Perkataan Darko membuat Zaver menegang. Apakah pria lusuh ini tahu sesuatu?
"Apa maksudmu hah?! Jelas-jelas tadi Zaver yang menyelamatkan ayah. Kau sejak tadi kan hanya diam saja!" bentak Rosa kesal.
Darko hanya tersenyum kecil. Ia menatap Angeline yang sedari tadi seakan 'menyelidiknya'.
"Kau tahu apa memangnya dukun? Pakaianmu yang lusuh itu sudah mencerminkan pengetahuanmu, kamu tahu itu tidak?!"
Zaver yang terpancing langsung menyerangnya. Ia tak mau momentumnya dirusak oleh pria miskin di depannya ini.
"Bukan begitu, aku tadi hanya melihat kau menekan-nekan titik-titik yang tidak jelas. Jadi, menurutku tuan Abimayu pulih bukan karena apa yang kau lakukan!"
Mendengar perkataan Darko, wajah Zaver memerah. Bagaimana pria miskin ini tahu apa yang terjadi sebelumnya? Apa dia memahami teknik kedokteran?
"Kak Darko, aku tadi melihatmu..."
Belum sempat Angeline menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba dari pintu muncul beberapa keluarga besar Wibisono.
"Bagaimana keadaan anakku? Apakah dia baik-baik saja!"
Tiba-tiba seorang nenek tua, ditopang beberapa laki-laki, muncul dari balik pintu masuk rumah itu.
Pada saat semua orang tengah menangani dan fokus pada Abimayu, Rosa menelpon mertua dan keluarga besarnya untuk datang dan melaporkan keadaan Abimanyu.
Rosa pun langsung memeluk mertuanya itu seraya sesenggukan.
"Nenek, selamat datang...Ayah sudah pulih, dia hanya butuh istirahat."
"Syukurlah kalau begitu, aku tadi meminta paman Rinto untuk cepat-cepat sampai. Aku takut tak sempat bertemu anakku itu! Siapa yang menyelamatkannya?"
Zaver pun berdehem, dia langsung maju satu langkah dan memperkenalkan diri.
"Nyonya besar, saya Zaver, dokter keluarga ini. Tadi saya cukup kesulitan menangani tuan Abimayu, namun akhirnya saya bisa memulihkannya."
Semua orang memandang Zaver dengan antusias. Seorang penyelamat keluarga Wibisono!
Setelah mendapatkan puja-puji yang tak seharusnya ia terima, Zaver pun undur diri dari sana. Sekali lagi, ia menatap Angeline yang menghindari kontak mata dengannya.
Darko hanya menatapnya dengan jijik. Pria yang mengaku-ngaku itu tidak punya potensi sama sekali menjadi seorang dokter!
Abimanyu yang sudah dipindahkan ke sofa masih belum sadarkan diri. Namun, nafasnya sudah normal dan hanya menunggunya pulih kembali.
Setelah Zaver pergi, Angeline pun langsung menyalami neneknya itu dengan takzim. Begitu juga Zaver, yang padahal hanya dokter keluarga tersebut.
Widya Martono adalah neneknya Angeline, setelah menikah dengan Agung Wibisono maka secara otomatis sekarang nama panggilannya adalah nyonya besar Wibisono.
Nyonya Wibisono atau neneknya Angeline sebenarnya sangat sayang kepadanya, dikarenakan dia merupakan cucu wanita satu-satunya dan juga cucu kesayangan almarhum Agung Wibisono.
Dikarenakan bujukan anak sulungnya yang bernama Rinto Wibisono, sehingga nyonya besar menyetujui sarannya untuk memutuskan perjodohan yang dilakukan almarhum Agung Wibisono dengan seseorang dari ibu kota negara.
Dan sejauh ini mereka juga tidak tahu serta belum mendapatkan kabar lebih lanjut dari calon besannya hingga Agung Wibisono meninggal. Akhirnya Widya menyetujui saran anak sulungnya.
Tentu saja Angeline yang sangat menyayangi almarhum kakeknya sama sekali tidak setuju dengan rencana keluarganya. Meskipun dia belum pernah bertemu dengan pria yang dijodohkan oleh kakeknya, akan tetapi dia juga sudah melihat wajah calon suaminya dari foto yang di berikan oleh Almarhum Agung Wibisono.
