protes. "Diem Lo, Ed. Ga papa kali, namanya pegawai baru bisa diterima di sini ad
"Sendiri dan sepi membuat hati jadi lebih berintropeksi." by Wisnu. "Iya benar. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Anda dipanggil Pak Darmanto di ruangan kantor depan. Mari saya antarkan, Pak?" Hmm ada apa ya? Semua teman ruangan Wisnu mengangkat wajah penuh keingintahuan. Kecuali Edi yang cuek saja. Dia lagi fokus mengecek tumpukan laporan. "Wisnu kenapa ya dipanggil Pak Darmanto? Wisnu emangnya siapa sih?" Si Jabrik tampak kepo banget. "Nah iya, siapa Wisnu? Bukan siapa-siapa kali! Siapa tau dia dipanggil cuma disuruh bersihin meja barangkali. Atau ngepel. Hmm atau dikasih kerjaan tambahan admin?" Si botak berusaha menganalisa. "Iya tuh, mungkin saja." Seumur hidup mereka kerja di perusahaan W-Transport, tak pernah sekalipun dipanggil pak Hendra Wiguna, the big boss, apalagi atas
"Hati manusia adalah sebuah palung misteri di kedalaman yang tak terukur, bahkan tak terjangkau oleh pemikiran kita sendiri." by Wisnu. "Wisnu, kalau boleh aku nasehati ya. Klo bisa ... kamu jangan terlalu dekat sama dia, Nu." Edi berbisik sambil menghindari tatapan Pak Adi yang masih ke arah mereka dari kejauhan. "Kenapa? Ada yang salah tentang pak Adi ya, Ed?" Wisnu mengeryitkan dahi. Apa memang om Adi demikian negatif sifatnya? "Iya. Sebaiknya jangan terlalu dekat sih, Nu. Meski dia adalah adik ipar dari pak bos besar Hendra Wiguna, tapi kinerjanya sangat diragukan." Edi berbisik lirih sambil sesekali menoleh kanan kiri, seperti takut ada yang dengar. "Kinerja yang diragukan dari pak Adi itu seperti apa?" Wisnu ikutan berbisik. Mereka berdua sudah berada di dekat pancuran untuk wudlu. Beberapa karyawan ja