Share

Kejutan

Author: HaluMutu
last update Huling Na-update: 2022-04-07 12:50:00

"Apa ini jawaban dari kesedihanku selama ini? Tidak, ini uang bukan uangku, bukan hakku. Aku harus menyimpannya, aku harus cari tahu pada si alfaqir ini."

Aku pun membereskan semua barang-barangku dan memilih merehatkan badan, melepas penat, terutama melepas mendung pekat yang menyelimuti hati ini.

"Mas Agha, di mana kamu, Mas. Ayo lah cepet pulang. Kamu akan mencariku kan jika kamu sampai di tanah kelahiran kita ini. Aku akan cerita semuanya, Mas. Saat itu kamu akan memilih dan mulai mengambil sikap, jika aku dianggap akan menguasai hartamu, itu salah, Mas. Semua uang yang kamu kirimkan diambil ibu."

Kala itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ibu meminta paksa uang kiriman Mas Agha, seribu rupiah pun aku tidak diberi bagian. Aku dilarang untuk mengadukan semuanya sama Mas Agha, jika tidak maka aku akan diusir dari rumah itu.

"Tragis sekali, pada kenyataannya. Aku pun terbuang saat ini."

Mati mungkin lebih ringan bagiku saat ini, tidur saja masih bisa berpotensi mimpi buruk, walau kenyataan itu lebih buruk dari mimpi paling menakutkan.

"Apa yang akan aku lakukan besok? Tidak mungkin aku selalu diam. Jika aku diam, maka orang-orang akan memanfaatkanku."

Tidur terasa begitu singkat, saat bangun aku buru-buru mengecek bingkisan cokelat yang kutemui kemarin sore.

Alhamdulillah masih ada, sekarang saatnya aku bersiap, lalu mencari alfaqir. Entah alfaqir itu adalah namanya, atau mungkin hanya sebatas nama samaran saja.

Tok tok tok

Siapa yang akan mengetuk pintu pagi-pagi buta seperti ini. Aku bergegas menuju pintu, kuputar gagangnya dan saat daun pintu terbuka ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Aku teliti lagi, benar tidak ada siapa-siapa.

Saat aku hendak menutup pintu, tiba-tiba tidak sengaja aku menendang lemah sebuah kotak kecil.

"Apa lagi ini? Rumah ini yang serem, apa mungkin ini keberuntungan bagi setiap penghuni baru kontrakan ini, ya."

Tidak mau ambil pusing, aku pun meraih kotak tersebut. Saat kubuka, ternyata ponsel iPhone keluaran terbaru. Tentu aku terbelalak, siapa yang telah mengirimkan ini.

Aku buru-buru masuk ke dalam rumah, ternyata isinya tidak hanya ponsel, lengkap dengan surat petunjuk di dalamnya.

"Alfaqir."

"Alfaqir lagi, siapa sih orang ini. Kenapa dia sepertinya semisterius ini."

'Gunakan ponsel ini jika kamu membutuhkan, dan ingat, ini adalah hakmu. Kamu tidak perlu ragu ataupun berpikir berkali-kali untuk menggunakannya. Hubungi aku jika kamu perlu sesuatu."

Apa mungkin ini Mas Agha, ya. Tapi kurasa tidak mungkin, ini bukan nomornya. Aku ingat betul angka akhiran nomor ponsel Mas Agha, tetapi aku lupa berapanya. Sehingga aku tidak bisa menghubungi dia.

Semua yang terjadi saat ini, tidak lah pernah aku bayangkan sehingga aku harus susah payah menghapal nomor suamiku. Aku tidak pernah membayangkan, ternyata mertua dan adik iparku setega itu padaku.

"Mas Agha, kamu di mana, Mas."

Beberapa jam merenung, aku mulai mengaktifkan ponsel yang baru saja kuterima. Tentu sebelumnya aku masih berpikir berkali-kali apakah aku harus menggunakannya atau tidak.

"Bismillah. Semoga alfaqir ini bisa memberiku celah terang mengenai semua ini."

Tut tut tut

Tidak ada jawaban, sembari menunggu aku berniat untuk membuka medsosku. Payah sekali, aku gagal masuk. Apa mungkin akunku sudah diubah oleh adik iparku, ya. Bagaimana ini.

Aku mencoba membuat akun baru, aku harus berusaha menghubungi Mas Agha, minimal aku akan mencari nomor untuk bisa menghubunginya.

