Share

tuan muda

Penulis: NN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 09:40:40

Benarkah itu, Tuan Muda? Anda berkenan kembali?]

Ben terdengar antusias. Martin bisa membayangkan di jauh sana Ben tersenyum lebar.

"Iya, aku akan kembali, dengan syarat kau memberiku 200 juta hari ini juga,"kata Martin.

[200 juta? Asal Tuan Muda mau kembali, 2 miliar juga akan aku langsung siapkan!]

Martin memikirkannya sebentar. Transaksi via M-banking memang sangat praktis. Uang itu bisa didapatkannya dalam waktu kurang dari satu menit. Tapi, dia punya ide lain.

"Aku butuh uang tunai. Aku ingin kau menyiapkan satu koper uang berisi 200 juta hari ini juga. Bisa?"

[Ah, baik. Siap, Tuan Muda. Segera saya siapkan satu koper uang yang Anda minta. Saya bawakan kopernya ke tempat Anda saat ini berada?]

"Jangan. Kau jangan ke sini. Biar aku saja yang membawa koper itu nanti. Kau tentukan saja di mana aku harus mengambilnya."

[Oh, kalau begitu, Anda bisa pergi ke Sapphire Sky. Nanti Anda bisa ke resepsionis kalau Anda mencari saya.]

Sapphire Sky adalah salah satu kelab malam termewah di pusat kota. Mereka yang berkunjung ke sana bisa menggelontorkan ratusan hingga miliaran rupiah setiap malamnya.

"Oke. Aku akan tiba di sana dalam setengah jam."

[Baik, Tuan Muda. Harap berhati-hati di perjalanan.]

Martin mengakhiri panggilan. Dia percepat langkah kakinya. Sekeluarnya dari rumah sakit dia langsung ke pinggir jalan dan menyetop taksi.

Setengah jam kemudian, Martin tiba di Sapphire Sky.

Ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di situ lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Dulu sekali, dia kerap menghabiskan waktu di situ ketika sedang suntuk atau penat.

"Ada keperluan apa?" tanya seorang pria tinggi-besar mengenakan jeans dan kaus hitam.

Martin menatapnya. Di kaus pria itu terpasang nametag dengan tulisan Robin. Di pinggangnya tersarung tongkat kejut listrik.

Tak salah lagi, dia adalah penjaga keamanan kelab.

"Aku mau masuk. Mau ketemu orang," kata Martin ketus.

Di perjalanan tadi dia sempat terjebak macet beberapa kali dan itu membuatnya kesal. Dia ingin cepat-cepat masuk dan mengambil koper berisi uang 200 juta itu.

"Siapa orang yang mau kau temui?" tanya Robin sambil memindai Martin dari ujung sepatu hingga ujung rambut.

Tatapan merendahkan pun diberikannya. Penampilan Martin terlampau biasa untuk seseorang yang hendak menghabiskan waktu di Sapphire Sky. Bahkan kalaupun dia datang untuk menemui seseorang seperti yang dikatakannya, Robin tak yakin Martin kenal dengan seseorang di dalam sini.

"Benjamin Hermawan. Dia memintaku datang ke sini," kata Martin.

Robin mengernyitkan kening. Bukankah Benjamin ini nama bos?

Sebentar kemudian, mata Robin membulat. Robin tahu kalau Benjamin Hermawan memang sedang ada di dalam.

Robin kemudian menatap Martin bingung. Apa benar pria berpenampilan teramat biasa ini berteman dengan pria terhormat nan berkelas seperti Benjamin Hermawan?

"Hey, kau! Jangan macam-macam, ya! Kau tidak asal menyebut nama orang penting hanya untuk bisa masuk ke Sapphire Sky, kan?" kata Robin dengan muka angkuh.

Martin mendengus kesal. Penjaga keamanan ini benar-benar menguji kesabarannya.

"Aku buru-buru. Menyingkirlah dan biarkan aku masuk," pinta Martin.

Giliran Robin yang mendengus. Dia ingin sekali menonjok Martin, tapi dia masih harus mendengarkan apa-apa yang dijelaskan si resepsionis padanya.

