Martin diperlakukan oleh mertuanya, tetapi ia mengalah. Namun, keluarga sang istri justru semakin semena-mena, bahkan berniat menjodohkan sang istri dengan pria lain! Tak tahan akan itu semua, Martin pun menerima kembali tawaran sang ayah untuk kembali dan meneruskan perusahaan keluarga mereka! Saat itu semua terjadi, keluarga sang istri pun menyesalinya....
View MoreSuatu sore di Harmony Spa, sebuah panti pijat kecil di pinggiran Kota Hagasa...
"Tuan Muda, saya mohon kembalilah! Kondisi Tuan Besar semakin memburuk. Keluarga Linardy dan Lozara Group membutuhkan kepemimpinan Anda!" Seorang pria berambut putih dengan setelan jas yang parlente membungkuk 70 derajat di hadapan Martin dan mengatakan itu. Pria itu diutus oleh Santoso Linardy, ayahnya Martin, pemimpin Keluarga Linardy sekaligus salah satu petinggi Lozara Group. "Sudahlah, Paman Ben. Aku sudah bilang aku tak mau pulang. Apa pun yang terjadi pada Keluarga Linardy dan Lozara Group bukan urusanku lagi. Aku sudah menanggalkan nama Linardy sejak pria arogan itu mengusir aku dan ibuku tujuh tahun yang lalu!" kata Martin. Keluarga Linardy adalah keluarga terkaya di Kota Hagasa. Lozaro Group sendiri adalah organisasi bawah tanah berkedok perusahaan internasional yang menguasai nyaris seluruh dunia. Mereka sukses dan berkuasa di berbagai lini mulai dari medis hingga pertambangan. Dulu, Martin ikut menikmati kekayaan dan kemewahan yang dinikmati ayahnya. Namun semua itu berubah setelah ayahnya termakan hasutan wanita licik yang adalah simpanannya. Dia pun mengusir Martin dan ibunya, bahkan mengubah status Martin menjadi anak haram. Sejak saat itu Martin dan ibunya hidup susah, bahkan menjadi semakin sulit ketika Ibunya mengalami penyakit serius dan perlu terus berobat. Martin sendiri terus berganti-ganti pekerjaan hingga akhirnya dia bekerja sebagai tukang pijat di Harmony Spa. Sampai kapan pun, Martin tak akan pernah memaafkan ayahnya. Dia tak peduli kalaupun ayahnya itu mati karena penyakit stroke yang menyerangnya. "Tuan Muda, tolong pertimbangkan lagi keputusan Anda. Saya khawatir Tuan Besar tak lama lagi akan—" "Cukup, Paman! Cukup! Aku tak mau dengar apa pun lagi darimu! Pergi sekarang juga!" bentak Martin, menunjuk ke pintu dan menatap Ben tajam. Ben menatap Martin sedih. Dia sangat berharap bisa membawa Martin pulang. Tapi apa daya? Dia tak bisa memaksa Martin. "Baik, Tuan Muda. Saya akan pergi. Tapi jika Anda berubah pikiran, silakan hubungi saya. Nomor saya masih yang dulu," kata Ben. Dia mengangguk hormat pada Martin, lalu keluar diikuti sopirnya. Martin mengamati kepergian mereka berdua dengan dada kembang-kempis. Jujur saja, dia tak menyangka kalau dia akan semarah itu. "Martin, siapa yang barusan itu? Kenapa kau marah-marah padanya?" tanya resepsionis. Sedari tadi dia mengamati apa yang terjadi antara Martin dan Ben dengan bingung. Ben turun dari mobil Rolls-Royce bersama seorang sopir dan tampak berkelas dengan syal hitam dan sarung tangan hitamnya, sedangkan Ben hanyalah karyawan biasa di Harmony Spa—gajinya bahkan di bawah rata-rata, hanya empat juta per bulan. Sungguh tak masuk akal pria berkelas seperti Ben begitu hormat kepada Martin, apalagi sampai memanggilnya dengan sebutan "Tuan Muda". "Bukan siapa-siapa," jawab