/ Rumah Tangga / Menantu Terbuang dipinang Sultan / Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

공유

Bab 7 Reaksi Ibu mertua dan Ipar

last update 최신 업데이트: 2025-01-21 15:30:40

"Apa? Ngontrak? Punya uang darimana kamu?" Ibu mertua marah mendengar keinginanku ngontrak.

"Dia bisnis kali, Bu!" terdengar Mas Heri menengahi.

"Bisnis apa yang menghasilkan duit cepat dan banyak, Mas?" Mbak Indri mengedipkan matanya pada ibu.

"Oh, ibu ngerti. Jadi kamu selama sebulan ini pamit kerja itu ju al diri, ya? Wah, nggak nyangka. Ada juga yang tertarik sama kamu hingga pakai jasamu! Memangnya berapa ta rif mu sekali main?" Ibu mertua langsung menghakimi. Sementara mbak Indri tertawa puas.

"Astaghfirullah, Bu. Aku masih punya harga diri, aku masih punya iman. Aku selama ini bekerja dari rumah ke rumah. Bukan ju al diri!" aku berdiri tak terima dengan tuduhan hina ini.

"Alah, kalau benar kerja begitu. Ngapain pingin ngontrak segala?" Ibu masih tidak percaya.

"Aku nggak mau merepotkan ibu dengan menumpang disini." Jawabku masih berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu mertua.

"Dengar ya, Laras. Kamu boleh keluar dari rumah ini setelah melunasi sewa kos kamu bulan lalu sama bulan sekarang. Dua juta rupiah," Ibu mertua menatap tajam.

"Tapi, Bu! Kenapa mahal sekali? Masa satu bulan sa tu ju ta. Padahal disini aku juga kerja melayani kalian," jawabku tak terima.

"Terserah, kasih ibu sekarang uwang dua j u t a. Kalau nggak punya, jangan harap kamu bisa keluar dari rumah ini!" Ibu mertua pergi meninggalkan aku begitu saja diiringi mbak Indri.

"Oh, ya Laras. Baju Mbak tolong setrika ya yang dijemur itu. Sepuluh menit lagi aku dan ibu mau ke pengajian," suara mbak Indri membuatku geram.

"Cepat kerjakan yang diminta Indri. Kalau keberatan, beri ibu dua j u t a sekarang juga!" Bentak ibu.

"Laras mau berangkat kerja, Bu!" aku keberatan karena sudah jam setengah tujuh.

"Mulai melawan kamu ya. Kerjakan atau anakmu akan ibu suruh menyetrika baju Indri!" ujar Ibu kembali, keluar dari kamar dengan muslim terbaru.

Dengan terpaksa, aku menyetrika baju mbak Indri karena nggak mau Kania terluka.

"Gitu dong, jangan lelet kalau disuruh," ibu mertua tersenyum bahagia, melihat mbak Indri memakai gamis senada dengan dirinya.

"Eh, tunggu sebentar. Emas ibu ketinggalan," ucapnya kepada mbak Indri.

"Ayok, kita berangkat, Sayang!" ibu menggandeng tangan mbak Indri sambil memperlihatkan gelang model baru.

"Gelang baru ya, Bu! Boleh dong nanti Indri pinjam kalau kondangan," rengek mbak Indri.

"Buat kamu apa yang nggak sih? Asal kamu secepatnya kasih ibu cucu," jawab ibu mertua sambil tersenyum.

Sedangkan aku, melihat pemandangan di depanku dengan hati teriris. Kalaupun mereka nggak sayang sama aku, setidaknya ada sedikit kasih sayang untuk Kania, putriku. Cucu mereka satu-satunya.

"Loh, Jeng Erlin, kok istrinya Roni nggak diajak pengajian juga?" tanya salah seorang tetangga.

"Dia mah kerja, Bu. Lagian mana punya dia baju bagus seperti Indri buat ke pengajian,"

"Sudah ah. Kenapa bahas si Laras sih?" Ibu mertua merenggut. Berjalan mendahului teman-temannya menggandeng Indri.

"Yang sabar ya, Laras!" hibur tetanggaku yang menatapku iba.

"Iya, Bu. Terimakasih," jawabku sambil permisi mengayuh sepeda bututku menuju tempatku mengabdi selama ini.

Disinilah aku bisa mendapatkan kasih sayang serta dukungan dari rekan sesama guru. Begitu pun dengan Kania, disekolah ini aku bisa melihat putriku tertawa riang bersama teman-temannya.

"Kamu kenapa? Kok mukanya di tekuk begitu?" Nilam, teman dekatku di sekolah ini menyenggol lenganku.

"Aku ingin pindah ngontrak, Lam," jawabku asal.

"Lho bukannya kamu udah ngontrak?" Nilam makin kepo. Salahku juga aku belum bicara apapun sama dia.

