Ruang gereja itu pun dipenuhi oleh bisik-bisik para undangan. Mereka tahu di ruang lingkup mereka, sering mereka temukan seorang mafia. Bahkan di antaranya ada yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan para tamu itu. Sementara beberapa dari mereka ada yang menatap Crystal, termasuk di antaranya Monica. Yah ... Ayahnya adalah seorang mafia kelas kakap. Siapa yang tidak mengetahui itu?
Orang lain mungkin berpikir kalau Pastur itu seakan menyindir Crystal. Mungkinkah sang Pastur mengenal Crystal? begitu pikir mereka.Crystal sendiri menatap tajam pada Pastur itu. Merasa tersindir tentu saja. Namun ia tak dapat berbuat apa-apa."Crys, jangan dengarkan apa kata Pastur itu. Beliau pasti tidak bermaksud ingin menyindirmu," bujuk Monica."Diamlah, Be debah! Aku tak butuh basa-basimu!" umpat Crystal lirih. Matanya tetap tak putus menatap ke depan."Hari ini, besok dan seterusnya kita membutuhkan pria dan perempuan yang penuh cinta. Yang d"Julia?"Dalam kegelapan Ethan melihat Julia yang turun dari tangga Nido ke Ventra della Terra. Cahaya dari senter yang melekat di kening Ethan itu dapat menangkap dengan jelas sekarang, bagaimana situasi gadis itu ketika dia menuruni tangga."Sudah kuduga kau pasti akan datang untuk menyelamatkan anak-anak Aquila Nera," kata Julia. Di tangannya dia menggenggam senjata api berjenis revolver.Perempuan itu dengan rambut tergerai dan penampilan yang santai hingga akhirnya ia berhasil menjejakkan kaki di lantai ventra della terra."Julia." Ethan menghela napas panjang melihat wanita itu. Masih tak habis pikir Ethan dengan apa yang telah dilakukan oleh Julia mengkhianati kelompok mereka hanya untuk bergabung dengan The Monster."Ya, ini aku. Kenapa? Apa kau pikir aku tidak akan tahu kalau kau pasti akan melewati jalan darurat untuk masuk ke sini dan menyelamatkan mereka?" kata Julia dengan senyum sinis. Tangannya kini mengangkat senjata itu hingga sejajar bahu.Ethan tertawa kecil mende
"Satu, dua .... dorong!!!" Ethan mengintruksikan Fabiano untuk mendorong bersama-sama batu besar itu dengan suara yang tidak begitu keras."Hiiiaa .... sedikit lagi, Capo!" kata Fabiano.Batu besar itu mulai bergeser. Mereka semakin bersemangat mendorongnya."Satu, dua, dorong .... hiiaaa!!" suara seruan tertahan terdengar dari mulut keduanya ketika mendorong batu penghalang pintu darurat Ventra della Terra itu.Greggg!!! Greeeggg!!"Sudah, sudah, Fabiano! Aku rasa cukup begini saja. Kalau kita mendorongnya terlalu keras, yang ada batu ini akan menggelinding dan jatuh ke bawah tebing. Begini saja, asal tubuh kita bisa masuk ke dalam celah ini cukup bagi kita untuk masuk ke ventra della terra," kata Ethan."Huft ... hufft ... "Fabiano terlihat mengatur napas begitu mereka berhasil menggeser batu itu agar mereka bisa melewati celahnya."Akhirnya berhasil juga, hufft! Tapi Capo sebenernya aku heran juga kenapa harus diletakkan batu sebesar itu di sini, atau yang menjadi pertanyaanku ada
Di ruang utama Nido di Aquila Nera, perkelahian Sherman dan Moise berlangsung cukup lama karena teman-teman mereka tidak segera melerai kedua orang dewasa yang sedang baku hantam itu. Mereka baru bertindak melerai Moise dan Sherman setelah keduanya hampir babak belur karena satu sama lain."Sherman!! ... Moise! Jangan begini! Berhenti! Berhenti!" teriak salah seorang teman mereka yang terlihat berusia lebih tua dari keduanya.Keduanya tak lantas berhenti hanya karena diminta berhenti oleh orang lain. Yang ada keduanya malah semakin bernafsu untuk memenangkan perkelahian itu."Sherman, sudah! Berhenti saling berkelahi seperti ini. Tidak akan baik kalau Capo sampai tahu kalau ada di antara kita yang berkelahi seperti ini," tegur pria itu lagi sambil mencoba membatasi ruang gerak Sherman dengan cara memeluknya."Tidak! Lepaskan aku, Luca! Aku ingin memberi pelajaran pada pria sialan dan tidak tahu diri ini. Berani-beraninya dia menuduhku ingin mencari muka kepada Capo. Memangnya dia piki
