"Cinta bukan hanya sekedar penyatuan dua hati, tetapi nyatanya adalah penggabungan semangat dua keluarga." by Sinta
"Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. Sinta kaget dan terbangun, dia melihat suaminya sudah terduduk sambil meringis. Sinta dengan terburu-buru menghampiri suaminya, tapi karena nyawanya belum berkumpul karena baru bangun, dia ikut terjatuh.Brukk. "Aww astaga!" jerit lirih Sinta bersamaan dengan Wisnu yang tertimpa tubuh istrinya. Sinta mengusap matanya dan memandang suaminya. Wisnu yang ikut kaget karena benda hangat empuk wangi yang menimpanya tiba-tiba lalu juga memandangi istrinya."Kau tidak apa-apa?" tanya penganten baru itu berbarengan satu sama lain.Mereka berpandangan lagi. Lalu merasa mereka sangat lucu dengan kondisi saling berpelukan, dan linu tubuh terbentur lantai yang dingin, di tengah malam pula!"Hahahahaha!"Setelah puas tertawa, mereka bangkit dari lantai lalu saling memandang mesra. "Mas Wisnu mau ngapain sih, mandi ya?" Sinta mencowel hidung hidung suaminya gemas. "Iya, Sayang. Abisan badan aku terasa lengket semua nih, habis angkat angkat barang dan kemudian mengurusi papamu.""Kenapa Mas harus mengurusi papa juga, sih?" "Iya, tadi gantiin bajunya, terus sebelumnya aku juga mandiin pake waslap aja, juga sedikit sabun dan bedak talk agar wangi dan nggak bau. Mama yang menyuruhku, Sayang.""Betul-betul keterlaluan tuh! Itu kan sebenarnya tugas mama sebagai istrinya, bukannya nyuruh manantu gitu.""Ga papa, Sin. Besok pagi aku juga disuruh untuk membuat sup anti pengar untuk papamu, biar ga pusing. Kali ini yang menyuruh Tante Mirna.""Ah lagi-lagi tante bikin ulah. Ya udah deh, besok Sinta temenin, Sayang, buat supnya. Tadi aku juga sudah bikinkan teh jahe kok, tapi Papa belum sadar juga.""Ya udah, aku mandi dulu ya, Sayang. Nanti kita terusin tadi yang uhui enak ... aduh! Kok nyubit sih, hahaha. Mau ikutan mandi juga?" Wisnu mengerling nakal."Enggak ah, abisan dingin banget. Brrr!" Sinta menggigil."Sabar, Istriku. Nanti segera aku hangatkan tubuhmu, ya. Hehehe.""Nakal ah! Ya udah, sana nanti tambah dingin lho."Wisnu lalu segera mandi dengan kilat, memakai air dingin, yang penting badannya tidak bau keringat dan juga tidak lengket lagi. Dia jadi menggigil karena udara malam memang mulai terasa dingin. Wisnu pun lupa menyalakan tombol hangat krannya. Dia menepuk jidat sendiri karena merasa masih katrok. Setelah berganti pakaian piyama baru, Wisnu segera menghampiri istrinya, yang tampak memandangnya sambil senyum-senyum sendiri sambil menyibak rok baju tidurnya. Bagi Wisnu itu godaan kuat yang sangat mengundang hasrat kelelakiannya. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, dia segera terjun bebas ke arah badan istrinya yang sudah siap 100% untuk menampung segala keganasan perjaka lugu ini. Werrrrr!Wisnu sore sudah mencicil mencumbui istrinya, tetapi dimulai dan berakhir dengan cepat akibat gangguan tak terduga. Tapi kali ini dia siap melakukannya dengan penuh fokus dan perlahan. Menikmati setiap detik tanpa jeda.Wisnu merasa benar-benar terbuai kenikmatan, setiap lekuk liku kulit Sinta terasa sangat harum dan mengandung candu dahsyat. Wisnu mencium bibir Sinta dengan sepenuh hati dan jiwa. Sepasang