Martin ketus, lalu melengos pergi. Dia mendengar si resepsionis mengatainya dengan pelan, tapi dia tak peduli. Dia ingin membasuh mukanya berkail-kali. Kemunculan Ben dan permintaannya tadi membuatnya naik darah. Di toilet, baru juga Martin memutar keran, ponselnya berdering. Martin mengambil ponselnya dari saku celana dan mendapati Julia, istrinya, meneleponnya. "Halo, Julia?" "Martin, cepat ke rumah sakit!" "Hah? Apa?" "Aku bilang cepat ke rumah sakit! Jesina sedang ditangani di IGD!" Mata Martin membulat. Jesina adalah anak semata wayang mereka. Kenapa dia dilarikan ke IGD? "Oke, oke. Aku ke sana sekarang!" ucap Martin. "Cepat, ya!" desak Julia. Martin cepat-cepat membasuh muka dan mengeringkannya dengan tisu. Dia lalu ke ruang ganti karyawan, ganti baju, mengambil tas ranselnya dan kembali ke ruang depan. Di Rumah Sakit Pelita Kasih, satu jam kemudian... "Julia, bagaimana kondisi Jesina?" tanya Martin sambil mendorong pintu ruang rawat inap. Jantungnya berdegup kencang sebab dia habis berlari dari loket administrasi. Dia juga panik saat dikabari Julia lewat chat kalau anak mereka menderita leukemia. Mendapati Martin akhirnya muncul, Julia yang sedang duduk di kursi di samping ranjang pasien langsung berdiri dan berjalan ke arah Martin, tatapannya menakutkan. "Aku memintamu datang satu jam yang lalu! Kenapa kau tak pernah bisa kuandalkan, Martin?!" raung Julia. Martin menatap istrinya tanpa mengatakan apa pun. Sebenarnya ingin dia jelaskan apa yang menahannya tadi, yakni bahwa dia tak diperbolehkan pulang lebih awal oleh supervisor-nya mengingat sisa jam kerjanya tinggal setengah jam lagi. Tapi, kalau dia mengatakan itu, yang ada Julia malah tambah marah. "Maafkan aku," akhirnya hanya itu yang dia katakan, kepalanya menunduk. Julia mendengus kesal, kembali ke kursi yang tadi didudukinya. Martin merasa dadanya sesak. Dia paling tak bisa melihat istrinya begitu kecewa kepadanya. Julia adalah wanita tercantik di Keluarga Wiguna, salah satu keluarga kelas dua di Kota Hagasa. Dia dulu begitu populer karena kecantikannya, tapi sejak menikah dengan Martin dia menjadi bahan olok-olok orang-orang. Di mata kebanyakan orang di Kota Hagasa, Martin hanyalah pecundang yang tak punya apa-apa. Sungguh sebuah keajaiban dia bisa memikat wanita secantik dan sepopuler Julia. Adapun Keluarga Wiguna sendiri mengangap pernikahan Julia dengan Martin itu sebagai aib. Jika saja bisa kembali ke masa lalu, mereka akan melakukan apa pun untuk membatalkan pernikahan memalukan itu—termasuk membunuh Martin jika perlu. "Sudah kau pergi saja sana! Kau ada di sini juga buat apa? Memangnya ada yang bisa dilakukan pria tak berguna sepertimu? Kau pasti juga tak punya uang untuk melunasi biaya pengobatan dan perawatan Jesina, kan?" celetuk Fanny, ibu mertuanya. Martin mengangkat kepalanya, mendapati beberapa anggota Keluarga Wiguna ada di situ, kebanyakan berdiri mengelilingi ranjang pasien. Jesina sendiri terbaring di ranjang tersebut; selang infus terpasang di tangannya. Wajahnya sedikit pucat dan sorot matanya lemah. "Tante Fanny benar, Martin. Kau pergi saja sana. Kami sudah ada di sini dan kami tak butuh sampah sepertimu," ujar Walton, kakak sepupunya Julia. Dia menutup hidungnya dengan tangan seolah-olah bau busuk