"Ka-kalian?! Si-siapa?" Salah satu dari dua orang itu bertanya dengan terbata-bata."Menurutmu siapa, Dude?" Gustave yang menyahut anak buah The Monster itu.Belum mereka tersadar dari keterkejutannya, Ethan sudah bersalto sebanyak dua kali menjejak tanah dan yang ketiga kali, kakinya telah menendang keras kedua orang anak buah The Monster itu secara bergantian."Hup!! ... Huppp!! Hiyaaaa ...."BUGGH!!!Satu tendangan keras menghantam bagian wajah salah seorang anak buah The Monster tanpa orang itu sempat menghindar."Arghhh!!""Abramo!!" teriak temannya. Dia bersiap untuk menolong temennya, namun naas, ternyata tak hanya temen yang bernama Abramo itu yang mendapat tendangan dari Ethan, melainkan dirinya juga.BUGHH!"Huughh!!" Tendangan Ethan tempat mengenai leher pria itu. Rasanya sungguh menohok, hingga pria itu memuntahkan darah segar, sebelum akhirnya pria itu tumbang ke tanah yang beralaskan dedaunan kering."Si-siapa kau? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya pria yang bern
Ethan dengan perlahan berenang menepi ke pinggir laut yang berbatasan langsung dengan tebing, diikuti oleh anak buahnya Fabiano dan Gustave. Sementara anak buahnya yang lain mengambil posisi di tiap sisi tebing yang berbeda-beda. "Capo, apa Capo benar-benar bisa melakukan ini?" tanya Gustave sekali lagi."Aku sudah pernah berlatih beberapa kali memanjat tebing. Jangan khawatir," jawab Ethan sambil tangannya menyentuh dinding tebing yang kasar dan dingin itu."Tapi Capo hanya berlatih sekedarnya saja, kan? Sementara saat ini kita harus melakukan soloing yang biasa dilakukan professional. Capo, maksudku ... bagaimana kalau Capo tidak usah naik ke atas? Biarkan kami saja yang melakukannya. Capo cukup menunggu di bawah saja," usul Fabiano.Ethan geleng-geleng kepala mendengar usul Fabiano."Oh, ayolah, kau mengatakan itu tidak bermaksud mengejek aku kan? Seolah aku tidak akan mampu memanjat tebing itu sendiri. Fabiano, kau jangan meremehkan aku," kata Ethan dengan memasang raut wajah ke
Julia bersungut-sungut saat menaiki tangga untuk kembali ke lantai dua Nido di Aquila Nera yang telah berubah menjadi Nido The Monsta itu. Dia tak punya pilihan lain selain menuruti perintah Sherman, salah seorang anak buah The Monster yang kini telah menguasai markas besar Aquila Nera itu."Sialan itu! Dia pikir dia siapa?" umpat Julia geram sambil menghentak-hentakkan kakinya menapaki anak tangga demi anak tangga dengan kesal.Masih ia ingat tadi ketika dia hendak mencoba untuk ke Ventra Della Terra yang berada di bawah Nido ini, beberapa orang dari anak buah The Monster sampai menghadangnya, bahkan ada yang berani-berani menyentuhnya untuk mencegah ia agar tidak turun ke penjara bawah tanah itu tanpa seijin mereka. Sungguh sialan!Seketika Julia merasa jijik dibuatnya. Dia bersumpah jika Alfonso datang ke sini, dia akan meminta agar pria itu menghukum anak buahnya yang kurang ajar kepadanya, minimal menegurnya sehingga anak-anak buah The Monster itu tidak berani mengganggunya l