Share

suami payah

Penulis: NN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 09:39:38

Benny dan yang lainnya tercengang. Mereka tak mengira Martin akan berbuat sejauh itu.

Dengan menyobek-nyobek dokumen perceraian itu tepat di hadapan Benny, secara tak langsung Martin sedang menantang Benny dan Keluarga Wiguna.

"Keparat! Berani-beraninya kau melakukan ini!" semprot Benny sambil memelototkan matanya.

"Aku bersumpah aku tak akan mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya rumah sakit! Kau yang harus menanggungnya!" lanjutnya sambil menekan-nekankan jari telunjuknya ke dada Martin.

Martin bergeming. Dia tahu dia telah melakukan sesuatu yang mungkin akan disesalinya nanti. Tapi dia tak punya pilihan. Dia tak akan bercerai dengan Julia apa pun yang terjadi.

"Tak masalah. Aku akan mendonorkan sumsum tulang belakangku dan melunasi semua biayanya. Kalian tak perlu merogoh kocek sedikit pun!" kata Martin, menatap sepasang mata kakek istrinya tanpa berkedip.

Julia terkejut dengan apa yang dikatakan Martin. Matanya membesar dan mulutnya menganga. Apakah Martin hendak mengorbankan dirinya?

Meski transplantasi sumsum tulang belakang kemungkinan berhasil, bisa saja nanti ada efek samping merepotkan yang akan dirasakan Martin. Bagaimana kalau Martin mengalami komplikasi serius?

"Enak saja! Kau pikir aku sudi menerima donor sumsum tulang belakang darimu untuk Jesina? Tak akan kubiarkan itu terjadi!" tolak Benny.

"Aku juga tak sudi. Jessica itu cucuku. Kau tak boleh mengotori tubuhnya!" tambah Fanny.

Martin menatap kedua mertuanya ini satu per satu. Lama-lama dia jengah juga. Sebenarnya apa mau mereka?

"Heh, Martin, kau tak usah sok pahlawan deh. Mendingan kau kumpulkan saja uang 200 juta itu. Itu pun kalau kau mampu," cemooh Walton.

"Ya ampun, Sayang. Jangankan 200 juta, 10 juta saja belum tentu dia mampu mengumpulkannya. Dia kan setakberguna itu orangnya," Vina ikut-ikutan.

"Sudah, sudah. Kalian ini kenapa sih? Ini rumah sakit loh! Jangan ribut di sini! Biarkan Jesina istirahat! Kalian tak kasihan padanya?" sela Julia sambil mengelus-elus kening purtinya.

Dia benar-benar kesal dengan kelakuan keluarganya. Tapi dia juga kesal dengan tingkah Martin. Menurutnya merobek-robek dokumen perceraian itu berlebihan. Gara-gara itu kakeknya jadi naik pitam.

"Martin, kalau kau memang ingin membuktikan bahwa kau bisa diandalkan, segeralah lakukan sesuatu. Kita butuh uang itu secepatnya. Dokter bilang kondisi Jesina bisa saja memburuk sewaktu-waktu," kata Julia, menatap Martin sedih.

Martin kembali merasa dadanya sesak. Kalau istrinya sudah berkata seperti itu, mau tidak mau dia harus mengumpulkan 200 juta itu. Dia pun memutar otak, mencari-cari solusi yang terjangkau olehnya.

Ting!

Sesuatu terpikirkan olehnya.

"Akan kudapatkan uang itu. Akan kubuktikan pada kalian kalau aku bisa memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang ayah dan suami!" katanya.

Keluarga Wiguna menanggapi omongannya itu dengan tatapan meremehkan. Martin tak peduli. Dia keluar dari ruangan itu dan berjalan menyeberangi koridor, duduk berjongkok menghadap kolam ikan kecil.

Di situ, dia menelepon seorang teman dekatnya, Jordan.

"Jordan, aku bisa minta tolong?"

[Kenapa, Bro? Kau sedang butuh pertolongan apa dariku?]

"Aku mau minta tolong dipinjami uang 200 juta. Ini darurat. Putriku kena leukimia."

Hening sebentar. Jordan seperti sedang memikirkan apa yang harus dikatakannya.

"Kau ada uangnya, kan? Nanti pasti kuganti. Janji."

[Sebenarnya uangnya ada, Bro, tapi...]

"Tapi apa?"

[Heh, Martin! Jangan lagi kau pinjam uang ke Jordan! Tiga bulan lagi kami menikah!]