manusia di malam pertamanya yang pada mulanya bergerak pelan dan tenang. Kini menjadi semakin cepat, memburu, intens. Nafas mereka pun sukses berubah jadi saling berkejaran dan juga tubuh yang makin memanas. Pada akhirnya benda menegang di bagian bawah tubuh Wisnu mampu juga menembus segel suci Sinta yang terjaga utuh selama ini. "Kau sangat wangi dan rapat, Sayang. Sampai tiga kali ni baru bisa nembus. Kuat sekali segelmu hehe. Gadis jagoan gitu loh ya... Ohhh, enak sekali rasamu, Sayang. Aku boleh masuk lagi kan?" Wisnu merancau tak jelas, berusaha menyeimbangkan dengan hasrat menggebunya sebagai perjaka yang pertama kali merasakan surga dunia."Boleh, Mas. Biar Sinta juga ga kesakitan lagi. Tadi yang pertama sakit lama-lama kok enak eh. Ayo cepat, Mas. Sinta dah mulai dapat lagi nih. Cepettttan! Ohhh!""Iya Sin, mungkin yang pertama kan kayak mendobrak pintu terkunci jadi luka deh hehe. Lama-lama nagihin ya. Cusss Wisnu datang!"Mereka lalu meneruskan ronde entah ke berapa, ga sempat ngitung. Sampe tubuh jangkung Wisnu akhirnya melemas di atas tubuh istrinya. Legaaa tapi capek. Sprei, bantal, guling juga pakaian mereka sudah tak karuan dan terlempar kemana-mana. Maklum selain inj pengalaman pertama, kedua insan ini juga agak lincah gayanya sebagai sesama jagoan karate. Mereka lalu tertidur kelelahan sambil berangkulan mesra di bawah selimut, tanpa sempat berniat memakai pakaian dulu. ***Baru terlelap beberapa jam, sudah ada gedoran pintu yang membahana di pintu kamar penganten baru itu lagi. Ya ampun kasian!"Wisnu ... Wisnu! Kau cepetan bikinin sup untuk papa mertuamu! Udah dibilangin jangan sampai keduluan yang mabuk bangun dulu! Dasar lelet!" Terdengar suara cempreng memekakkan telinga di pagi yang baru jam empat subuh ini. Wisnu serta merta terbangun, kaget, tersadar dan lalu lari menuju pintu mau membukanya, rasanya ga sopan tidak menjawab suruhan tante Mirna. Tapi dia merasa aneh kok dingin banget, setelah melihat bawah, astagfirullahalladzim! Ternyata masih belum pakai baju. Pantesan aja terasa semriwing. Wisnu ngikik sendiri pelan."Wisnu! Kau belum bangun ya? Bangunnnn!" Astaga ternyata tante Mirna masih di depan pintu. "Ii ... iya Tante, Wisnu sudah bangun kok! Nanti segera ke dapur." Wisnu otomatis menutupi juniornya yang memang tiba-tiba bangun di pagi hari itu. Bagaimana tidak, di depannya ada tubuh istrinya yang berselimut tapi tak sempurna? Bagian dada dan pahanya tersingkap manis sementara si pemilik masih terlelap. 'Astaga! Oh otakku!' Wisnu cepat-cepat menyahut bajunya dan pergi ke kamar mandi untuk bebersih dan ganti baju setelah sebelumnya dia memperbaiki selimut istrinya.Wisnu lalu berkejaran dengan waktu, memotong bahan-bahan sup, membuat bumbu dan merebus air. Saat sudah siap supnya hanya menunggu agak dingin, ada Bari kakaknya Sinta, berjalan melintasi dapur. "Kak Bari, selamat pagi," sapa Wisnu ramah."Huum!"jawab Bari sambil meliriknya sekilas. Bari termasuk orang apa adanya, juga oportunis akut, apa yang dipikirnya tak bermanfaat untuk hidupnya dia akan abai. Wisnu jadi termasuk 'tak bermanfaat' baginya. Wisnu cuma senyum saja mendapat perlakuan dingin, segera dia mengambil mangkuk dan mengambil sup beserta sendoknya. Lalu segera