Darah patriotik dan ketegasan seorang tentara menurun di tubuh Angeline dari kakeknya, membuat pemikirannya sangat tegas serta menjunjung tinggi janji yang sudah di ikrarkan.
Sesampainya di Rumah Abimayu seluruh anggota keluarga sudah berkumpul. Semua orang memandang ke arah Angeline yang hanya menunduk dari tadi.
Melihat cucu perempuan satu-satunya yang cantik menyalaminya, Widya tersenyum lebar dan langsung mengusap rambutnya.
“Kamu kelihatan tambah cantik saja? Cucu nenek memang anak yang baik.”
Nyonya Widya memuji kecantikan Angeline, seketika semua orang pandangannya fokus ke arahnya.
Wajah penuh dengan kemenangan dan kebahagiaan tergambar jelas di wajah keluarga Wibisono. Hanya Rosa Widodo, ibunya Angeline yang terlihat datar melihat kearah Angeline.
Darko sengaja berdiri tak jauh dari mereka, dia tidak langsung datang memperkenalkan diri. Memperhatikan semua anggota keluarga Wibisono dari kejauhan.
“Jangan lupa nanti malam acara pertunangan kamu di hotel Shantika, kamu harus tampil yang cantik. Jangan buat malu nenek dan keluarga kita,” ucap nyonya besar Wibisono sambil memegang kedua tangan Angeline.
Angeline tidak menjawab perkataan nyonya besar, dia hanya menundukkan kepalanya dan matanya menatap lantai keramik berwarna putih di bawahnya.
Jantung Angeline berdebar sangat kencang, tentu saja dia tahu tujuan ucapan nyonya besar. Dikarenakan hal inilah dia sudah membulatkan tekad untuk menikah tanpa disaksikan keluarganya dengan Darko.
“Nenek, saya tidak bisa datang…”
Angeline berkata dengan lirih sambil menundukkan kepalanya, dia sama sekali tidak berani menatap wajah nyonya besar yang ada di hadapannya.
“Apa yang kamu katakan?”
Angeline terdiam mendengar cecaran neneknya itu.
“Apa yang kamu katakan?! Kamu sekali-kali jangan pernah membuat malu keluarga Wibisono!”
Mendengar perkataan pamannya itu, Angeline langsung menatap neneknya.
“Nenek apa lupa dengan pesan kakek sebelumnya?”
“Pesan kakek? Memangnya kakek pernah pesan apa?”
"Kakek telah menjodohkanku dengan pria pilihannya!"
Nyonya besar nampak tertegun untuk sesaat, kemudian menatap ke arah Rinto yang tak jauh darinya, saat Angeline mengingatkan perjodohan itu, tentu Rinto juga mendengarnya.
Bahkan Rinto sangat tahu dengan perjodohan yang diatur almarhum tuan besar Agung Wibisono, hanya saja dia sangat serakah dan ingin memanfaatkan keponakannya demi keuntungannya sendiri.
“Nenek, nenek tahu sendiri betapa sayangnya kakek semasa hidupnya terhadap Angeline. Apa nenek ingin Angeline menjadi cucu yang durhaka dan mengingkari perjodohan yang sudah di atur kakek? Bagaimana marahnya kakek di surga saat mengetahui Angeline tidak menuruti apa yang sudah beliau atur untukku.”
Angeline menatap wajah nyonya besar setelah mengingatkan akan pesan almarhum kakek Agung Wibisono.
“Sudahlah kalau kamu memang ndak mau dengan perjodohan yang diatur Rinto,” ucap nyonya besar setelah terdiam untuk beberapa saat sambil melirik kearah anak sulungnya.
Wajah Rinto seketika menggelap mendengar perkataan nyonya besar, dia tahu selain keuntungan yang sudah di depan mata akan hilang, dia juga akan di maki oleh Boss Norman Bagyono yang dijodohkan dengan Angeline.
“Rinto! Kamu batalkan acara nanti malam, tunggu hingga Angeline bersedia membatalkan perjodohan yang diatur kakek Agung.”