Martin menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga. Yang barusan bicara bukanlah Jordan melainkan pacarnya. Dia mengatakannya dengan separuh berteriak.

"Maaf, Agnes. Aku tak bermaksud apa-apa. Aku sangat membutuhkan uang itu untuk menolong putriku. Dia harus segera di—"

[Aku tak peduli! Itu bukan urusanku dan bukan juga urusan Jordan! Kalau kau tak punya uangnya, ya biarkan saja putrimu itu mati! Jangan ganggu Jordan lagi!]

Tuuut... tuuut...

Agnes mengakhiri panggilan begitu saja, meninggalkan Martin yang terdiam dengan mata membulat.

Dia bisa memahami kecemasan Agnes. Tapi, dia tak perlu sampai mengatakan sesuatu sejahat itu. Dia keterlaluan!

Martin menunduk lemas. Dia tak punya banyak teman. Dan di antara teman-temannya yang sedikit itu, tak banyak yang bisa dimintainya tolong di saat-saat seperti ini.

Lantas bagaimana dia akan mendapatkan uang 200 juta itu? Ke mana dia harus mencarinya?

"Martin, kau baik-baik saja?"

Suara Julia mengagetkannya. Martin langsung menoleh dan berdiri.

"Ada apa, Julia? Kenapa kau keluar?" tanya Martin.

"Anu... aku minta maaf kalau barusan aku terlalu keras padamu. Aku tak bermaksud menyinggungmu atau apa," kata Julia.

Butuh waktu beberapa detik bagi Martin untuk memahami apa yang dimaksud Julia. Dan ketika dia hendak mengatakan sesuatu untuk menenangkan Julia, istrinya itu menunjukkan hasil tangkapan layar di ponselnya.

"Aku sudah mentransfer 200 juta ke rekeningmu. Kau pakailah uang ini untuk melunasi biaya rumah sakitnya Jesina. Tapi, jangan sampai kakek atau ibu tahu. Kalau mereka tanya kau dapatkan uangnya dari mana, bilang saja kau dapat pinjaman atau apa. Oke?" cerocos Julia.

Pupil Martin melebar. Dia tak menduga istrinya akan berbuat sejauh itu untuk melindungi citranya di hadapan keluarganya.

Tapi pantaskah dia menerima bantuannya ini? Tidakkah itu membuatnya terlihat menyedihkan?

Lagi pula, setahu dia, tabungan Julia juga semakin menipis.

"Julia, aku tak bisa menerima ini. Aku transfer balik saja, ya. Kau butuh uang ini untuk mengembangkan bisnis kuliner yang belum lama ini kau mulai," ucap Martin.

Julia menggeleng. "Tak usah pikirkan itu," ucapnya. "Saat ini Jesina lebih membutuhkan uang ini. Aku juga tak terima mereka tadi menghina-hinamu separah itu."

Martin ingin membantah lagi tapi Julia mengangkat telunjuknya.

"Sudah. Sekarang ayo kembali ke dalam. Bilang ke mereka kalau kau sudah mendapatkan uangnya. Buat mereka bungkam!" ajak Julia.

Martin menghela napas. Senyum tipis terbit di wajahnya.

Dia terharu dengan bantuan dan dukungan Julia. Julia selalu bersamanya meskipun selama empat tahun ini dia belum juga bisa membuktikan diri.

Mereka berdua pun balik badan dan berjalan kembali ke ruang rawat inapnya Jesina. Yang tak mereka tahu, beberapa saat yang lalu Vina sempat keluar dan menguping percakapan mereka. Vina telah menceritakan apa yang didengarnya itu pada Walton dan yang lainnya.

"Memalukan! Di zaman modern seperti ini masih ada saja pria tak tahu diri yang mengandalkan uang istrinya!" kata Vina setelah Julia dan Martin masuk.

"Benarkah itu, Julia? Kau baru saja mentransfer 200 juta ke rekening suamimu yang tak berguna ini?" tanya Fanny.

"Apa sih yang kau pikirkan, Julia? Kenapa kau masih saja membela si payah ini? Kalau kau bercerai dengannya, kau pasti bisa mendapatkan pria kaya-raya yang akan memberimu uang bulanan puluhan hingga ratusan juta!" ujar Benny.

Julia menatap mereka dengan muka memerah. Tangannya terkepal.

"Aku dan Martin tak akan bercerai! Tak akan!" katanya dengan nada agak tinggi.