menuju kamar papa Hendra. "Permisi, Pa, Ma, Wisnu mau mengantar sup anti pengarnya." Wisnu mengetuk dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang mangkuk sup."Iya, masuk!" Suara lelaki tua menyahutnya. Wisnu membuka pintu dan mendapati papa sendirian tanpa ada mama. Wisnu segera menghampirinya dan berniat meletakkan sup di nakas dekat tempat tidur, saat Hendra membuka mata."Kamu bisa menyuapi aku? Aku masih mual dan pusing untuk duduk.""Bisa, Pa." Wisnu lalu menyendok sup, meniup sedikit lalu mendekatkannya ke mulut papa yang masih tiduran. "Ini supnya, Pa. Tolong buka mulutnya ya?" Wisnu lembut berkata.Hendra membuka mulut dan perlahan memakan sup hangat yang harumnya enak itu. Perutnya yang kelaparan dan kosong sejak semalam, akibat terkuras karena muntah jadi lega. "Enak gak, Pa?" "Huum lumayan." Hendra tak hendak menyenangkan hati menantunya semudah itu meski sumpah, sesungguhnya itu sup terenak yang pernah dimakannya! Setelah sup habis semangkuk, Wisnu memberikan juga teh jahe yang sudah dipanaskannya lagi. Papa Hendra lalu juga meminum obat pereda sakit kepala dengan bantuan menantunya itu. "Wisnu, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hendra dengan pandangan sedikit meremehkan ke arah menantunya. "Ya tentu saja boleh kok, Pa?" Wisnu jadi deg-degan juga. Kenapa ya, papa Hendra mau tanya apa sih. ***NOTES :Wisnu berhasil melalui malam pertamanya, berhasilkah dia memenangkan hati keluarga Sinta?
"Alih peran dari seseorang yang dinafikkan kehadirannya, menjadi seseorang andalan tersayang, adalah jalan yang bukan mustahil. Karena dialah menantu paling oke." by Hendra. "Tidak sih, kukatakan aku ingin berinvestasi. Dan aku tertarik pada bisnis bidang pendidikan seperti keluargamu. Nah gak ada salahnya mencoba kan?" jelas Wisnu melindungi harga diri Kelvin. "Terimakasih, Wisnu. Kau memang benar-benar sebaik itu. Tak mau mengatakannya karena kau mau lindungi kehormatanku, kan? Memang niatmu berinvestasi dan ini artinya juga bantuan besar buat bisnisku. Aku mengerti dan berterimakasih sakali." Kelvin terisak dalam keharuan yang amat sangat. Kini makin pahamlah dirinya, Wisnu memang pantas untuk Sinta. Segala konsep kesombongan, the have yang harus menikahi sesama the have, dan konglomerat tak boleh menikahi kaum awam, semua menguap tak ada gu
"Akhirnya kadangkala prestasi tidak hanya diraih karena kerja keras dan cerdas, tapi juga faktor lucky, keberuntungan." by Wisnu. (2 TAHUN KEMUDIAN) Wisnu terkadang tak memahami jalan hidupnya yang sungguh berliku, walau sangat menarik, dan alhamdulillah dengan progress naik terus. It's an exciting life. Kini Wisnu menjabat sebagai CEO dari perusahaan kakeknya PG alias Phenomenon Group sudah 5 tahun. Seorang kakek yang bahkan belum pernah ditemuinya di dunia nyata. Kakek yang hanya dia kenal dari sebuah foto lama yang kusam dalam sebuah liontin wasiat neneknya. Kakek itu bernama Kakek Anom. Kakek Anom yang justru jadi akrab di hatinya, melalui kisah haru birunya yang diceritakan kembali kakek mertuanya, kakek kandung dari istrinya, Darmanto. Inilah kisah hidup Wisnu yang sungguh luar biasa. Kebetulan dan lua