menyeruak dari tubuh Martin. "Aku tahu kau habis kerja seharian di panti pijat murahan itu. Mestinya sebelum ke sini kau mandi dulu sampai bersih. Kau juga harus mencuci tanganmu itu dengan sabun hingga berkali-kali. Seharian ini tanganmu itu pasti menyentuh kulit orang-orang miskin yang kotor dan penuh kuman. Ish! Menjijikkan!" ucap Vina, istrinya Walton yang penampilannya glamor. Martin menatap pasangan suami-istri itu dengan amrah yang tertahan. Sebenarnya dia ingin sekali membalas perkataan mereka tapi tak berani. Bagaimanapun, dia sadar kalau dia adalah orang luar. Meski secara hukum dia adalah suaminya Julia, kenyataannya Keluarga Wiguna tak pernah menerimanya sebagai keluarga. Dan meski empat tahun telah berlalu, nyatanya dia memang belum juga mencapai apa pun yang bisa dia banggakan di hadapan mereka. Di titik ini, Julia menoleh dan meliriknya. Martin bisa melihat kekecewaan yang dalam di cara Julia menatapnya. Dia pastilah berharap Martin tak diam saja dihina-hina seperti itu. "Ayah..." Suara yang lirih terdengar. Martin sontak menatap Jesina, mendapati putrinya masih terpejam. Barusan sepertinya dia mengigau. Martin refleks maju, hendak menghampiri putrinya itu, tapi tiba-tiba saja Benny menghalangi jalannya. Benny adalah kakek istrinya. Pria tinggi-besar itu menatap Martin dengan garang. "Julia, bukankah aku sudah memintamu untuk mengajari anakmu agar dia memanggil si payah ini dengan sebutan 'Paman' dan bukannya 'Ayah'?" keluh Benny, melirik sebentar kepada Julia. Tak ada tanggapan dari Julia. Benny kembali mengarahkan matanya pada Martin. "Heh, Pecundang, mau ke mana kau? Kau pikir apa yang sedang kau lakukan di sini, hah?" tanya Benny ketus. "Aku... aku mau mendekat ke ranjang, Pa. Aku mau mengecek kondisi putriku," kata Martin. "Tak perlu! Dokter dan perawat sudah mengecek kondisinya. Dan biar kukatakan satu hal: mulai hari ini Jesina bukan putrimu lagi; dia akan memakai nama Wiguna dan kau tak boleh mendekatinya lagi!" kata Benny. Martin terdiam. Garis vertikal tebal muncul di antara kedua alisnya. Apa maksudnya ini? "Satu hal lagi. Uang yang kau butuhkan untuk melunasi biaya pengobatan dan perawatan Jesina adalah 200 juta. Karena aku yakin uang sesedikit itu saja kau tak punya, aku mau menawarkan padamu sesuatu hal." Benny memutar badan menoleh pada menantunya. Fanny mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah map dari situ. Dia bawa map tersebut dan dia serahkan ke suaminya. Benny mengambil map tersebut dan membukanya, menarik keluar lembaran-lembaran dokumen dan mengeceknya. Kemudian, dia sodorkan dokumen-dokumen tersebut ke Martin, berkata: "Aku akan melunasi biaya pengobatan dan perawatan Jesina, serta mencari sumsum tulang belakang yang cocok untuknya, juga akan memberimu 100 juta, asalkan kau tanda tangani dokumen perceraianmu ini." Deg! Martin membelalakkan mata, menatap kakek istrinya itu tak percaya. "Kakek mau aku bercerai dengan Julia?" tanya Martin. "Ya. Ceraikan dia saat ini juga dan kau akan terbebas dari tanggung jawabmu untuk melunasi biaya rumah sakit," jawab Benny. "Tapi kalau kau menolak, kau yang harus melunasi biaya rumah sakit. Aku tak akan mengeluarkan uangku sepeser pun!" lanjutnya. Martin menaruh telapak tangannya di dada, berusaha