"Begini saja," kata Robin sambil mencantolkan lagi walkie-talkie di pinggangnya, "aku beri kau kesempatan untuk pergi. Ini Sapphire Sky, kelab malam untuk orang-orang super kaya dan berkelas. Gembel sepertimu tidak diterima di sini."

"Gembel katamu?" Martin memicingkan mata. Dia kepalkan tangannya yang kanan.

"Iya, gembel. Kalau kau mau minum-minum sampai mabuk, kau pergi saja ke kelab malam biasa di pinggiran kota. Di sana kau bisa bertemu dengan gembel-gembel lain."

"Bukankah sudah kubilang kalau aku ke sini untuk menemui Benjamin Hermawan? Dia ada di dalam, kan? Kenapa kau tak biarkan aku masuk?"

"Cih! Masih saja mencoba menipuku, hah! Kau pikir gembel sepertimu bisa berteman dengan pria berkelas seperti beliau? Jangan mimpi kau!"

Kepalan tangan Martin menguat. Darahnya mendidih. Rasa-rasanya dia ingin meludahi Robin tepat di mukanya.

"Ada apa ini?"

Seorang pria berkacamata dengan setelan jas hitam muncul dari pintu kelab yang terbuka. Di pergelangan tangan kirinya ada jam tangan rolex berlapis emas.

"Pak Jason, ini ada orang yang mengaku-aku datang untuk menemui bos kita," kata Robin.

Jason berjalan hingga berhenti tepat di samping Robin. Seperti halnya Robin tadi, dia memindai Martin dari ujung sepatu hingga ujung rambut.

"Kau yang mengaku-ngaku datang untuk menemui Tuan Ben?" tanya Jason.

"Iya. Cepat biarkan aku masuk sebab aku tak punya banyak waktu!" jawab Martin.

Jason tersenyum mencemooh. Dia mengeluarkan ponselnya lalu mulai merekam dirinya sendiri.

"Halo, Guys. Aku Jason, salah satu Manajer di Sapphire Sky. Ini ada rakyat jelata yang datang ke Sapphire Sky dan mengaku-aku berteman dengan Benjamin Hermawan."

"Ya ampun. Halu pasti dia ini. Jangankan berteman, dia kenal dengan beliau saja itu sudah tak mungkin.

"Benjamin Hermawan bukan orang yang bisa dijangkau orang kebanyakan. Bahkan aku saja yang sudah bekerja di Sapphire Sky selama bertahun-tahun belum punya kesempatan untuk mengobrol dengannya.

"Ketahuan sekali, kan, bohongnya orang ini? Well, namanya juga rakyat jelata. Bisa apa lagi dia selain bohon? Sialnya dia, kali ini bohongnya kebangetan!"

Di tengah-tengah melontarkan olok-oloknya yang kurang ajar itu, Jason mengarahkan kamera ponselnya ke Martin, merekam dengan jelas wajah Martin yang tak bersahabat.

Dia senang dengan hal itu. Nanti dia akan mengunggah rekaman video tersebut ke salah satu akun media sosialnya. Akan dia bagikan juga postingan itu ke teman-teman nongkrongnya.

Di titik ini, Martin geleng-geleng kepala. Dia ambil ponselnya dan menelepon Ben.

"Paman Ben, aku beri kamu satu menit untuk segera membawa koper uang itu ke bawah," perintah Martin.

Jason dan Robin bertukar pandang sebentar dan mengernyitkan kening. Mereka lalu kembali menatap Martin. Jason menyeringai dan mulai merekam lagi.

"Aku harus cepat kembali ke rumah sakit," ucap Martin.

Selang satu detik, dia mengakhiri panggilan. Dimasukkannya lagi ponselnya ke saku. Ditatapnya dua orang bodoh di hadapannya itu dengan mata memicing.

"Guys, masih soal si rakyat jelata tadi nih. Jadi, barusan itu dia bertingkah seolah-olah menelepon Benjamin Hermawan dan memintanya keluar untuk menjemputnya. Gila! Bisa-bisanya dia sehalu itu. Jangan-jangan dia pasien rumah sakit jiwa yang kabur. Hahaha..."

Jason tertawa lepas dan kencang. Robin di sampingnya tersenyum lebar dan mengangguk-angguk. Mereka tampak sangat menikmati momen ini.