"Widya, jika kamu merasa pintar, maka lihat saja, aku akan jauh lebih pintar."

Belum juga aku melanjutkan proses pencarian, aku dikejutkan dengan status adik iparku itu. Tentu aku stalking secara diam-diam. Dia memasang status bahwa aku telah meninggalkan Mas Agha? Tentu di sana banyak sekali tetangga-tetangga yang berkomentar miring tentangku.

Tidak menjadi masalah bagiku jika kiranya aku dibuang, aku bisa terima. Namun, statusku masih sah sebagai istri Mas Agha, bagaimana bisa Widya menyebarkan isu-isu seperti itu.

Jariku geram untuk ikut memberikan komentar, ingin sekali mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Namun, apalah daya, sekarang suasana masih sangat tidak memungkinkan. Yang ada, nanti aku malah akan semakin mendapatkan hujatan. Mungkin tuk saat ini sebaiknya aku diam.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Ciuman?

    "Tolong buka ikatan ini, aku mau salat. Aku belum salat," pintaku iba. Satu orang berbadan kekar dan tatapan tajam menyorot ke arahku. "Diam! Jangan pikir kami bodoh sehingga bisa kamu kibuli. Bos kami sebentar lagi datang, maka tugas kami akan selesai. Jadi jangan persulit tugas kami, paham?!" Aku tercekat, bagaimana ini. Aku harus berusaha tenang, mungkin saja Ibrahim sedang merencanakan kejutan yang berbeda. "Ibrahim, cepet dateng." "Siap, bos," seru seseorang dari luar. Betapa terperanjatnya aku saat ternyata yang masuk bukan Ibrahim, tapi justru Mas Agha. Mau apa lagi dia menciptakan kekacauan ini. "Lepas ikatannya," perintah Mas Agha disusul dengan salah satu pria berbaju hitam mendekat ke arahku. Aku menghembuskan napas lega saat terlepas dari belenggu tadi. Mas Agha benar-benar kekurangan pekerjaan tampaknya. Dengan satu isyarat pria-pria itu keluar meninggalkan kami. Kini tinggal aku juga Mas Agha. "Mas, apa sih mau kamu sampe tega berbuat seperti ini." "Tenang, Muti

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Pria Bertopeng

    "Mmm ... ya, aku mau," ujarku setelah menghela napas panjang. Siapa sangka, bahwa Ibrahim akan mengatakan ini sehingga dia membawaku pergi. Menurutku, sudah cukup kupertimbangkan. Ini salah satu solusi terbaik, tuk hindari Mas Agha dan keluarganya. Baru aku tahu sekarang ini, dan agaknya hanya terjadi padaku. Setelah Mas Agha meninggalkanku, lalu dia mengejarku. Wajah Ibrahim berubah semringah, tampak sekali sebuah isyarat bahwa dia sangat senang dengan jawabanku. Dengan membaca bismillah, insyaAllah aku tak akan salah langkah. Semoga semua ini menjadi wasilah aku dapat mengambil hikmah dan berpijak lebih gagah. "Terima kasih, Mutia. Jawaban itu yang sangat aku inginkan." Sungging senyum Ibrahim menambah keteduhan wajahnya, entah apa alasannya sehingga dia bersedia menungguku selama ini. Jika dilihat dari parasnya, dia melakukan ini bukan karena tidak laku. Namun, entah apa yang telah terjadi. Krukk, krukkMendadak hening. Taman yang ramai pun seakan menjadi senyap. Ibrahim mena

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Nikah? Jawab Sekarang?

    "Mutia, papa pengen melihat kalian itu segera menikah. Jadi kapan kira-kira kalian mau urus semuanya?" DeghAku jadi kikuk wajahku memanas. Dalam lubuk hatiku, aku sudah merasa sangat siap. Dipertimbangkan lagi, daripada Mas Agha dan keluarganya selalu saja meneror aku. Terlebih Karin. Padahal sudah sangat jelas bahwa tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari sosok Mas Agha. "Mutia," seru papa Ibrahim. Aku menoleh ke arah Ibrahim yang justru melempar senyum padaku. "Ka-kalau Mutia, terserah Ibrahim saja, Pa." "Tuh kan, Him. Jawaban Mutia sudah kayak gitu kok, kenapa kamu masih minta papa buat nanya sama Mutia. Sebenernya ini semua tergantung kamu, kamu mau bergerak cepat apa enggak.""Betul, A Im harus bergerak cepat, gimana kalau nanti malah terlambat dan Mutia keburu diambil orang. Hayo, kehilangan lagi." Mama Ibrahim juga menyeru seraya menggoda putranya. Ibrahim tak henti-hentinya mengulas senyum sedari tadi, cukup aneh menurutku. "Ibrahim pasti akan secepatnya nikahin Mutia,