mengendalikan amarahnya yang telah meluap-luap. Bisa-bisanya Benny menyeret-nyeret Jesina ke dalam tawarannya ini! "Ayo tanda tangani saja, Martin. Uang 100 juta itu lumayan besar buat orang miskin sepertimu, kan?" ujar Fanny. "Betul itu. Dengan uang itu setidaknya kau bisa berhenti jadi tukang pijat dan mencari pekerjaan lain yang lebih mendingan. Satpam kelab malam, misalnya," tambah Walton, tersenyum menghina. Martin menatap mereka satu per satu. Upayanya untuk menekan amarahnya tak membuahkan hasil. Kini dia merasa tubuhnya memanas. Dia ambil dokumen perceraian yang disodorkan Benny itu. Dia angkat dokumen tersebut ke depan wajahnya, lalu menyobek-nyobeknya. "Kami tak akan bercerai!"ucapnya tegas, menatap tajam pada kakek istrinya. ... ..Suara Desta bergetar, “ Paman Ding, apa yang kamu katakan itu benar?" "Iya benar, Tuan muda. Mulai sekarang, anda boleh mewarisi semua aset keluarga Chu di kota Yunhai dan secara resmi masuk ke dalam urutan pewaris keluarga." "Terima kasih, Paman Ding." Desta menarik napas sedalam-dalamnya dan merasakan masam di hidungnya. Tidak ada yang tahu kalau Desta telah menunggu ucapan ini selama tiga tahun! Tiga tahun yang lalu karena tugas ujian aneh dari keluarganya. Dia dikirim masuk ke keluarga Chen oleh keluarganya untuk dijadikan menantu di keluarga Chen. Selama berada di keluarga Chen, Desta sangat rajin belajar, giat bekerja dan tidak terhitung sudah kerja kerasnya hanya untuk mendapatkan pengakuan yang baik dari keluarga Chen. Tapi pada akhirnya yang didapatkan oleh Desta hanyalah penghinaan gila-gilaan dari keluarga Chen ! Di mata keluarga Chen, Desta dari awal sampai akhir hanyalah pria sampa
“ Vina, Kenapa dia bisa di rumahmu? Andre Guo kenapa dia bisa di rumahmu ?” suara Desta Chu bergetar dengan wajah pucat menunjuk ke pria lain di sampingnya. Dia benar-benar tidak ingin percaya kalau dia menerima pesanan antar makanan untuk calon istrinya sendiri dan berniat memberi kejutan tapi pada akhirnya ketika membuka pintu rumah, dia melihat pria lain di dalam rumah. Apalagi dia kenal dengan pria ini, pria bernama Andre pria yang jaraknya lebih tua empat tahun darinya. Pada saat ini Andre menatap Desta dengan tatapan merendahkan seperti sedang melihat badut saja. Sedangkan Vina Chen, tidak ada ekspresi bersalah sama sekali di wajahnya, dia malah menatap Desta dengan tatapan jijik, dia membuka mulut dan memaki, “Sampah tidak berguna, teriak apa kamu itu! sudah merasa hebat ya? aku saja belum protes atas tindakanmu, kamu malah teriak marah duluan hah?” “Siapa yang menyuruhu jadi pengantar makanan hah? Aku dari dulu sudah bilang ke kamu jangan jadi pengantar makanan lagi. Tapi
Di ruang bilyar eksklusif di lantai 3... Beberapa orang berdiri merapat ke dinding, memantau situasi di situ dengan waspada. Seorang wanita berpakaian seksi baru saja menyodok bola putih dan berhasil mendorong bola nomor empat masuk. Di hadapannya, di seberang meja, seorang pria mengusap-usap kumis dan jambangnya yang tebal. Matanya terarah ke belahan dada wanita itu. Pria itu adalah Yanuar Winarto. Dia memang kerap menghabiskan waktunya untuk bermain bilyar ketika dia berada di kelab malamnya ini. Di titik ini, terdengar langkah-langkah kaki. Aurora muncul diikuti Martin. "Bang Yanuar, aku sedang mencari orang. Bisakah kau membantuku?" tanya Aurora. Permainan bilyar langsung terjeda. Yanuar menatap Aurora dan Martin dengan tatapan dingin. Para penjaganya juga menatap mereka, penuh kewaspadaan. "Oh, ya? Siapa yang kau cari? Dan siapa pria tampan yang kau bawa ini?" tanya Yanuar. Itu sepenuhnya basa-basi. Beberapa saat lalu, Yanuar ditelepon Selin, diberitahu soal apa
