Share

2. Pergi Membawa Luka

Author: lyns_marlyn
last update Huling Na-update: 2024-10-03 15:22:43

"Perlu taksi bu?"

Untungnya, sebuah mobil berhenti tak lama di depan Adeline.

Ia sontak mengangguk. "Iya," jawab Adeline dengan cepat. "Apa ini kosong?"

"Kosong bu!" jawab sopir dari dalam.

Tanpa membuang waktu, Adeline segera menaruh kopernya dalam bagasi, setelah selesai Adeline segera masuk ke dalam mobil.

Perasaan lega langsung menyelimuti hati Adeline begitu duduk di dalam mobil.

"Ke mana bu?!" tanya sopir.

Adeline terdiam. Wajahnya menyiratkan kebingungan. "Ke mana? Dirinya mau ke mana?" pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Adeline.

"Bu," panggil sopir taksi melihat Adeline dari kaca spion dalam. "Ibu mau ke mana?"

"Jalan saja pak. Nanti saya kasih tahu," jawab Adeline.

Mobil melaju meninggalkan jalan yang telah memberi kenangan pahit dalam hidup Adeline. Meninggalkan luka di hati Adeline yang tak mungkin bisa sembuh dalam hitungan hari.

Setelah beberapa menit melaju, sopir taksi kembali bertanya. "Maaf, ibu mau ke mana? Saya harus tahu alamat yang mau ibu tuju."

"Ke hotel pak," jawab Adeline. "Hotel atau penginapan yang murah didekat-dekat sini saja."

"Baik bu," jawab sopir.

Adeline terdiam, pandangannya melihat ke luar. Perlahan lamunannya membawa pada kejadian beberapa menit yang lalu saat dirinya begitu marah dengan suaminya yang tidak mempercayainya lagi. Matanya yang sembab sekarang basah kembali oleh genangan air mata.

Sopir diam-diam memperhatikan Adeline. Ingin bertanya, tapi segan.

Adeline mengusap pipi yang telah basah oleh air mata bahkan isak tangisnya tak bisa ditahan lagi. Adeline menangis menumpahkan segala kesedihan yang dari tadi dipendamnya.

"Bu," panggil sopir iba. "Kenapa ibu menangis? Apa ibu baik-baik saja?!"

Adeline segera mengusap air matanya.

Adeline kembali duduk tenang. "Maaf, saya sedang terbawa perasaan."

Sopir taksi itu mengangguk walau ragu. "Oh, iya.Penginapan seperti apa yang ibu mau?"

"Penginapan yang murah saja pak," ujar Adeline teringat isi dompetnya tidak ada uang banyak bahkan tidak membawa barang berharga, apalagi sekarang harus membayar taksi.

"Baik bu," jawab sopir. "Kalau boleh tahu, berapa lama ibu akan tinggal di penginapan? Biar nanti saya carikan yang sesuai."

"Saya tidak tahu," jawab Adeline pelan. Memang benar-benar tidak tahu.

"Boleh saya kasih saran bu?!"

"Saran apa?!"

"Menurutku, jika ibu akan lama tinggal di penginapan, lebih baik ibu sewa saja kontrakan atau tempat kost-kostan. Itu akan jauh lebih menghemat," jawab sopir. "Tapi itu terserah ibu, saya hanya memberi saran karena yang saya lihat, ibu sepertinya sedang dalam kesulitan."

Saran dari sopir masuk akal juga. Adeline mengangguk. "Boleh juga. Apa ada kontrakkan yang murah?!"

"Ada bu! Kebetulan kontrakkannya dekat rumah saya!" jawab sopir.

Mata sembab Adeline berbinar. Setidaknya dalam kesedihan telah difitnah mertuanya masih ada orang lain yang peduli. "Kalau begitu kita ke sana pak!"

Tak membutuhkan waktu lama. Rumah kontrakan yang ternyata cukup nyaman telah Adeline sewa dan siap untuk ditempati selama beberapa waktu ke depan.

Untungnya, dari begitu banyak musibah, ada hal baik yang juga mengikuti Adeline.


Setelah turun hujan pasti akan muncul pelangi...

Adeline percaya itu.

Terbukti hari ini, badai telah berlalu di hidup Adeline Shabira.

Setelah melewati masa-masa sulit, sudah saatnya Adeline harus bangkit karena hidup terus berlanjut.