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Peristiwa Manis

    "Gimana sih kamu, Karin. Kok, Mutia baik-baik aja. Katanya kamu kirim makanan itu buat Mutia." "Karin juga gak tau, Buk. Ya mana kita tau coba kalau ternyata yang makan bukan si Mutia. Mantan istri Mas Agha yang masih dikejar-kejar terus itu. Iiih sebel." Aku menggeleng, tidak sengaja saat aku hendak mencari minuman, aku melihat ManMer dan Karin sedang berbincang di kursi rumah sakit. Bisa-bisanya mereka berniat mencelakai aku. "Oke, kita lihat siapa nanti yang akan menang." Aku berdehem berjalan dengan dada membusung dan kepala mendongak. Tepat sekali mereka duduk di sebelah tempat pembelian minuman. "Duh, cuaca di sini lagi panas nih. Pengen yang adem-adem," ironiku pada mereka, sejatinya aku kesal kenapa setega itu dan senekad itu. Padahah, semua bisa dibicarakan dengan cara baik-baik. ManMer berdiri, lalu disusul dengan Karin. "Ngapain kamu di sini?" Aku menyeringai. "Seharusnya Mutia yang tanya, kenapa Ibu sama Karin ada di sini? Oh, jangan-jangan makanan itu, kalian yang

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Racun

    "Bolehkah jika Mutia minta ijin bicara sama Ibrahim sebentar, Ma?" "Oh, boleh dong. Boleh banget kan ya, Pa." "Iya, pastinya." Aku pun mengajak Ibrahim ke pelataran belangak rumah. Tempat di mana menurutku hanya ada ketenangan, gemericik air jatuh ke kolam. Pemandangan langit turut membersamai. "Ini maksudnya apa, Him?" Ibrahim berdehem dengan posisi wajah mendongak, kedua tangannya ia lipat di dada. "Jika kamu tidak berkenan, jawab saja apa adanya. Aku akan terima semua jawabanmu." "Kalau kamu sendiri gimana? Apa kamu terima?""Aku rasa, kamu sudah tahu jawabannya." "Apa?" Ibrahim menoleh ke arahku, ia menatapku dengan sangat serius. Hingga, aku pun reflek salah tingkah. "Kamu tanya? Saat aku sudah beberapa kali menyatakan perasaanku dan kamu masih bertanya apa? Baiklah, dengan ini aku sudah memahami dan mendapatkan jawabanmu." Apakah pria itu juga bisa marah? Dia mendadak membalikkan badan, lalu meninggalkanku sendiri? "Him, argh."Aku mendengus pelan, dia benar-benar ke

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Inikah Bisikan Jodoh?

    "Terima kasih, Him. Gak mau mampir dulu?" "Enggak, Mutia. Kebetulan aku sudah ditunggu mami." Aku terperangah, orang tua Ibrahim sudah pulang? Kenapa dari tadi dia tidak cerita. "Oh, jadi aku gak penting sudah, ya. Sampai-sampai gak cerita nih." "Cerita apa?" "Sudah lah, apa kata kamu." Sungguh menjengkelkan saat Ibrahim langsung aja main ngacir tanpa berusaha memahami maksud pembicaraanku. "Dasar cowok!" Aku membalikkan badan, merasakan tubuh yang mulai menunjukkan protesnya. Ya, lelah. Aku letih, ditambah pikiran mengenai Mas Agha yang mendadak seperti anak ABG baru mulai mencintai seseorang saja. "Lucu, dulu aku dia buang dan sekarang dia kejar habis-habisan." Aku menggeleng sembari mendengus pelan. "Permisi, atas nama ibu Mutia?" seruan yang berasal dari arah belakang. Aku pun menoleh. Telah berdiri seorang kurir dengan seragam G*abnya. Aku mengangkat sebelah alisku, siapa yang pesan makanan. "Iya, Mas. Saya sendiri." "Ini, Mbak. Ada kiriman untuk Mbak dan sudah diba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status