"Aku di usir dari kontrakan yang dulu. Sekarang tinggal di rumah mertua," aku tertunduk lesu.

"Ya Allah, mau-maunya kamu tinggal dengan mertua kejam seperti itu, Laras?" Nilam bergidik.

"Yah, mau gimana lagi. Mau pindah ngontrak, uangnya nggak ada." aku menarik nafas panjang.

"Terus sekarang ngapain mau pindah ngontrak lagi?" Nilam makin kepo.

"Aku udah nggak tahan dengan sikap mertua dan iparku. Kasihan Kania, dia tertekan tinggal bersama neneknya," aku kembali tertunduk.

"Ya udah pindah aja, Laras. Perlu aku bantu nggak? Biar nanti mobil ayahku yang angkut barang kamu," Nilam menawarkan diri.

"Masalahnya ibu mertua memintaku uang d ua ju ta kalau mau keluar dari rumahnya, Nilam." Aku menerangkan.

"Astaghfirullah, itu mertua apa rentenir sih? Bikin emosi aja," suara Nilam mulai meninggi.

"Ssst, jangan berisik!" Bisikku mendelik. Sementara dia hanya cengengesan saat rekan guru yang lain menatap ke arah kami.

"Kalau aku ada u ang, aku bantu deh du it segitu mah. Nanti kabarin aja kalau kamu mau pindah. Jangan betah lama-lama disana. Bisa mati berdiri kamu nanti," ucap Nilam membuatku terharu.

"Makasih, kamu memang sahabat terbaik aku." Jawabku terisak.

"Tapi aku mencoba bertahan dulu sampai akhir bulan ini. Nunggu Mas Roni pulang. Kemarin dia bilang mau pulang akhir bulan ini,"

"Sip. Pokoknya kalau nanti butuh apapun, call me ya! Jangan sungkan. Sekarang cari anakmu, kita jajan dulu." Nilam berdiri keluar dari ruangan kantor diikuti langkahku.

Kami pun menikmati sepiring siomay sambil bercanda bersama Kania.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 17 Rasa yang Mulai Bersemi

    "Kamu itu terlalu keras kepala, Laras!" Suara Nilam menggema di dalam kafe kecil yang sepi. Laras menatap sahabatnya dengan alis bertaut. Matanya menyipit, jelas tidak suka dengan nada menekan yang digunakan Nilam."Aku nggak keras kepala," Laras membalas datar. "Aku cuma tahu batasanku."Nilam mendengus. Ia meletakkan cangkir kopinya dengan kasar di meja. "Batasan? Laras, kamu udah terlalu lama ngebatasin diri sendiri! Sampai kapan mau terus begini?"Laras menghela napas. Pembicaraan ini lagi. Setiap kali mereka bertemu, topik ini selalu muncul. Seolah-olah ada magnet yang menarik mereka ke arah yang sama, ke arah yang penuh dengan ketidakpastian dan ketakutan."Kalau ini soal Arman, aku nggak mau bahas.""Tapi aku mau!" Nilam menyela cepat. "Dengar ya, Ras. Nggak gampang ketemu laki-laki baik di dunia ini. Apalagi yang mau bantu kamu tanpa pamrih. Kamu tahu sendiri Arman itu bukan orang sembarangan. Dia punya segalanya. Tapi tetap aja dia peduli sama kamu. Masa kamu nggak ngerasain

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 16 Kenangan di rumah lama

    "Kamu harus ngerti keadaan, Laras! Ini bukan buat Roni aja, tapi buat keluarga kita juga!"Suara Erlin menggema di ruang tamu rumahnya yang sempit. Matanya menatap tajam ke arah Laras, yang berdiri tegak dengan wajah pucat. Rasa cemas dan marah berkumpul di dadanya, membuatnya sulit bernapas."Apa maksud Ibu?" Laras menahan gemetar di suaranya, tapi kedua tangannya sudah mengepal di sisi tubuhnya. Ia berusaha menahan emosi yang ingin meledak."Roni itu butuh istri yang bisa ngurus keluarga ini, bisa bantu ekonomi, bisa—"Laras tertawa sinis, memotong ucapan mertuanya. "Bisa nyenengin kalian semua, maksudnya?"Plak!Tangan Erlin melayang cepat, menampar pipi Laras dengan keras. Suaranya memecah keheningan, dan Laras tertegun dengan rasa sakit yang mendalam."Kamu jangan kurang ajar, ya!" Erlin melotot, napasnya memburu. "Selama ini keluarga kita udah cukup sabar sama kamu! Ngasih makan kamu, nerima kamu! Sekarang, Roni mau nikah lagi, kamu harus ngerti! Kalau nggak mau, silakan pergi d