"Semoga hari ini aku mendapat pekerjaan," gumam Adeline, setelah itu bergegas pergi mencari kerja.

Meski ditolak, semangatnya tidak padam.

Mungkinkah lepas dari jerat mertua dan ipar toxic, mengubahnya seperti ini?


Tin!

Tin!


Suara klakson mobil mendadak menghentikan langkah Adeline.

Ditengoknya ke belakang, sebuah mobil Fortuner hitam berhenti tepat di belakangnya.

Tak lama kemudian, pria bersetelan jas hitam keluar dari dalam mobil. Senyum lebar terukir dibibir tipisnya.

"Axel?" seru Adeline tak percaya melihat orang di depannya.

Bagaimana bisa ia bertemu sahabat lamanya di sini?

"Apa kabarmu?l" tanya Axel setelah berdiri depan Adeline.

"Baik, kabarku sangat baik! Kupikir siapa yang berisik dengan klakson," canda Adeline, "eh ternyata Mr. Axel."

"He-he-he," Axel terkekeh. "Kamu sedang apa di sini?"

Adeline menghela napas.

Wajah senangnya berubah jadi sedih. "Panjang. Bisakah kita bicara di tempat lain?!"

Tanpa banyak bertanya, Axel membawa Adeline ke sebuah restoran yang tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.

"Ok, pesanan sudah datang. Sebaiknya kita habiskan dulu sarapan kita ini. Setelah itu, kita lanjut bicara. Bagaimana?!" tanya Axel setelah mereka berdua telah duduk di dalam restoran.

Adeline mengangguk, "iya, kebetulan aku juga belum sarapan."

Tak ada yang bicara lagi, Axel berusaha membuat Adeline senyaman mungkin, apalagi melihat kedua mata Adeline terlihat bengkak seperti baru habis menangis.

"Makanannya enak," puji Adeline setelah selesai menghabiskan semua isi piringnya.

"Baguslah kalau kamu suka."

Gurat kesedihan nampak jelas diwajah Adeline. Disembunyikan serapat apapun tetap kelihatan di mata Axel. Persahabatan yang telah terjalin cukup lama membuat Axel sangat mengenal Adeline.

"Axel," Adeline memulai pembicaraan setelah beberapa saat diam. "Apa kamu bisa membantuku?!"

"Bantu apa?!" tanya Axel.

"Mencarikanku pekerjaan," jawab Adeline pelan.

Axel terdiam, menatap wajah Adeline yang tertunduk penuh dengan gurat kesedihan.

"Aku butuh pekerjaan untuk menyambung hidupku," bisik Adeline serak. Bayangan dirinya keluar dari rumah suaminya kembali menari dalam kepalanya sehingga butir air mata satu per satu jatuh membasahi pipi.

Axel tak bicara. Hatinya terenyuh melihat sahabatnya yang nampak sedih dan tertekan.

Perlahan satu per satu cerita mengalir dari bibir Adeline tanpa Axel minta. Penderitaan yang selama ini dipendamnya, diceritakan semua pada Axel sampai berani mengambil keputusan pergi meninggalkan suami yang lebih percaya pada ibunya yang jelas-jelas telah memfitnah dirinya.

"Jadi, saat kita bertemu itu, adik iparmu telah membuat video kita?!" tanya Axel.

Adeline mengangguk.

"Astaga!" Axel geleng-geleng kepala. "Mereka telah salah paham. Kenapa kamu tak menjelaskan semuanya kalau kita ini berteman?!"

"Untuk apa?!" ucap Adeline serak di antara isak tangisnya. "Tak ada yang akan percaya padaku. Bahkan suami yang aku junjung tinggi pun, tak sedikitpun percaya padaku."

"Jahat sekali mereka!" umpat Axel geram. "Bisa ku bayangkan, kamu pasti sangat tersiksa."

Adeline tersenyum getir. "Terkadang aku berpikir, kenapa hidup ini begitu tidak adil?"

Axel memandang iba Adeline. "Jangan berpikir seperti itu! Jangan berprasangka buruk pada hidupmu!"

"Tapi itu kenyataannya," tukas Adeline. "Aku bahkan tidak tahu dari rahim siapa aku dilahirkan! Jangankan mertua dan suamiku yang sayang padaku, kedua orangtuaku sendiri, tega membuangku ke panti asuhan!"