Angeline nampak tertegun mendengar ucapan nyonya besar Widya kepada paman Rinto. Dia sama sekali tidak mengerti, kenapa nyonya besar berkata seperti itu.
Sementara itu Rinto yang mendengar perintah nyonya besar untuk sesaat menjadi bingung, dia tidak mengerti kenapa nyonya besar malah memerintahkan dirinya untuk membatalkan acara pertunangan nanti malam.
Akan tetapi setelah di perhatikan perkataan nyonya besar, dia seketika itu juga tahu, kalau di balik perintah itu nyonya besar juga masih mengharapkan perjodohan yang diatur dirinya.
“Baik bu, saya akan membatalkan reservasi hotel dan mengabari keluarga Bagyono,” sahut Rinto dengan wajah murung, meskipun dia sedikit kesal dengan penolakan Angeline akan tetapi dia tidak berani menampakkannya di hadapan nyonya besar.
Lalu, tiba-tiba Angeline langsung berjalan menghampiri Darko. Pria yang sejak tadi tak digubris sama sekali oleh keluarga itu.
“Nenek, perkenalkan. Ini kak Darko, suami Angeline."
Suara Angeline nampak bergetar, dia sedang menguatkan diri untuk menghadapi kemarahan nyonya besar dan keluarganya. Karena pria yang dia pilih ternyata tidak selevel dengan keluarga mereka.
Benar saja seperti dugaannya, wajah semua orang langsung terlihat keruh. Apalagi wajah nyonya besar kini terlihat menggelap menahan amarah.
“Siapa?!!... Suami kamu…?!”
Bab 295. KEBAHAGIAAN “Jadi, siapa orang tua kak Darko?” Angeline berkata tanpa sadar. Padahal dia merasa malu untuk menanyakannya, akan tetapi apa yang keluar dari mulutnya adalah reflek saja karena dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. George tidak marah mendengar perkataan Angeline, sebaliknya George malahan tersenyum kemudian melanjutkan perkataannya. “Orang tua Darko tentu saja kamu sudah mengenalnya dengan baik.” “Apa? Saya sudah mengenalnya?”Angeline berteriak tanpa sadar, saat tersadar dan merasa tidak sopan berteriak di hadapan mertuanya, Angeline langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Maaf saya hanya terkejut saja. Tapi siapakah orang tua kak Darko, mana mungkin saya sudah mengenalnya.” “Orang tua Darko adalah Bu Siti.”George segera menyebutkan nama Siti dengan nada pelan sambil menatap wajah Angeline dan Darko silih berganti. "Mana mungkin bu Siti adalah orang tua kandung kak Darko?”Mata Angeline seakan mau keluar saat men
Bab 294. LATAR BELAKANG YANG MENGEJUTKAN Malam ini Angeline benar-benar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Darko. Tentu saja Darko juga tidak menolak ketika Angeline berinisiatif untuk melakukan hubungan intim sebagai suami istri dengannya. Keesokan paginya wajah Darko tampak semakin bersemangat, kegundahan dan kegalauan yang mendera pikirannya sudah lebih berkurang. Sedangkan wajah Angeline tampak pucat dan terlihat seperti orang yang kelelahan. Maklumlah mereka semalam telah bertempur hingga semalaman. Bagi Darko yang seorang kultivator tentu saja tidak masalah jika dia melakukan hubungan suami istri semalaman tanpa henti. Hanya saja dia tidak tega melihat Tenaga Angeline kehabisan untuk melayaninya. Menjelang subuh barulah Darko menghentikan serangannya pada Angeline. Saat terbangun Darko tampak bersiul dengan penuh kegembiraan dan langsung berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tanpa menunggu Angeline terbangun