Keluarganya sempat tersentak, tapi kemudian muka mereka menjadi garang.

"Cukup, Julia! Berhenti membela orang yang tak seharusnya kau bela!" tegur Benny sambil melotot.

"Dan kau, Martin, sudah saatnya kau sadar kalau kau hanyalah benalu di keluarga ini! Kau bukan saja tak bisa menghidupi putriku, kau juga menguras tabungannya! Seharusnya kau malu pada dirimu!" sambungnya sambil menunjuk Martin.

Martin menatap kakek istrinya itu dengan mulut terkatup. Rahangnya menegang dan tangannya terkepal.

"Percuma bicara pada orang miskin, Kakek. Orang miskin kan biasanya bodoh," cemooh Walton, tersenyum menghina.

Martin mendelik padanya. Dia juga mendelik pada Vina yang mengacungkan jari tengah padanya sambil tersenyum miring.

"Martin, kau tak apa-apa?" Julia menatap Martin cemas.

Martin menatap istrinya sebentar, lalu menatap yang lainnya di ruangan itu satu per satu.

"Uang yang barusan ditransfer Julia ke rekeningku akan kutransfer balik. Aku akan mencari uang 200 juta dolar itu dengan tanganku sendiri. Itu janjiku pada kalian semua!" ucapnya lantang.

Tak ada tanggapan apa pun dari mereka selain sorot mata dan gestur meremehkan.

Martin balik badan, keluar lagi dari ruangan itu, kali ini berjalan cepat-cepat di koridor.

Dia mengambil ponselnya, mencari-cari nama Ben di daftar kontaknya, lalu meneleponnya. Ben langsung mengangkatnya di dering pertama.

"Paman Ben, aku berubah pikiran. Aku akan kembali tapi dengan satu syarat."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   2

    Suara Desta bergetar, “ Paman Ding, apa yang kamu katakan itu benar?" "Iya benar, Tuan muda. Mulai sekarang, anda boleh mewarisi semua aset keluarga Chu di kota Yunhai dan secara resmi masuk ke dalam urutan pewaris keluarga." "Terima kasih, Paman Ding." Desta menarik napas sedalam-dalamnya dan merasakan masam di hidungnya. Tidak ada yang tahu kalau Desta telah menunggu ucapan ini selama tiga tahun! Tiga tahun yang lalu karena tugas ujian aneh dari keluarganya. Dia dikirim masuk ke keluarga Chen oleh keluarganya untuk dijadikan menantu di keluarga Chen. Selama berada di keluarga Chen, Desta sangat rajin belajar, giat bekerja dan tidak terhitung sudah kerja kerasnya hanya untuk mendapatkan pengakuan yang baik dari keluarga Chen. Tapi pada akhirnya yang didapatkan oleh Desta hanyalah penghinaan gila-gilaan dari keluarga Chen ! Di mata keluarga Chen, Desta dari awal sampai akhir hanyalah pria sampa

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   1

    “ Vina, Kenapa dia bisa di rumahmu? Andre Guo kenapa dia bisa di rumahmu ?” suara Desta Chu bergetar dengan wajah pucat menunjuk ke pria lain di sampingnya. Dia benar-benar tidak ingin percaya kalau dia menerima pesanan antar makanan untuk calon istrinya sendiri dan berniat memberi kejutan tapi pada akhirnya ketika membuka pintu rumah, dia melihat pria lain di dalam rumah. Apalagi dia kenal dengan pria ini, pria bernama Andre pria yang jaraknya lebih tua empat tahun darinya. Pada saat ini Andre menatap Desta dengan tatapan merendahkan seperti sedang melihat badut saja. Sedangkan Vina Chen, tidak ada ekspresi bersalah sama sekali di wajahnya, dia malah menatap Desta dengan tatapan jijik, dia membuka mulut dan memaki, “Sampah tidak berguna, teriak apa kamu itu! sudah merasa hebat ya? aku saja belum protes atas tindakanmu, kamu malah teriak marah duluan hah?” “Siapa yang menyuruhu jadi pengantar makanan hah? Aku dari dulu sudah bilang ke kamu jangan jadi pengantar makanan lagi. Tapi