Axel diam, tapi hati kecilnya bicara, "seandainya kamu tahu siapa dirimu yang sebenarnya, aku yakin kamu pasti akan terkejut. Sabarlah, aku akan membantumu keluar dari masalah hidup yang menurutmu tidak adil."

Adeline menghapus air mata di pipi. "Maafkan aku Axel. Aku terbawa suasana hati sehingga bicara yang tidak-tidak."

"Tak apa Adeline. Kamu bebas bercerita apa saja padaku," ujar Axel. "Setidaknya dengan bercerita, beban hatimu sedikit bisa terobati. Tapi ngomong-ngomong, apa kamu mau bekerja di tempatku?!"

Hah?

Mata Adeline membelalak mendengar ucapan Axel.






Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    49. Akhirnya Ku Menemukan Mu

    "Detektif?" "Iya," Jihan mengangguk. "Seorang detektif untuk mencari keberadaan Nyonya Adeline.""Kenapa aku tidak terpikirkan sampai ke situ?" gumam Ronald."Karena bapak terlalu fokus mencari nyonya Adeline dengan cara bapak sendiri," jawab Jihan. "Kalau begitu, aku akan mencoba minta bantuan temanku, siap tahu dia punya koneksi orang yang bisa membantuku mencari Adeline," ujar Ronald."Iya, pak. Semoga nyonya bisa cepat ditemukan."Jihan kemudian meletakkan beberapa map di atas meja. "Apa ini?" tanya Ronald."Berkas yang harus bapak tanda tangan, tapi sebelumnya bapak harus lihat lagi. Mungkin saja, saya ada kesalahan.""Iya, baiklah. Biar saya periksa lagi nanti," jelas Ronald. Setelah itu, Jihan langsung pergi meninggalkan ruangan Ronald. Kembali duduk di meja sekretarisnya. "Pak Ronald sekarang terlihat kusut dan tua. Kasihan banget," gumamnya."Siapa yang tua dan kusut?!"Jihan melonjak kaget. "Astaga!" Pria berpostur tubuh tinggi berdiri di belakang Jihan. "Hehehe. Kaget

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    48. Kesedihan Membawa Perubahan

    "Kak Adeline sudah pergi," jawab Irene. "Tadi bertemu di luar, ditempat parkir.""Kenapa tadi tidak bilang kamu ada di mall ini," sergah Ronald kesal. "Aku kan tidak tahu kakak ada di mall ini! Tadi waktu ditelpon cuma bilang lagi makan siang dengan Jihan!" sanggah Irene tidak mau disalahkan.Ronald mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Tadi Adeline dengan siapa?""Dengan seorang wanita!""Wanita?"Irene mengangguk. "Iya dan kak Adeline memanggil wanita itu mama," jelasnya lagi. "Betulkan Kevin?! Kau tadi mendengarnya bukan?" "Iya," jawab Kevin."Kamu mengenal wanita yang bersama Adeline?!" tanya Ronald. Irene menggeleng. "Tidak. Dilihat dari penampilannya, wanita itu bukan orang biasa. Wanita itu sangat anggun dan berkelas."Ronald terdiam."Mereka berdua terlihat sangat akrab," lanjut Irene. "Mungkin saja ,,, ""Apa?!" "Mungkin saja wanita itu calon mertuanya," sambung IreneDeg!Jantung Ronald berdetak kencang. Seketika hawa panas langsung menyelimuti seluruh tubuhnya. "Mungki

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    47. Pertemuan Tidak Disengaja

    "Bapak memang Bos yang sangat pengertian," puji Jihan. "Memuji kalau ada maunya." Ronald langsung masuk ke restoran."Yes!" Jihan tersenyum lebar mengikuti Ronald dari belakang. Ronald mencari meja yang nyaman dan strategis. "Kita duduk di mana?""Di sana saja!" tunjuk Jihan pada meja di sudut ruangan. Setelah mendapat meja yang cocok, Ronald pesan menu begitu juga dengan Jihan yang tidak hentinya tersenyum senang karena makan siangnya gratis.Tidak jauh dari meja Ronald, Adeline sedang asik mengobrol dengan Nyonya Adras, menceritakan tentang perjalanan hidupnya selama ini."Mama lega ternyata kamu di adopsi orang baik, tapi sayang sekali umur mereka tidak panjang. Mama tidak bisa mengucapkan terima kasih kepada orangtua angkat mu.""Iya. Mereka meninggal saat aku masih muda. Tapi aku tetap bersyukur telah mengenal mereka dan melindungiku dari panas dan hujan," jelas Adeline. "Mereka sangat menyayangi aku.""Andai mereka masih ada, mama pasti akan mengucapkan banyak terima kasih."