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 15 Penyesuaian diri

    "Bu Laras, tolong revisi laporan ini. Ada beberapa data yang kurang sesuai." Suara sekretaris kantor, Bu Rini, terdengar tegas. Laras menatap berkas yang baru saja ia serahkan, lalu mengangguk cepat. Tangannya sedikit gemetar saat mengambil kembali kertas itu. Rasa cemas dan ketidakpastian menyelimuti pikirannya. "Baik, Bu. Saya perbaiki sekarang." Bu Rini mengangguk tanpa senyum, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Laras menelan ludah, menatap layar komputer dengan cemas. Ini baru hari ketiga ia bekerja sebagai asisten pribadi Arman, dan rasanya ia masih sangat jauh dari kata terbiasa. Setiap detik di kantor ini terasa seperti pertaruhan, dan ia tidak ingin mengecewakan atasan barunya. Ia memang sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi dunia kerja kantoran jauh berbeda dengan dunia mengajarnya dulu. Ada banyak istilah baru yang harus ia pahami, banyak prosedur yang belum ia kuasai. Rasa nostalgia melanda saat ia mengingat kelas-kelas yang pernah ia ajar, di mana ia bisa ber

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 14 Memulai Kehidupan Baru

    "Kamu pikir gampang, Laras?! Dunia ini kejam, nggak ada yang bantu orang tanpa pamrih!"Laras terdiam, tangannya mengepal di balik meja kayu tua di warung kecil tempat ia dan Nilam duduk. Suara Heri masih terngiang di telinganya, meski lelaki itu sudah pergi beberapa menit lalu. Kata-kata Heri itu seperti belati yang menusuk jiwanya, menyisakan perasaan ketidakpastian yang menggelayuti pikirannya."Nanti juga kamu bakal tahu sendiri, Laras. Orang kaya tuh nggak ada yang benar-benar tulus," lanjut Heri tadi, dengan senyum meremehkan sebelum ia berlalu. Kekecewaan dan kemarahan bercampur menjadi satu dalam diri Laras, membuatnya merenungkan kembali semua yang telah terjadi dalam hidupnya.Laras menarik napas panjang. Matanya mengarah ke Kania yang duduk di ujung meja, sibuk memainkan sedotan di gelas plastik kosongnya. Bocah itu tampak lelah, tapi tidak mengeluh. Laras mengagumi semangat Kania yang tak kunjung padam, meski mereka telah melalui banyak kesulitan. Ia ingin sekali memberika

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 13 Pertemuan dengan Arman

    "Nggak ada lagi tempat buat kamu di sini, Laras! Kamu sama anakmu pergi sekarang juga!" Suara Erlin menggema di halaman depan rumah. Wajahnya memerah, penuh kemarahan, sementara tangannya menunjuk gerbang dengan tegas.Laras menggenggam erat tangan Kania yang berdiri di sampingnya. Gadis kecil itu menunduk, memeluk boneka lusuhnya dengan wajah ketakutan. "Bu Erlin, tolong... ini udah malam. Kami nggak punya tempat tujuan. Kasihan Kania," kata Laras dengan suara bergetar."Itu bukan urusan saya! Kamu pikir saya mau ngurusin kamu sama anakmu terus? Udah, pergi aja ke mana kek! Jangan ganggu hidup kami lagi!"Erlin melambaikan tangannya seperti mengusir lalat, sementara di belakangnya, Roni hanya berdiri diam tanpa sepatah kata. "Ron, tolong bilangin ibu kamu. Ini anakmu juga, Kania butuh tempat tinggal," Laras mencoba mencari belas kasihan dari lelaki yang dulu pernah ia panggil suami.Tapi Roni hanya menggaruk kepala, menunduk seolah-olah tak ingin terlibat. "Udah, Ras. Jangan bikin ri

  • Menantu Terbuang dipinang Sultan   Bab 12 Keputusan yang Sulit

    "Kalau kamu memang enggak mau terima perempuan itu, Laras, lebih baik kamu pergi dari rumah ini!" Erlin berdiri sambil menunjuk pintu depan dengan wajah penuh amarah. Suaranya menggema di ruang tamu yang kecil, membuat dinding terasa bergetar. Laras menatap ibu mertuanya dengan mata berkilat. Tangannya gemetar, tapi ia tidak ingin terlihat lemah. Di sampingnya, Kania berdiri memegang ujung bajunya erat-erat, wajah kecilnya bingung melihat pertengkaran itu. "Bu, ini rumah saya juga. Saya sudah bertahun-tahun tinggal di sini. Kalau saya pergi, di mana saya dan Kania harus tinggal?" Laras berusaha tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak. Erlin memutar bola matanya, lalu mendekat dengan langkah cepat. "Jangan sok drama, Laras! Rumah ini dibangun oleh keluarga kami. Kamu itu cuma numpang! Kalau enggak mau nurut sama keputusan keluarga, ya silakan angkat kaki!""Keputusan keluarga?" Laras mendengus, lalu menatap Erlin tajam. "Keluarga mana, Bu? Dari awal saya menikah dengan Roni, say

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status