Seperti yang dikatakan si petugas keamanan, Klub Ballein memang dimiliki oleh Yanuar Winarto, salah satu mafia paling berkuasa di dunia bawah di Kota Hagasa. Tapi Yanuar bukanlah yang paling ditakuti. Yang paling ditakuti adalah sosok bernama Jordan Tyren, bos mafia yang terkenal kejam dan bengis. Dan Aurora adalah orang kepercayaannya Tyren. Tentu saja kemunculannya di hadapan kedua penjaga keamanan itu membuat mereka jiper. "Apa kalian tak mengerti apa yang kukatakan barusan? Cepat menyingkir! Beri kami jalan!" bentak Aurora. Kedua penjaga keamanan Klub Ballein itu refleks mundur selangkah. Rumor soal betapa brutalnya Aurora ketika sedang mengamuk sudah sampai ke telinga mereka. Dan saat ini wanita itu memancarkan aura seorang pembunuh. Entah apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka membuat Aurora kesal. Maka kedua penjaga kemanan itu pun langsung menyingkir, memberi jalan pada Aurora dan Martin. "Silakan masuk
Martin baru saja melewati loket administrasi rumah sakit ketika ponsel di saku celananya bergetar dan bergetar. Kesal, dia mengambilnya sambil bertanya-tanya siapa yang meneleponnya di saat dia sedang terburu-buru seperti ini. Rupanya itu Ben. Martin mengangkatnya dan meminta Ben langsung mengatakan apa yang ingin dikatakannya. [Saya tadi memerintahkan seseorang untuk menemui Anda, Tuan Muda. Mohon maaf saya lupa mengabarkannya.] "Itu saja?" [Iya, Tuan Muda. Dia wanita yang bisa diandalkan. Anda bisa memintanya melakukan sesuatu untuk Anda jika itu dibutuhkan.] Martin tak tertarik. Pikirannya terfokus pada situasi mencurigakan istrinya di Klub Ballein. Dia pun bertanya apakah masih ada hal yang ingin disampaikan Ben padanya. Ketika Ben menjawab "tidak", dia mengakhiri panggilan saat itu juga. Setibanya d iluar, Martin berdiri di trotoar menunggu taksi. Tiba-tiba, sebuah mobil Maserati merah mende
Julia berontak, sekuat tenaga menepis tangan kiri Carlon dan mendorong pria itu. Carlon terjengkang, tapi dia pun begitu. Para pengawal pribadinya Carlon langsung beranjak menghampiri Carlon. Tatapan mereka pada Julia kini penuh permusuhan. Sadar kalau situasinya saat ini sangat buru, Julia cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengetik pesan chat. Tapi belum juga selesai dia mengetik, Carlon bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya. Tak punya pilihan, Julia mengirim pesan yang belum selesai itu kepada Martin. Dia harap Martin akan memahami apa yang dia maksudkan. Saat ini hanya suaminya itulah yang bisa menolongnya. Trang! "Ah!" Carlon menendang ponsel di tangan Julia hingga ponsel itu terlempar jauh. Julia sendiri kini memegangi tangannya yang kesakitan. "Dasar wanita tak tahu diri! Harusnya kau sadari posisimu! Aku bisa saja menghancurkan perusahaan keluargamu kalau aku mau! Kau tak tahu si
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments