Menantu Terbuang dipinang Sultan

Menantu Terbuang dipinang Sultan

last updateLast Updated : 2025-03-23
By:  Nada azkia Salsabila Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
17Chapters
225views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Punya suami pemalas dan pengangguran ditambah mertua yang memperlakukannya dengan buruk membuat hidup Larasati dibawah tekanan. Apalagi penghasilannya yang hanya guru honor di sebuah SD sangat sedikit, membuatnya harus putar otak mencari tambahan. Namun malangnya, ibu mertua malah menginginkan suaminya menikah lagi dengan wanita lain disaat dirinya mencoba sabar dan setia. Mampukah Larasati mempertahankan rumah tangganya atau memilih mundur dan menyerah?

View More

Chapter 1

Bab 1 Ayam goreng untuk putriku

"Kok makanannya cuma diaduk gitu, Nak?" aku melirik ke arah Kania putri satu-satunya,

"Nia pingin makan dengan ayam goreng, Bu!" wajah cantiknya berubah sendu,

"Pagi begini mana ada ayam goreng, Nak! Ibu belum sempat belanja!" jawabku menghiburnya,

"Tuh... Mamanya ridho sempat kok belanja, Bu! Wanginya aja tercium enak sekali, apalagi rasanya!" Kania menelan air liurnya.

Mendengar ocehan putriku hati ini mencelos seketika. Dengan mengusap sudut mata ini aku mendekati Kania sambil mengelus pucuk kepalanya lembut.

"Mungkin mamanya Ridho beli ayamnya kemarin sore, Nak! Sekarang Nia habiskan dulu makannya! Ibu janji kalau gajian nanti Ibu akan belikan Nia ayam yang banyak!" ucapku menahan getir berusaha tersenyum,

"Hore! Janji ya, Bu! Nia udah bosan makan cuma dengan sambal atau garam," celoteh riang putriku sukses membuat ulu hati ini berdenyut nyeri.

Ini memang akhir bulan, tak ada sedikitpun uang di dompetku. Mas Roni suamiku masih berselimut mimpi di kamar. Tak sedikitpun rasa risau padanya bagaimana biaya Kania sehari-hari. Didikan orangtuanya yang memanjakan Mas Roni dari kecil membuatnya tumbuh menjadi laki-laki malas.

"Ayok, Nak! Kita berangkat!" ajakku pada Kania yang bersiap menggendong tas kecilnya.

"Laras! Mau kemana kamu! Kalau mau pergi tuh sarapan buat suami harus sudah tersedia di meja!" suara Mas Roni dari arah dapur berteriak kencang,

"Ayok, Nia! Cepat naik!" aku bersiap membonceng Kania lalu mengayuh kencang sepeda tuaku.

"Dasar istri nggak berguna!" teriak Mas Roni di pintu depan sambil melempar batu ke arahku.

"Aduh!" aku menjerit pelan tatkala batu sebesar genggaman tangan dewasa mengenai betisku.

"Laras! Tunggu!" tiba-tiba laju sepedaku dihadang Bu Imas pemilik kontrakan.

"Laras! Kamu nggak lupa kan kalau hari ini jatuh tempo bayar kontrakan? Dua bulan kamu belum bayar! Saya nggak mau tau, harus lunas sore ini atau kamu pergi dari kontrakan saya! Masih banyak orang yang antre pingin ngontrak disana!"

"Kamu bukannya bersyukur eh malah keenakan nggak bayar! Rugi tau!" Bu Imas bicara lantang sambil menunjuk muka ku.

"Iya, Bu!" aku menjawab pelan. Malu juga rasanya karena ada beberapa tetangga yang sengaja berhenti sambil bisik-bisik melihat ke arahku.

"Bagus! Ingat kalau sampai telat lagi, keluar cari kontrakan lain!" Bu Imas kembali melotot ke arahku.

Dengan lunglai, aku kembali mengayuh sepeda menuju tempatku bekerja juga Kania sekolah. Sebuah sekolah dasar negeri yang berjarak sekitar satu kilometer dari kontrakan.

Beruntung Kania bisa sekolah disini atas izin dari kepsek karena melihat aku sebagai tenaga honorer disini. Sehingga seragam Kania didapatnya secara percuma.

"Bu, kontrakan itu apa? Kenapa harus bayar kepada ibu galak itu?" Kania bertanya setelah turun dari sepeda,

"Sudah, Nia sekarang masuk sekolah dulu ya! Jangan suka mendengarkan yang tidak-tidak!" aku tersenyum mengecup pipinya yang tirus.