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    46. Wanita Itu Mertua Ku

    Seorang pegawai butik datang dengan membawa nampan kecil. "Ini juice pesanannya. Silahkan.""Terima kasih," jawab Nyonya Adras tersenyum ramah."Sama-sama, nyonya." Tak lama kemudian datang pegawai yang lain. "Maaf, nyonya, Nyonya Kati meminta anda datang ke ruangannya.""Saya?" Nyonya Adras menunjuk dirinya sendiri karena di situ juga ada Nyonya Melani."Iya. Mari ikut dengan saya, nyonya," jawab pegawai tersebut."Iya, baiklah." Nyonya Adras mengambil tas brandednya. "Maaf Nyonya Melanie, saya masuk dulu.""Iya, silahkan." Nyonya Adras pergi mengikuti pegawai butik masuk ke salah satu ruangan meninggalkan Melanie yang menatapnya tanpa berkedip."Benar-benar wanita berkelas, dari ujung kaki sampai ujung rambut semua barang yang dipakainya branded. Apalagi kalung diamond yang berkilauan itu, aku yakin harganya ratusan juta," gumam Melanie.Di dalam ruangan, Adeline sudah memilih beberapa pakaian yang cocok dengannya. "Ma, lihat ini. Apa cocok untukku?""Ini pakaian yang kamu pili

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    45. Sok Akrab

    "Sudahlah, lupakan dulu masalahmu itu. Sekarang, kamu bersiap-siap.""Bersiap-siap untuk apa?" tanya Adeline."Kita akan pergi belanja.""Mama mau beli apa?!" tanya Adeline. "Kita akan beli semua keperluan mu. Banyak yang harus kita beli. Kamu butuh baju dan perhiasan.""Aku tidak perlu semua itu. Bajuku juga banyak dan masih layak dipakai," jelas Adeline. "Ikuti saja apa yang mama katakan." "Tapi ma ,,,,"Nyonya Adras bangun dari duduk. "Tidak ada tapi-tapian."Adeline menghela napas, melihat wajah mamanya. "Baiklah, ma."Tidak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk bersiap dan dalam waktu yang singkat telah sampai di mall. "Pak sopir, ini uang untuk beli kopi. Tunggu di dimanapun yang kau mau, tapi jangan terlalu jauh. Aktifkan selalu ponselnya," ucap Nyonya Adras pada sopir pribadinya."Baik, nyonya.""Ayo, Adeline. Kita akan membeli semua keperluanmu."Nyonya Adras dan Adeline ke luar dari dalam mobil. Adeline hanya mengikuti apa yang dikatakan mamanya. Walau terasa mas

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    44. Jalan Terbaik

    Semua orang langsung menoleh ke arah pintu. "Selamat pagi kak Ronald," sapa Pamela.Ronald duduk di kursi tempat biasa. "Pagi," jawabnya. "Siapa tadi yang tukang selingkuh?""Istrimu," jawab Melani.Tidak ada ekspresi dari Ronald, dengan santainya mengoles roti pakai mentega. "Bibi, minta kopi seperti biasa, jangan terlalu manis.""Iya, tuan.""Kakak kurang tidur ya?" tanya Pamela."Kenapa?""Mata kakak seperti panda, ada lingkaran hitamnya," jawab Pamela."Tapi tetap ganteng, kan?" "He-he-he. Iya tetap ganteng." Pamela terkekeh. "Kak ....""Kenapa?" "Uang jajanku belum ditransfer sudah telat tiga hari," jelas Pamela."O ya? Pasti kakak lupa," jawab Ronald mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. "Ini kakak transfer."Tak lama terdengar bunyi notif pesan dari ponsel Pamela. "Terima kasih kak.""Belajar yang rajin. Kalau kamu juara kelas tahun ini, nanti kakak kasih hadiah."Mata Pamela berbinar. "Hadiah?""Iya, kamu boleh minta apapun" jawab Ronald sambil menguyah roti."Hadiahnya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status