"Kerja keras itu tidak akan menyakitkan. Hanya capek yang bisa sembuh. Bermalas-malasan dan tanpa tujuanlah yang menyebabkan kita sakit permanen." by Hendra. "Hmm masak sih, temanmu sampai kena tipu kayak gitu, Sin? Kasihan banget ya. Eh ... trus si cowok kaya, sombong, tengil hmm ... maksudku si Kelvin, your forever admirer itu, gimana kabarnya? Sepertinya sumber beritamu akurat deh, Sayang?" tanya Wisnu kepada istri tersayangnya. "Banget! Si Dina kan pengamat sosmed banget. Mama sosialita dia, Mas. Lagian juga kan lakinya jadi polisi pangkat tinggi. Jadi mungkin dia dapat informasi tertentu, khusus dan rahasia yang orang biasa mungkin ga bisa akses." Sinta senyum-senyum sambil makan kwaci. Dia santai saja hari ini, karena anak-anak lagi ikut jalan-jalan sama kakek neneknya ke kebun raya Bogor. "Trus kalo Kelvin gimana?" des
"Khilaf itu biasa dan bisa dialami manusia, itu manusiawi, dan selalu ada jalan kembali memperbaikinya."by Wisnu. "Wah, lagi-lagi kamu menang, lho Didi sahabatku. Karena kamu sudah punya anak kedua, saat anak pertama usia 7 tahun. Sedangkan aku si kembar sudah usia 8 mau 9 tahun baru hamil 6 bulan hehe." Sinta merasa kalah dalam hal ini. Tak apalah. "Ah, kita dari dulu lucu bin unik bin norak ya, saingan eh soal anak hehe. Asyik tapi memang haha. Eh gimana kehamilanmu, Sinta? Lebih santai atau lebih payah dari dulu? Atau sama aja? Ga ada beda yang berarti gitu?" Didi melontarkan tanya yang lengkap dan detil euy. "Hehe biar hidup lebih hidup, Nek. Kehamilanku lebih santai, Di. Enak dan ga serewel dulu. Lebih santuy istilah sekarang. Ga ada juga drama-drama suami dan papaku jadi buciner sejati kaya kehamilan pertama dulu haha.
"Bertemu teman lama seperti bertemu keluarga sendiri. Bertemu keluarga sendiri bahkan seperti bertemu kekasih jiwa sendiri. Seperti itulah kedekatan hati." by Wisnu "Kakek Darmanto sakit? Sakit apa Kek? Ini ada Wisnu datang. Pasti sakit kangen sama aku ya, Kek? Eh kegeeran aku hehe." "Iya Wisnu, kamu jarang kesini sih, jadinya kakek kesepian ga ada teman berhaha hihi. Tidak ada yang menghalau gabut kan jadinya." Kakek jadinya curhat. "Nah, Kakek makanya sering-sering nginep di rumah Wisnu dong. Kan dekat aja, Kek. Lagian Allen Allan juga pasti kangen kakek buyutnya."Ada sebulir bening mengintip di pojokan mata Wisnu, yang dihalaunya secepat mungkin sebelum ketahuan kakek. "Iya, nanti kakek nginep deh, kayak butuh banget gitu yak kamu. Ehm kalau lama boleh nggak?" Kakek yang tadi wajahnya pucat sekarang sudah agak memerah. Dia
"Cinta dan cinta, menjadi cerita berjuta-juta. Indahnya meraga sukma, perihnya tak mungkin terhindar." by Wisnu. "Gimana kabar Rara Riri, Bu? Ibu bapak sehat aja kan?" Wisnu bertanya penuh perhatian. "Rara Riri lagi sibuk kuliah aja, Nu. Juga persiapan, katanya mau kuliah kerja nyata semester depan. Ibu sih sehat saja, stabil. Bapakmu nih, jadi rada aneh." Ibu Sri jadi curhat ke anak sulungnya, mumpung si bapak lagi sibuk di kebun. "Aneh bagaimana, Buk? Bapak itu unik kali, Bu. Bukan aneh hehehe." Wisnu berusaha memperbaiki citra bapak idolanya. "Hehe iya memang unik bapakmu. Tapi bukan itu maksud ibu, Nak. Bapakmu itu kadang kalau soal makanan, bebas aja, loss gitu, Nu. Makanan nggak mau dibatasi, makan hanya makanan apa yang disukainya. Bapakmu nggak ingat umur. Umur sepuh k