"Apalagi sekarang? Masih ada pertunjukan yang mau kau persembahkan, wahai rakyat jelata?" ledek Jason sambil mengangkat kedua alisnya.

Martin tak mengatakan apa pun. Dia sudah jengah berurusan dengan dua orang ini. Dia harap Ben akan muncul dalam beberapa detik.

Saat itulah, pintu didorong dari dalam dengan kasar. Robin dan Jason refleks menoleh ke belakang, dan mereka terdiam mendapati Ben berdiri di ambang pintu dengan muka kesal.

"Tuan Ben..."

Hanya itu yang bisa dikatakan Jason. Meskipun dia menilai dirinya berkelas, dia tak punya cukup rasa percaya diri untuk berinteraksi dengan seseorang seperti Ben.

Ben melirik sekilas pada Jason lalu mengabaikannya, berjalan lurus ke arah Martin.

"Silakan masuk, Tuan Muda. Koper Anda sudah siap," ucap Ben.

Jason seketika terbelalak, begitu juga Robin. Mereka saling menatap dengan muka bingung.

"Anu... Tuan Ben... Anda mengenal orang ini...?" Jason memberanikan diri untuk bertanya.

Ben mendelik padanya, berkata, "Pria ini adalah orang yang sangat kuhormati. Kalian akan membayar mahal karena tak membiarkannya masuk dan malah mengusirnya!"

...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   2

    Suara Desta bergetar, “ Paman Ding, apa yang kamu katakan itu benar?" "Iya benar, Tuan muda. Mulai sekarang, anda boleh mewarisi semua aset keluarga Chu di kota Yunhai dan secara resmi masuk ke dalam urutan pewaris keluarga." "Terima kasih, Paman Ding." Desta menarik napas sedalam-dalamnya dan merasakan masam di hidungnya. Tidak ada yang tahu kalau Desta telah menunggu ucapan ini selama tiga tahun! Tiga tahun yang lalu karena tugas ujian aneh dari keluarganya. Dia dikirim masuk ke keluarga Chen oleh keluarganya untuk dijadikan menantu di keluarga Chen. Selama berada di keluarga Chen, Desta sangat rajin belajar, giat bekerja dan tidak terhitung sudah kerja kerasnya hanya untuk mendapatkan pengakuan yang baik dari keluarga Chen. Tapi pada akhirnya yang didapatkan oleh Desta hanyalah penghinaan gila-gilaan dari keluarga Chen ! Di mata keluarga Chen, Desta dari awal sampai akhir hanyalah pria sampa

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   1

    “ Vina, Kenapa dia bisa di rumahmu? Andre Guo kenapa dia bisa di rumahmu ?” suara Desta Chu bergetar dengan wajah pucat menunjuk ke pria lain di sampingnya. Dia benar-benar tidak ingin percaya kalau dia menerima pesanan antar makanan untuk calon istrinya sendiri dan berniat memberi kejutan tapi pada akhirnya ketika membuka pintu rumah, dia melihat pria lain di dalam rumah. Apalagi dia kenal dengan pria ini, pria bernama Andre pria yang jaraknya lebih tua empat tahun darinya. Pada saat ini Andre menatap Desta dengan tatapan merendahkan seperti sedang melihat badut saja. Sedangkan Vina Chen, tidak ada ekspresi bersalah sama sekali di wajahnya, dia malah menatap Desta dengan tatapan jijik, dia membuka mulut dan memaki, “Sampah tidak berguna, teriak apa kamu itu! sudah merasa hebat ya? aku saja belum protes atas tindakanmu, kamu malah teriak marah duluan hah?” “Siapa yang menyuruhu jadi pengantar makanan hah? Aku dari dulu sudah bilang ke kamu jangan jadi pengantar makanan lagi. Tapi