Bab 293. TIDUR SATU RANJANG DENGAN ANGELINE Setelah menerima laporan kapten pengawal, tuan besar George segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang keluarga. Widyawati memandangi kepergian suaminya tanpa berusaha mencegahnya, karena dia tahu kalau George ingin segera bertemu dengan Darko. “Kalian kembalilah ke tempat kalian, nanti kalau saya membutuhkan bantuan kalian pasti kalian akan saya panggil.” “Baik nyonya.”Kapten pengawal dan kepala pelayan segera kembali ke tempatnya masing-masing. “Darko, kamu pergi kemana saja? Kami mencarimu sedari tadi kenapa tidak kelihatan?”George segera menyapa Darko, setelah melihat sosok Darko yang sedang duduk di teras paviliun. Darko yang sedang asik menikmati rokoknya segera menoleh ke arah sumber suara. Darko segera berdiri dan tersenyum ke arah george setelah mematikan rokok di tangannya. “Ayah…” George menatap wajah anak angkatnya dengan perasaan bersalah, sebagai seorang pria tua yang berpenga
Bab 292. GALAU TINGKAT LANGIT Darko merasa sangat galau tingkat langit menghadapi kenyataan yang dialaminya. Andai dia bisa memilih tentu saja Darko lebih suka selalu hidup di medan perang daripada menerima kenyataan ini. Kenyataan ini tidak bisa dikatakan manis maupun pahit, karena semua adalah kenyataan yang sebenarnya. Hanya saja setelah tahu bahwa dia hanya anak angkat, perasaan hutang budi kepada ayah dan ibu angkatnya menjadi sangat besar. Hutang budi ini melebihi kebaikan harus dilakukan oleh anak kandung kepada orang tua kandungnya. Karena sangatlah wajar dan seharusnya, anak kandung berbakti kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi saat ini Darko merasa tekanan yang harus dilakukan kepada kedua orang tua angkatnya seperti sebuah gunung yang selalu berada di punggungnya. Tentu saja Darko tidak bisa durhaka maupun melupakan budi baik yang diberikan George dan Widyawati yang selama ini merawatnya. Bahkan kalau bisa, dia tidak ingin
Bab 291. SEBUAH TEKAD Dalam sekejap sosoknya sudah muncul di tebing gunung yang dulu pernah dijadikan tempat berkemah. Tebing gunung ini terletak di perbatasan timur Nusantara, lebih tepatnya tempat dia berkemah dan membunuh seekor ular python. Tempat ini sangatlah terpencil serta pemandangannya sangat indah, dari atas tebing ini Darko bisa menatap ke arah lembah sejauh mata memandang. “Aaaa…. aaaa….aaaa….!!”Dengan lantangnya Darko menjerit sekuat tenaga melepaskan kegundahan dan ketidak percayaan pada dirinya. Gema teriakan Darko mengagetkan hewan-hewan liar yang ada di hutan serta menerbangkan burung-burung yang sedang mencari makan di antara pepohonan. “Tuhan… haruskan saya percaya dengan kenyataan ini? Orang tua yang begitu baik merawatku sejak kecil ternyata mengaku bukan orang tua kandungku?” “Tuhan…! Apa yang harus saya lakukan?” “Astagfirullahaladzim…. Ya Alloh, ujian apalagi yang Engkau berikan kepadaku?” “Kalau memang mereka berd
Bab 290. TEKANAN BATIN Angeline segera menjawab pertanyaan Widyawati, sambil tersenyum kearah Siti. Sementara itu Darko yang tidak terlalu menganggap penting kehadiran Siti, ekspresi wajahnya tampak datar saja. Jendral George dan Widyawati sepertinya juga mengerti, kenapa Darko bersikap datar kepada Siti. Yang pasti Darko belum menyadari kalau wanita paruh baya yang datang jauh-jauh dari negara Samanta ini, sebenarnya hanya mempunyai satu tujuan yaitu untuk menemui Darko sebagai anak kandungnya yang hilang dua puluh lima tahun yang lalu. Siti tampak tersenyum mendapat pembelaan dari Angeline. Tentu saja sebagai sesama wanita Angeline lebih peka dan tidak terlalu berpikir jauh dengan Siti. Apalagi mereka sudah menandatangani kerjasama antara dua perusahaan, sehingga sikap Angeline sebagai CEO baru, tentu saja sangat senang dengan kerjasama ini. “Maaf ayah, saya mau ke kamar dulu. Biar Angeline menemani kalian ngobrol.”Darko segera berpamitan