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   genting

    Di ruang bilyar eksklusif di lantai 3... Beberapa orang berdiri merapat ke dinding, memantau situasi di situ dengan waspada. Seorang wanita berpakaian seksi baru saja menyodok bola putih dan berhasil mendorong bola nomor empat masuk. Di hadapannya, di seberang meja, seorang pria mengusap-usap kumis dan jambangnya yang tebal. Matanya terarah ke belahan dada wanita itu. Pria itu adalah Yanuar Winarto. Dia memang kerap menghabiskan waktunya untuk bermain bilyar ketika dia berada di kelab malamnya ini. Di titik ini, terdengar langkah-langkah kaki. Aurora muncul diikuti Martin. "Bang Yanuar, aku sedang mencari orang. Bisakah kau membantuku?" tanya Aurora. Permainan bilyar langsung terjeda. Yanuar menatap Aurora dan Martin dengan tatapan dingin. Para penjaganya juga menatap mereka, penuh kewaspadaan. "Oh, ya? Siapa yang kau cari? Dan siapa pria tampan yang kau bawa ini?" tanya Yanuar. Itu sepenuhnya basa-basi. Beberapa saat lalu, Yanuar ditelepon Selin, diberitahu soal apa

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   klub ballein

    Seperti yang dikatakan si petugas keamanan, Klub Ballein memang dimiliki oleh Yanuar Winarto, salah satu mafia paling berkuasa di dunia bawah di Kota Hagasa.  Tapi Yanuar bukanlah yang paling ditakuti. Yang paling ditakuti adalah sosok bernama Jordan Tyren, bos mafia yang terkenal kejam dan bengis.  Dan Aurora adalah orang kepercayaannya Tyren. Tentu saja kemunculannya di hadapan kedua penjaga keamanan itu membuat mereka jiper.  "Apa kalian tak mengerti apa yang kukatakan barusan? Cepat menyingkir! Beri kami jalan!" bentak Aurora.  Kedua penjaga keamanan Klub Ballein itu refleks mundur selangkah. Rumor soal betapa brutalnya Aurora ketika sedang mengamuk sudah sampai ke telinga mereka. Dan saat ini wanita itu memancarkan aura seorang pembunuh. Entah apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka membuat Aurora kesal.  Maka kedua penjaga kemanan itu pun langsung menyingkir, memberi jalan pada Aurora dan Martin.  "Silakan masuk

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   tuan muda

    Martin baru saja melewati loket administrasi rumah sakit ketika ponsel di saku celananya bergetar dan bergetar.  Kesal, dia mengambilnya sambil bertanya-tanya siapa yang meneleponnya di saat dia sedang terburu-buru seperti ini.  Rupanya itu Ben. Martin mengangkatnya dan meminta Ben langsung mengatakan apa yang ingin dikatakannya.  [Saya tadi memerintahkan seseorang untuk menemui Anda, Tuan Muda. Mohon maaf saya lupa mengabarkannya.]  "Itu saja?"  [Iya, Tuan Muda. Dia wanita yang bisa diandalkan. Anda bisa memintanya melakukan sesuatu untuk Anda jika itu dibutuhkan.]  Martin tak tertarik. Pikirannya terfokus pada situasi mencurigakan istrinya di Klub Ballein.  Dia pun bertanya apakah masih ada hal yang ingin disampaikan Ben padanya. Ketika Ben menjawab "tidak", dia mengakhiri panggilan saat itu juga.  Setibanya d iluar, Martin berdiri di trotoar menunggu taksi. Tiba-tiba, sebuah mobil Maserati merah mende

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   mendesak

    Julia berontak, sekuat tenaga menepis tangan kiri Carlon dan mendorong pria itu.  Carlon terjengkang, tapi dia pun begitu. Para pengawal pribadinya Carlon langsung beranjak menghampiri Carlon. Tatapan mereka pada Julia kini penuh permusuhan.  Sadar kalau situasinya saat ini sangat buru, Julia cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengetik pesan chat. Tapi belum juga selesai dia mengetik, Carlon bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya.  Tak punya pilihan, Julia mengirim pesan yang belum selesai itu kepada Martin. Dia harap Martin akan memahami apa yang dia maksudkan. Saat ini hanya suaminya itulah yang bisa menolongnya.  Trang!  "Ah!"  Carlon menendang ponsel di tangan Julia hingga ponsel itu terlempar jauh. Julia sendiri kini memegangi tangannya yang kesakitan.  "Dasar wanita tak tahu diri! Harusnya kau sadari posisimu! Aku bisa saja menghancurkan perusahaan keluargamu kalau aku mau! Kau tak tahu si

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status