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   genting

    Di ruang bilyar eksklusif di lantai 3... Beberapa orang berdiri merapat ke dinding, memantau situasi di situ dengan waspada. Seorang wanita berpakaian seksi baru saja menyodok bola putih dan berhasil mendorong bola nomor empat masuk. Di hadapannya, di seberang meja, seorang pria mengusap-usap kumis dan jambangnya yang tebal. Matanya terarah ke belahan dada wanita itu. Pria itu adalah Yanuar Winarto. Dia memang kerap menghabiskan waktunya untuk bermain bilyar ketika dia berada di kelab malamnya ini. Di titik ini, terdengar langkah-langkah kaki. Aurora muncul diikuti Martin. "Bang Yanuar, aku sedang mencari orang. Bisakah kau membantuku?" tanya Aurora. Permainan bilyar langsung terjeda. Yanuar menatap Aurora dan Martin dengan tatapan dingin. Para penjaganya juga menatap mereka, penuh kewaspadaan. "Oh, ya? Siapa yang kau cari? Dan siapa pria tampan yang kau bawa ini?" tanya Yanuar. Itu sepenuhnya basa-basi. Beberapa saat lalu, Yanuar ditelepon Selin, diberitahu soal apa

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   klub ballein

    Seperti yang dikatakan si petugas keamanan, Klub Ballein memang dimiliki oleh Yanuar Winarto, salah satu mafia paling berkuasa di dunia bawah di Kota Hagasa.  Tapi Yanuar bukanlah yang paling ditakuti. Yang paling ditakuti adalah sosok bernama Jordan Tyren, bos mafia yang terkenal kejam dan bengis.  Dan Aurora adalah orang kepercayaannya Tyren. Tentu saja kemunculannya di hadapan kedua penjaga keamanan itu membuat mereka jiper.  "Apa kalian tak mengerti apa yang kukatakan barusan? Cepat menyingkir! Beri kami jalan!" bentak Aurora.  Kedua penjaga keamanan Klub Ballein itu refleks mundur selangkah. Rumor soal betapa brutalnya Aurora ketika sedang mengamuk sudah sampai ke telinga mereka. Dan saat ini wanita itu memancarkan aura seorang pembunuh. Entah apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka membuat Aurora kesal.  Maka kedua penjaga kemanan itu pun langsung menyingkir, memberi jalan pada Aurora dan Martin.  "Silakan masuk

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   tuan muda

    Martin baru saja melewati loket administrasi rumah sakit ketika ponsel di saku celananya bergetar dan bergetar.  Kesal, dia mengambilnya sambil bertanya-tanya siapa yang meneleponnya di saat dia sedang terburu-buru seperti ini.  Rupanya itu Ben. Martin mengangkatnya dan meminta Ben langsung mengatakan apa yang ingin dikatakannya.  [Saya tadi memerintahkan seseorang untuk menemui Anda, Tuan Muda. Mohon maaf saya lupa mengabarkannya.]  "Itu saja?"  [Iya, Tuan Muda. Dia wanita yang bisa diandalkan. Anda bisa memintanya melakukan sesuatu untuk Anda jika itu dibutuhkan.]  Martin tak tertarik. Pikirannya terfokus pada situasi mencurigakan istrinya di Klub Ballein.  Dia pun bertanya apakah masih ada hal yang ingin disampaikan Ben padanya. Ketika Ben menjawab "tidak", dia mengakhiri panggilan saat itu juga.  Setibanya d iluar, Martin berdiri di trotoar menunggu taksi. Tiba-tiba, sebuah mobil Maserati merah mende

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   mendesak

    Julia berontak, sekuat tenaga menepis tangan kiri Carlon dan mendorong pria itu.  Carlon terjengkang, tapi dia pun begitu. Para pengawal pribadinya Carlon langsung beranjak menghampiri Carlon. Tatapan mereka pada Julia kini penuh permusuhan.  Sadar kalau situasinya saat ini sangat buru, Julia cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengetik pesan chat. Tapi belum juga selesai dia mengetik, Carlon bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya.  Tak punya pilihan, Julia mengirim pesan yang belum selesai itu kepada Martin. Dia harap Martin akan memahami apa yang dia maksudkan. Saat ini hanya suaminya itulah yang bisa menolongnya.  Trang!  "Ah!"  Carlon menendang ponsel di tangan Julia hingga ponsel itu terlempar jauh. Julia sendiri kini memegangi tangannya yang kesakitan.  "Dasar wanita tak tahu diri! Harusnya kau sadari posisimu! Aku bisa saja menghancurkan perusahaan keluargamu kalau aku mau! Kau tak tahu si

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status