Share

Aku juga menantu mama!

Arnita yang sedang memejamkan matanya terkejut mendengar suara dobrakan pintu yang dipaksa dibuka dari luar. Terlihat Mawar berjalan cepat menghampiri brankar Cintya dengan wajah panik yang sedikit berlebihan.

"Mama kenapa kok bisa masuk rumah sakit?" tanya Mawar dengan suara yang mendayu-dayu.

"Overdosis obat tidur." balas Cintya.

"Aku bawakan mama lasagna kesukaan mama." Mawar menunjukkan paper bag di tangannya.

"Mama tadi sudah makan masakan rumah sakit mbak, lasagnanya mungkin bisa dimakan mama nanti karena takutnya mama kekenyangan." ujar Arnita sambil tersenyum tipis.

Mawar memutar bola matanya malas mendengar ceramah Arnita yang membuat telinganya pengang. 

"Mama masih lapar, biar lasagnanya mama makan." Cintya meraih paper bag ditangan Mawar dan mulai memakan lasagna yang Mawar bawakan. 

Mawar menatap Arnita dengan tersenyum puas karena ibu mertuanya memihaknya daripada Arnita. Sedangkan Arnita tetap menunjukkan senyum tipisnya meski pendapatnya tidak didengar oleh ibu mertuanya. 

Sejak pagi Arnita yang menemani Cintya di rumah sakit. Sedangkan Arman harus pergi ke kantor karena meeting penting dan Imel harus mengantar anak-anaknya ke sekolah. Mawar bahkan baru menampakkan dirinya hari ini. Padahal Arman sudah memberitahu keadaan Cintya sedari kemarin, entah kemana saja kakak iparnya itu.

"Mama mau aku bantu mandi atau mau bilas air hangat saja?" tanya Arnita.

"Saya bisa mandi sendiri, saya cuman overdosis obat bukannya lumpuh." sarkas Cintya.

Arnita hanya diam tidak memasukkan kalimat ibu mertuanya kedalam hati. Ia hanya bisa berharap jika suatu hari nanti ibu mertuanya bisa menganggapnya sebagai seorang menantu seperti menantunya yang lain. 

Arnita terus mengamati setiap gerakan ibu mertuanya yang berjalan pelan ke arah kamar mandi. Saat Arnita ingin membantunya, Cintya malah menolaknya dan mengibaskan tangannya seperti menyuruh Arnita untuk tidak mendekatinya. 

"Kamu pulang saja biar saya yang jaga mama." ujar Mawar tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.

"Tapi mbak…." Mawar mengangkat jari telunjuknya menyuruh Arnita untuk diam dan tidak banyak bicara.

"Kamu dengarkan apa yang saya bilang, mendingan kamu pulang bantuin bi Ira bersih-bersih rumah daripada disini cuman leyeh-leyeh." ujar Mawar dengan nada sinisnya.

Arnita memilih mengalah, ia tidak ingin terjadi keributan karena ia tahu ini di rumah sakit. Arnita mengambil tas nya dan berpamitan kepada ibu mertuanya setelah ibu mertuanya menyelesaikan mandinya. Saat melewati lorong rumah sakit Arnita tidak sengaja bertemu Arman yang sepertinya baru ingin menuju ruangan ibu mamanya.

"Mau kemana?" tanya Arman begitu ia sudah berdiri dihadapan Arnita.

"Mau pulang, sudah ada mbak Mawar yang jagain mama." ujar Arnita.

"Tunggu disini sebentar, saya masuk ke ruangan mama sebentar setelah itu kita pulang bareng." Arman melangkahkan kakinya masuk ke lorong ruangan mamanya.

Sesuai perintah Arman, Arnita menunggu Arman di tempatnya tadi bertemu Arman. Sekitar lima belas menit Arman kembali menghampirinya setelah dari ruang inap mamanya. 

"Mbak Mawar bilang sesuatu sama kamu?" tanya Arman begitu mereka sudah berada di dalam mobil.

Arnita yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya mengalihkan tatapannya ke arah Arman. Ia sedikit terkejut mendengar Arman tiba-tiba bertanya mengenai mbak Mawar. 

"Kenapa memangnya?" tanya Arnita bertanya balik.

"Enggak papa cuman tanya aja. Mbak Mawar nggak bilang sesuatu yang aneh-aneh kan?" mobil mereka berhenti tepat di lampu merah. Arman menatap Arnita dengan pandangan menyelidik.

"Mbak Mawar nggak bilang apa-apa." Arnita gugup ditatap sangat intens oleh Arman.

Arman memandang Arnita dengan pandangan tidak percaya. Ia sangat tahu betul bagaimana sikap kakak iparnya itu. Tapi Arman tidak ingin memaksa Arnita untuk mengatakan yang sebenarnya, takutnya Arnita malah tidak nyaman dengannya.

"Kata dokter besok mama sudah boleh pulang." ujar Arman memberitahu.

Arnita ikut senang mendengar perkataan Arman. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman. 

"Tetap seperti ini jangan berubah. Maaf jika sudah membuatmu harus merasakan semua rasa sakit yang keluargaku berikan." Arman memandang Arnita dengan tatapan bersalah. Ia sudah melibatkan perempuan sebaik Arnita dalam keluarganya yang sangat membenci Arnita.

Mobil mereka kini sudah terparkir rapi di halaman rumah sejak tiga menit yang lalu. Tapi mereka masih terdiam di dalam mobil tanpa ada yang mau keluar.

Arnita terdiam cukup lama, ia tidak tahu bagaimana harus merespon ucapan Arman karena ia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Sedih mungkin, ia selalu merasa sedih saat keluarga Arman selalu merendahkannya. Terasingkan, ia juga merasakannya saat keluarga Arman seperti tidak memperdulikannya dan menganggapnya layaknya orang asing. Tapi tanpa ia sadari ia juga mulai merasa nyaman dengan Arman dan mulai terbiasa dengan sikap keluarga Arman kepadanya. Secara perlahan Arnita mulai menerima takdir yang harus ia jalani. Ia hanya butuh sedikit bersabar dan selalu berusaha untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik.

"Saya akan mencoba membuka hati saya untuk kamu, dan saya harap kamu juga bisa melakukan sebaliknya." ujar Arman yang membuat Arnita membeku di tempatnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status