---------------------------------------

Jam satu siang, jadwal pelajaran siswa semuanya selesai. Aku dan guru honorer yang lainnya berkumpul menunggu saat-saat gajian. Sedangkan Kania bermain di lapangan bersama dua orang anak guru lainnya.

"Bu Laras!" giliran namaku dipanggil. Dengan wajah sumringah, aku menerima amplop coklat bayaran untuk keringatku selama satu bulan ini.

"Terimakasih, Bu!" aku tersenyum membayangkan Kania memakan ayam goreng kesukaannya.

Setelah memasukkan amplop coklat ke dalam tas, aku memanggil Kania lalu mengajaknya pulang.

"Bu, kita mau kemana?" Kania kebingungan saat sepeda yang kami tumpangi berbelok ke warung.

"Sebentar ya, Nia! Kita ke warung dulu!" jawabku singkat.

Gegas aku membeli beras sepuluh kilogram, daging ayam satu kilo, juga bumbu alakadarnya serta minyak goreng. Aku ingin melihat putriku makan dengan lahap nanti siang.

"Ayok pulang!" aku menuntun tangan mungilnya untuk kembali naik sepeda.

Sampai akhirnya kami tiba di rumah kontrakan.

"Cepat juga kamu pulang, Laras!" Mas Roni berkacak pinggang di pintu depan,

"Biasanya juga aku pulang jam segini, Mas!" jawabku sambil masuk ke dalam rumah diikuti Kania.

"Mana tas kamu?" Mas Roni merangsek masuk ke dalam kamar,

"Mau ngapain, Mas?" aku berdecak kesal padanya,

"Minta uang, dari pagi asem rasanya mau ngopi!" jawabnya tanpa beban sambil menengadahkan tangan,

"Astaghfirullah, Mas! Kamu tau kan gajiku hanya sedikit! Belum bayar kontrakan!" jawabku makin kesal,

"Halah itungan banget! Cepetan mana? Nanti juga kalau suamimu ini kerja kamu juga yang nikmati!" jawabnya disertai tangannya yang menyambar tas kerjaku,

"Laras! Roni!"

Suara Bu Imas terdengar masuk ke dalam rumah.

"Mana uang kontrakan bulan ini dan kemarin, cepetan bayar!" Bu Imas dengan angkuhnya duduk di kursi butut yang hanya ada satu, itupun pemberian sekolah karena sudah nggak layak pakai.

"Berisik amat sih, Bu! Tuh tanya aja sama si Laras! Yang kerja dia!" jawab Mas Roni berlalu pergi. Di tangannya terselip tiga lembar uang merah,

"Mas, kasih uangnya ke Bu Imas!" aku berlari mengejar Mas Roni keluar. Sayang, tubuhku ditahan Bu Imas dengan muka merah padam.

"Kamu mau kabur juga?" tangannya yang besar memegang bahuku kuat.

"Nggak, Bu!" aku menunduk, terlihat Kania bersembunyi di balik pintu kamar ketakutan,

"Mana uangnya! Lama banget!" Bu Imas kembali menggertak.

"I-iya, Bu!" jawabku bergetar merogoh amplop coklat dari dalam tas.

"Lelet amat!" ujar Bu Imas. Secepat kilat amplop coklat itu telah berpindah ke tangannya.

"Cuma segini? Kamu tau kan tunggakan kamu sebesar delapan ratus ribu rupiah!" Bu Imas melotot ke arahku, bola matanya seolah mau keluar dari matanya,

"Hanya itu sisa uangku, Bu! Tolong sisain sedikit buat jajan Kania!" ucapku memelas,

"Apa katamu? Bukannya dilunasin malah minta dibalikin! Jangan mimpi kamu!" Bu Imas berdiri dengan angkuhnya,

"Dengar Laras, kalau sore ini vang sisanya belum ada, pergi kamu dari kontrakan saya!" Bu Imas menunjuk mukaku sebelum membanting pintu dengan kasar.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Indriyani Kayla rizkia
Keren. ditunggu lanjutannya thor
2025-03-13 20:26:53
0
user avatar
Nada azkia Salsabila
Terimakasih yang sudah mampir di ceritaku. Jangan lupa sub komen dan bintang lima ya, jazakallohu Khoiron ...
2025-03-10 22:54:43
0
17 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status